Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HAMPIR dua bulan berlalu, Presiden Joko Widodo tak menunjukkan tanda-tanda akan menyetorkan nama pengganti Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri ke Dewan Perwakilan Rakyat. Padahal masa tugas pimpinan KPK periode ini akan berakhir pada 20 Desember mendatang. “Sampai sekarang Presiden belum bersurat kepada pimpinan DPR,” ujar Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Ahmad Sahroni pada Sabtu, 17 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jokowi memberhentikan Firli lewat keputusan presiden yang diteken pada 28 Desember 2023. Firli diberhentikan lantaran Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya menetapkan purnawirawan komisaris jenderal itu sebagai tersangka kasus pemerasan mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo. Sesuai dengan Pasal 32 Undang-Undang KPK, setiap pemimpin yang menjadi tersangka akan langsung diberhentikan. Hingga kini penyidikan kasus Firli masih berjalan di kepolisian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sahroni mengklaim tak paham alasan Jokowi belum menyerahkan nama pengganti Firli. Undang-Undang KPK memang tak mengatur batas waktu penyerahan nama. Tapi pengganti Firli perlu ditentukan agar kursi pimpinan yang kosong segera terisi. Makin diulur, masa tugas pengganti Firli akan makin singkat. “Kalau terlalu lama, lebih baik tak perlu pengganti karena masa tugas pimpinan KPK tinggal beberapa bulan lagi,” kata anggota Fraksi Partai NasDem itu.
Luthfi Jayadi Kurniawan di ruang rapat Komisi Hukum DPR, Senayan, Jakarta, 12 September 2019./Antara/Nova Wahyudi
Anggota Fraksi Partai Demokrat, Benny Kabur Harman, punya pandangan serupa. Ia menyarankan Jokowi berfokus membentuk panitia seleksi calon pimpinan KPK periode 2024-2029 ketimbang mencari pengganti Firli. Pertimbangannya juga sama: masa tugas pimpinan KPK tinggal sepuluh bulan lagi. “Lebih baik mencari tokoh baru yang berintegritas karena korupsi sekarang makin jahanam,” tuturnya.
Lambatnya pengajuan nama pengganti Firli sempat menjadi gunjingan di Senayan. Beberapa anggota DPR yang ditemui secara terpisah mengatakan sejumlah fraksi sudah menyiapkan skenario untuk menjegal nama yang akan diajukan Jokowi. Penyebabnya, perpecahan partai koalisi pendukung pemerintah.
Di awal masa pemerintahannya, Jokowi didukung sepuluh partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju. Koalisi ini ambyar lantaran partai pendukung masing-masing menjagokan calon presiden dalam Pemilihan Umum 2024.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, partai utama pengusung Jokowi, mencalonkan pasangan Ganjar Pranowo-Mohammad Mahfud Mahmodin bersama Partai Persatuan Pembangunan. Sebelumnya PPP juga masuk ke koalisi pendukung Jokowi. Anggota koalisi lain, Partai NasDem dan Partai Kebangkitan Bangsa, mengusung pasangan Anies Rasyid Baswedan dan Abdul Muhaimin Iskandar.
Sementara itu, Jokowi berkoalisi dengan Partai Gerindra, Partai Golkar, dan Partai Amanat Nasional untuk mencalonkan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Menurut hasil penghitungan sementara Komisi Pemilihan Umum hingga Sabtu sore, 17 Februari 2024, Prabowo-Gibran unggul dengan meraih 57,9 persen suara.
Seorang politikus di Senayan mengatakan fraksi berencana mengempang usulan nama pengganti Firli karena Jokowi ditengarai sudah menyiapkan skenario yang akan menguntungkan koalisinya. Jokowi diduga sudah mengutus orang kepercayaannya untuk berkomunikasi dengan calon pengganti Firli. Mereka diminta berkomitmen untuk menyelesaikan perkara tertentu.
Salah satunya komitmen untuk segera menangkap Harun Masiku. Harun adalah kader PDIP yang terseret kasus suap mantan komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Ia menghilang di tengah proses penyidikan dan ditetapkan sebagai buron KPK pada 29 Januari 2020.
Juru bicara KPK, Ali Fikri, membenarkan kabar bahwa KPK tengah berupaya menangkap Harun Masiku. Penyidik sudah memeriksa kembali Wahyu Setiawan pada 28 Desember 2023. Tapi Ali membantah anggapan yang menyebut tugas penindakan KPK dalam kasus itu disetir untuk kepentingan politik. “Saya pastikan tim penyidik bekerja secara profesional berdasarkan petunjuk pembuktian,” ujarnya.
Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di Komisi Hukum DPR, Muhammad Nasir Djamil, tak menampik adanya ancang-ancang sejumlah fraksi untuk merespons nama pengganti Firli. Ia juga mendengar adanya manuver untuk menggiring kasus di KPK agar partai politik yang kini berseberangan dengan pemerintah kian tersudut. “Isu itu memang muncul. Tapi kayak orang buang angin: wujudnya tak tampak, aromanya saja yang terasa,” katanya.
Nasir berharap kabar angin itu berhenti setelah Jokowi mengajukan nama pengganti Firli ke DPR. Ia menganggap prosesnya tak sulit. Proses penjaringan dan penyerahan nama bisa didelegasikan kepada Kementerian Sekretariat Negara. “Bolanya sekarang ada pada Presiden,” tuturnya.
Keruwetan pengajuan nama pengganti Firli ini merupakan imbas putusan Mahkamah Konstitusi tentang perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK. Sebelumnya masa jabatan KPK hanya empat tahun. Firli dan pimpinan KPK lain seharusnya sudah diganti pada 10 Desember 2023. Namun, lewat putusan Nomor 112/PUU-XX/2022, MK menyatakan masa jabatan komisioner KPK menjadi lima tahun. Keputusan ini menyebabkan pergantian pimpinan KPK selalu berdekatan dengan proses pemilihan umum.
Anggota Komisi Hukum lain, Taufik Basari, mengatakan putusan MK tersebut seharusnya tidak berlaku surut dan diterapkan pada periode berikutnya. “Maka nanti saja dicari pengganti Firli, sekalian dengan pemilihan pimpinan baru,” ucap anggota Fraksi Partai NasDem itu.
Ali Fikri juga meminta Presiden Jokowi mengkaji ulang daftar kandidat pengganti Firli. Sebab, putusan MK tak secara spesifik menyebut turut memperpanjang masa berlaku antrean nama hasil seleksi calon pimpinan KPK pada 2019. “Jangan sampai pemilihan nama pengganti itu berimbas pada putusan pimpinan KPK,” katanya.
Merujuk pada Pasal 33 Undang-Undang KPK, nama calon pengganti harus diajukan presiden kepada DPR dengan mempertimbangkan hasil uji kepatutan dan kelayakan periode sebelumnya. Peluang tersebut terbuka bagi kandidat yang gagal masuk daftar lima besar peraih suara terbanyak di DPR.
Ini bukan pertama kali presiden harus mencari kandidat pengganti pimpinan KPK. Pada September 2022, penjaringan nama juga dilakukan untuk mengisi kursi Wakil Ketua KPK yang ditinggalkan Lili Pintauli Siregar. Lili mengundurkan diri usai terseret kasus gratifikasi balapan MotoGP Mandalika. Kursi yang ditinggalkan Lili lalu diisi oleh mantan jaksa, Johanis Tanak. Johanis merupakan satu dari lima nama yang tersisa dari seleksi pada 2019.
Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan Presiden Jokowi sebenarnya sudah mengantongi kandidat pengganti Firli. Nama-nama mereka diambil dari calon pimpinan KPK yang telah menjalani uji kepatutan dan kelayakan di DPR pada 2019 tapi tak terpilih. “Itu pun sejauh memenuhi syarat,” ujarnya pada 31 Desember 2023.
Keempat kandidat yang tersisa tersebut adalah Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur I Sigit Danang Joyo; mantan Direktur Malang Corruption Watch, Luthfi Jayadi Kurniawan; Inspektur Utama Badan Pemeriksa Keuangan I Nyoman Wara; dan dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Roby Arya Brata. “Dari empat nama itu, Presiden bakal mengkonfirmasi ulang sebelum menyerahkan surat kepada DPR,” tutur Ari.
Diwawancarai terpisah, dua orang yang mengetahui proses penjaringan pengganti Firli mengatakan Presiden Joko Widodo sudah mengutus Menteri Sekretaris Negara Pratikno untuk menemui para kandidat. Mereka ditemui di Jakarta dan Surabaya, Jawa Timur. Selain menanyakan kesediaan mereka sebagai calon, pertemuan itu membahas sejumlah agenda pemberantasan korupsi yang menjadi perhatian pemerintah.
Nama Sigit Danang Joyo dan Luthfi Jayadi Kurniawan digadang-gadang sebagai kandidat utama pengganti Firli. Sebab, keduanya berada di urutan keenam dan ketujuh saat penghitungan suara di DPR. Sigit meraup 17 suara, sementara Luthfi mengantongi 7 suara. Adapun I Nyoman Wara dan Roby Arya Brata tak mendapatkan satu pun suara. Namun hasil pemungutan suara tersebut tak sepenuhnya bisa menjadi rujukan. Sebab, Johanis Tanak, pengganti Lili Pintauli, tak mendapatkan suara dalam pemilihan di DPR.
Sigit membenarkan kabar bahwa ia pernah berkomunikasi dengan utusan Presiden. Namun ia enggan menyampaikan isi pembicaraan tersebut. Ia menyerahkan keputusan itu kepada Jokowi. “Saya yakin semua kandidat sudah diajak bicara membahas kesediaan sebagai kandidat,” ujarnya.
Sigit Danang Joyo di Surabaya/Antara/HO-Kanwil DJP Jatim I
Sementara itu, Luthfi memilih irit bicara. “Saya sudah tidak mau ngomong,” katanya. Hingga Sabtu, 17 Februari 2024, Nyoman dan Roby tak kunjung merespons permohonan wawancara Tempo.
Menteri Pratikno juga tak merespons permintaan konfirmasi Tempo. Surat permohonan wawancara yang dikirim ke akun WhatsApp-nya tak kunjung dijawab. Panggilan telepon pun tak berbalas. Permohonan wawancara juga dikirim lewat Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana. Tapi tak ada tanggapan. Kepada wartawan, Ari pernah menyatakan daftar nama kandidat masih dikaji Presiden. “Setelah itu, surat presiden segera kami kirim kepada DPR,” tuturnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Fajar Pebrianto, Moh. Khory, dan Eko Widianto berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Timang-timang Pengganti Firli"