Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KETUA Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Muhammad Isnur sudah memprediksi kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi bakal memburuk sejak disahkannya revisi Undang-Undang KPK pada 2019. Perubahan organisasi, termasuk profil pimpinan dan pegawai serta kemunculan Dewan Pengawas KPK, menjadi tolok ukur kemunduran KPK. “Ini masa terburuk KPK dari semua periode,” ujarnya pada Jumat, 16 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mencontohkan kasus etik yang menjerat dua pemimpin KPK, yakni Firli Bahuri dan Lili Pintauli Siregar. Belakangan, Firli malah menjadi tersangka kasus pemerasan di Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya. Perilaku ini diduga merembet ke bawah. Buktinya, 90 pegawai rumah tahanan KPK terbukti menerima suap. Tapi Dewan Pengawas KPK hanya menjatuhkan sanksi mereka meminta maaf kepada publik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jumlah penanganan kasus korupsi pun menurun. Sepanjang 2023, KPK hanya menggelar delapan operasi tangkap tangan. Jumlah tersebut menurun dibanding pada 2019 yang mencapai 21 operasi. Tahun lalu, KPK hanya menggelar penyelidikan 73 kasus korupsi. Jumlah tersebut lebih rendah dibanding pada 2019 yang mencapai 142 kasus.
Isnur menjelaskan, meski beberapa kasus dapat diungkap KPK, secara keseluruhan kinerja komisi antirasuah masih buruk. Dia mencontohkan perkara bantuan sosial Covid-19 yang melibatkan mantan Menteri Sosial, Juliari Batubara. Pengungkapan kasus itu dianggap tak tuntas. KPK juga tak kunjung berhasil menangkap Harun Masiku yang menjadi buron bertahun-tahun. “Ini memalukan sekali,” ucapnya.
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Zaenur Rohman, menuturkan, lima tahun terakhir, KPK jarang menangani kasus kakap. Contohnya kasus yang melibatkan petinggi penegak hukum, kasus dengan jumlah kerugian negara yang besar, dan perkara yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak
Zaenur mencatat KPK hanya berhasil mengungkap tiga kasus besar, yakni bantuan sosial Covid-19, korupsi hakim agung, dan kasus yang melibatkan mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo. “Tidak ada kasus besar lain,” tuturnya.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, menyoroti indeks persepsi korupsi Indonesia yang kembali mendapatkan skor 34 dari Transparency International pada 2023. Padahal Indonesia sempat mencapai skor 40 pada 2019. Tapi angka itu menurun pada tahun berikutnya. “Ini menandakan pemberantasan korupsi berjalan mundur,” ucapnya. Kurnia juga menuding revisi Undang-Undang KPK sebagai biang keladi melemahnya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Wakil Ketua KPK periode 2015-2019, Laode Muhammad Syarif, menganggap kasus etik Lili Pintauli Siregar dan Firli Bahuri makin membuat kinerja komisi antirasuah terpuruk. Penyebabnya adalah terbatasnya kewenangan Dewan Pengawas untuk memecat pegawai. “Ini semacam kemandulan karena di zaman saya KPK bisa memecat pegawai yang melanggar etik,” katanya.
Tapi Laode juga memberi catatan positif. Ia mencontohkan penanganan kasus bansos Covid-19 di Kementerian Sosial; suap benur yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo; serta penuntasan kasus korupsi mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe. “Kasus Lukas Enembe sudah ada sejak zaman saya, jadi harus diapresiasi,” ujarnya.
Menanggapi menurunnya indeks persepsi korupsi, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan pemberian skor itu menjadi cambuk bagi KPK. Ia menganggap upaya pemberantasan korupsi tidak cukup dilakukan dengan cara biasa. “Butuh komitmen konkret dan dukungan penuh semua elemen,” ucapnya.
Ketua sementara KPK, Nawawi Pomolango, mengatakan lembaganya tetap bekerja keras. Pada 2023, timnya menangani delapan kasus pencucian uang. Uang yang dapat diselamatkan dan masuk ke kas negara mencapai Rp 525 miliar. “Itu sumbangsih pemberantasan korupsi yang dimasukkan ke kas negara,” tuturnya.
Nawawi mengatakan KPK juga telah mengusut beberapa kasus menonjol. Di antaranya kasus suap tanah pejabat Badan Pertanahan Nasional di Riau, kasus suap di Mahkamah Agung, dan korupsi mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe. Ada pula gratifikasi di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang melibatkan Rafael Alun Trisambodo hingga kasus pemerasan mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Jalan Mundur Komisi Antirasuah"