Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pihak keluarga angkat bicara usai Komandan Batalyon Infanteri 132/Bima Sakti Salo-Bangkinang (Danyon 132/BS) Letkol Bambang Budi Hartanto membantah Prada Josua Lumban Tobing tewas karena penganiayaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jadi tanggapan seperti itu hak dia lah membantah, tapi fakta hukum yang ada sama kami itu tidak terbantahkan," kata pengacara keluarga Josua, Freddy Simanjuntak, saat dihubungi Tempo pada Ahad, 11 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Freddy menuturkan pihak keluarga masih yakin Josua dianiaya dulu sebelum tewas. "Kemudian baru digantung dia."
Adapun alasan keluarga Josua berpendapat demikian adalah karena melihat sejumlah kejanggalan. Pertama, ia membeberkan, ada bukti video pendek berdurasi 36 detik yang menunjukkan Josua dalam kondisi leher terjerat. Rekaman itu diambil dari angle atau sudut bawah, seolah-olah dipegang Josua. Josua juga sempat membuka matanya sekejap di video ini.
Freddy mempertanyakan bagaimana bisa seseorang yang terjerat tali di lehernya mengambil video itu sendiri. Selain itu, ujarnya, terdengar suara pintu di detik ke-28. Sehingga ada orang lain di tempat kejadian perkara (TKP).
Kedua, ada lebam-lebam di tubuh Josua. Pihak militer menyebutnya lebam mayat. Tapi Freddy menampiknya.
Ia menuturkan Josua disebut meninggal dunia sekitar pukul 23.30. Kemudian jenazahnya baru diperiksa pada 1 Juli 2024 sekitar jam 11.00. Selanjutnya, Josua baru diformalin sekitar pukul 20.00.
"Ini ada apa? Sengaja dilambat-lambat supaya dia ada lebam, mayat membusuk, mayat membengkak, enggak bisa lagi nampak tanda-tanda (penganiayaan)?" tanya Freddy. "Ini nampaknya ada indikasi dugaan menghilangkan barang bukti."
Ketiga, TKP sudah diubah. Ia pun mempertanyakan tempat kejadian perkara yang langsung diubah setelah kejadian tersebut.
Keempat, lanjut Freddy, Komandan Resort Militer atau Danrem setempat menyodorkan surat pernyataan untuk keluarga Josua. Surat itu diberikan pada Senin malam, 1 Juli saat keluarga Josua mendatangi kamar mayat di Rumah Sakit Tentara (RST) Pekanbaru.
Tempo melihat salinan surat yang telah ditandatangani oleh ayah Josua, Wilson Lumbang Tobing. Ini adalah surat pernyataan Wilson yang memuat tiga poin, yaitu tidak akan melakukan autopsi terhadap Josua, tidak akan menuntut secara hukum atas meningganya Josua, dan permasalahan diselesaikan secara kekeluargaan.
"Ada apa kok Danrem langsung berkepentingan sekali meminta supaya surat pernyataan ditandatangani oleh Ayah korban? Ini ada apa kok ketakutan?" tanya Freddy.
Sebelumnya, Danyon 132/BS Letkol Bambang Budi Hartanto buka suara usai kabar Prada Josua Lumban Tobing tewas karena penganiayaan ramai diperbincangkan. "Hasil olah TKP (tempat kejadian perkara) dan visum, serta bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa yang bersangkutan murni bunuh diri," ujar Bambang kepada Tempo lewat aplikasi perpesanan pada Jumat, 9 Agustus 2024.
Dia menjelaskan olah TKP itu dilakukan oleh Detasemen Polisi Militer atau Denpom I/Pekanbaru bersama dengan Tim Inafis Polres Kampar. Sedangkan visum dilaksanakan oleh Rumah Sakit Tentara (RST) Pekanbaru dan Forensik Polda Riau.
Bambang mengklaim hasil olah TKP, visum, beserta barang bukti yang menyatakan Prada Josua bunuh diri sudah disampaikan kepada pihak keluarga. Adapun pemberitahuan ini diberikan di RST Pekanbaru.
"Meninggalnya Prada Josua murni bunuh diri, bukan karna penganiayaan," kata Bambang.