Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi III DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Wayan Sudirta mendorong agar regulasi tentang gaji hakim diatur melalui undang-undang. Sebab, kata dia, skema pengaturan lewat peraturan pemerintah yang selama ini berlaku tidak relevan dengan status hakim sebagai pejabat negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Wayan, pengaturan gaji hakim melalui UU lebih memberikan kepastian hukum. "Jikalau layak, apakah mungkin DPR menyusun RUU tentang Jabatan Hakim dan dimasukan dalam prolegnas. Kalau mungkin, DPR akan mengupayakan," katanya saat rapat dengar pendapat Komisi III bersama perwakilan Solidaritas Hakim Indonesia, Selasa, 8 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jika proses RUU tersebut mandek atau memakan waktu lama, Wayan menawarkan solusi lain yakni memasukkan klausul gaji hakim dalam perubahan UU yang terkait dengan kekuasaan kehakiman. Menurut dia, DPR bisa mengusulkan perubahan terhadap UU Mahkamah Agung atau UU Kekuasaan Kehakiman.
Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman punya pandangan lain. Benny mengatakan saat ini status hakim sebagai pejabat negara memang sudah diatur dalam UU tentang Kekuasaan Kehakiman.
Namun demikian, dia mengatakan perlu adanya UU yang khusus mengatur tentang jabatan hakim. Menurut dia, ketika status hakim sebagai pejabat negara diatur dalam UU, maka segala protokoler dan fasilitas yang diterima hakim sebagai pejabat negara akan menyesuaikan.
"Usul saya untuk mengatasi tuntutan hakim, kita segera mengusulkan RUU Jabatan Hakim. Saya memahami presiden terpilih sangat memperhatikan persoalan ini," kata Benny.
Benny mengatakan aturan turunan dalam UU Kekuasaan Kehakiman, yakni PP 94/2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim, tidak sejalan dengan status hakim sebagai pejabat negara. Sebab dalam Pasal 3 ayat (2) PP 94 Tahun 2012 disebutkan ketentuan besaran gaji pokok hakim sama dengan ketentuan gaji Pegawai Negeri Sipil.
Kendati demikian, kata Benny, jika usulan pengaturan status jabatan hakim sebagai pejabat negara diatur lewat UU, maka hal itu akan berdampak terhadap sistem penerimaan hakim. Menurut dia, sebagai pejabat negara, proses rekrutmen hakim berbeda dengan proses seleksi PNS, sebagaimana yang selama ini berlaku.
"Maka kita harus mengubah sistem dan rekruitmen hakim. Di situlah persoalan, dan ini harus teman-teman ketahui bahwa tidak sesederhana itu," katanya.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan akan segera memproses RUU Jabatan Hakim tersebut. "Kita akan secepatnya meluncurkan kembali RUU Jabatan hakim di periode DPR yang baru saat ini," kata Dasco saat ditemui usai rapat.
Dasco mengatakan DPR akan menyampaikan hasil pertemuan dengan para hakim tersebut kepada presiden Jokowi dan presiden terpilih Prabowo Subianto. Adapun Prabowo Subianto sebelumnya menyatakan keseriusannya untuk meningkatkan kesejahteraan hakim.
"Ini bukan janji karena kampanye sudah selesai, jadi saya tidak perlu janji-janji. Jadi saya minta para hakim sabar sebentar," kata Prabowo melalui sambungan telepon kepada Sufmi Dasco Ahmad, yang turut didengarkan perwakilan hakim di ruang Komisi III DPR, Selasa, 8 Oktober 2024.
Prabowo berjanji akan tancap gas meningkatkan kesejahteraan hakim ketika resmi dilantik. Dia mengaku kesejahteraan hakim sudah menjadi perhatiannya sejak lama.
Menurut Prabowo, kesejahteraan hakim harus ditingkatkan agar independensi mereka tidak gampang disogok dalam menangani perkara. "Karena supaya negara kita bisa hilangkan korupsi, para hakim tidak bisa disogok, para hakim tidak bisa dibeli, para hakim harus terhormat dan para hakim harus mendapatkan perhatian dari negara," kata Prabowo.
Pilihan editor: Kun Wardana: Program Internet Gratis Tidak Muluk-Muluk