Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Setelah 28 tahun, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) kembali menyatakan sikap atas kasus dugaan eksploitasi pekerja Oriental Circus Indonesia (OCI). Akibat masalah ini tak kunjung selesai, Komnas HAM kini meminta kasus tersebut diselesaikan secara hukum. Pada 1997, Komnas pernah menyarankan OCI dan para korban menuntaskannya secara kekeluargaan.
“Pelbagai sengketa yang masih ada antara OCI dan anak-anak atlit circus/ex atlit circus hendaknya diselesaikan secara kekeluargaan.” Rekomendasi tersebut diberikan oleh Komnas HAM lewat pernyataan tertulis pada 1 April 1997.
Pernyataan itu dibubuhi tanda tangan Munawir Sjadzali sebagai Ketua Komnas HAM – menggantikan Ali Said yang wafat pada 1996 – dan Baharuddin Lopa selaku Sekretaris Jenderal.
Komnas HAM menyatakan telah menerima beberapa laporan tentang “kemungkinan” terjadinya pelanggaran HAM terhadap anak-anak pemain sirkus di lingkungan OCI di Cisarua, Bogor. Mereka berkata telah membentuk tim untuk memantau kasus tersebut.
Pemantauan dilakukan baik melalui dengar pendapat dari para pengelola OCI maupun dengan cara mempertemukan para pengelola dengan para pelapor serta saksi. Kedua pihak dipertemukan di kantor Komnas HAM, Jakarta.
Komnas HAM menyatakan OCI telah melakukan sejumlah pelanggaran HAM terhadap anak-anak pemain sirkus. Pelanggaran yang disebutkan adalah terhadap hak anak untuk mengetahui asal-usul, identitas, dan hubungan kekeluargaan; hak anak untuk bebas dari eksploitasi yang bersifat ekonomis; hak anak untuk memperoleh pendidikan umum yang layak; serta hak anak untuk mendapatkan pelindungan keamanan dan jaminan sosial yang layak.
Di sisi lain, Komnas HAM memahami budaya lingkungan sirkus “yang sangat mengutamakan rasa kekeluargaan yang erat, rasa penderitaan yang sama dan disiplin yang keras”. Komnas HAM juga berkata bisa memahami sikap pengelola OCI yang “mengedepankan keinginan untuk menolong anak-anak terlantar” dalam rekrutmen atlet sirkus.
Dalam kronologi tertulis dari pendamping korban OCI, dikatakan bahwa para pemilik dan/atau pengelola OCI mengambil dan memisahkan lebih dari 60 anak-anak berusia 2 – 4 tahun dari orang tua mereka. Kemudian di usia 4 – 6 tahun, mereka diduga dipekerjakan tanpa upah, tidak disekolahkan, dan tidak diberi tahu identitas aslinya.
Atas pelanggaran sejumlah hak asasi anak, Komnas HAM merekomendasikan beberapa hal. Salah satu di antaranya adalah agar OCI bekerja sama dengan instansi-instansi terkait untuk mencegah dan mengakhiri perbuatan yang “cenderung menimbulkan” pelanggaran HAM.
Komisi juga meminta OCI memperjelas asal-usul anak-anak pemain sirkus, serta menghentikan metode latihan dan pendisiplinan yang menjurus ke arah kekerasan mental maupun fisik.
Hingga saat ini, kasus pekerja OCI belum juga menemukan titik terang. Dalam perkembangannya, polisi pernah melakukan penyidikan tindak pidana terhadap kasus ini. Namun, menurut keterangan terbaru Komnas HAM, Direktorat Reserse Umum Polri menghentikan proses tersebut pada 1999.
Pihak OCI juga belum memenuhi tuntutan ganti rugi para korban. Pada Desember 2024, Komnas HAM menerima pengaduan dari kantor hukum Ari Seran Law Office yang mewakili para korban. Ganti rugi yang diminta adalah sebesar Rp 3,1 miliar untuk sejumlah korban.
Tony Sumampau, komisaris Taman Safari Indonesia yang mewakili OCI, mengklaim OCI mengalami pemerasan oleh pihak eks pekerja yang melayangkan tuduhan kepada perusahaan tersebut. Ia telah menyatakan OCI akan mengambil langkah hukum atas tuduhan-tuduhan tersebut.
Komnas HAM lantas mengambil sikap berbeda dibandingkan era 1997 dalam kasus ini. Penyelesaian kasus secara hukum dan kompensasi untuk korban dinilai perlu.
“Komnas HAM meminta agar kasus ini diselesaikan secara hukum atas tuntutan kompensasi untuk para mantan pemain OCI,” demikian kutipan dari pernyataan sikap Komnas HAM pada 17 April 2025.
Pertimbangan yang digunakan adalah “kasus ini telah berlangsung lama dan belum mendapatkan penyelesaian secara mestinya”.
Selain penyelesaian secara hukum, Komnas HAM juga meminta pihak OCI memperjelas asal-usul, identitas, serta hubungan kekeluargaan para pemain sirkus OCI.
Komnas HAM menegaskan bahwa pelatihan keras terhadap anak-anak tidak boleh menjurus pada penyiksaan. “Bilamana hal ini dilakukan maka telah terjadi pelanggaran hak anak,” kata Uli Parulian Sihombing, Koordinator Subkomisi Penegakan HAM dalam pernyataan tersebut.
Komisi juga berpandangan anak-anak pemain sirkus mengalami pelanggaran atas hak untuk memperoleh pendidikan yang layak, serta hak untuk memperoleh pelindungan keamanan dan jaminan sosial sesuai peraturan perundangan-undangan yang ada.
Pilihan Editor: Beda Paham Polisi dan Jaksa Mengusut Korupsi Pagar Laut
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini