Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terkait mantan Gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek Ishak, yang wafat pada Ahad, 22 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, Awang Faroek telah beberapa kali dipanggil oleh penyidik KPK terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) di Kalimantan Timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"KPK turut berduka cita atas berpulangnya Sdr. Awang Faroek Ishak. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan," kata juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangan tertulis, Senin, 23 Desember 2024. Tessa menyebut KPK akan menerbitkan SP3 terhadap Awang Faroek setelah menerima surat kematian dan diproses secara administrasi.
Profil Awang Faroek Ishak
Awang Faroek Ishak adalah mantan Gubernur Kalimantan Timur yang memimpin selama dua periode, dari 2008 hingga 2018. Lahir di Tenggarong pada 31 Januari 1948, ia merupakan anak ke-11 dari 13 bersaudara dan putra pasangan Awang Ishak serta Dayang Johariah, tokoh Pamong Praja di Kalimantan Timur. Saat ini, ia berusia 76 tahun.
Awang Faroek menikah dengan Ence Amelia Suharni dan dikaruniai tiga anak: Awang Ferdian Hidayat, Dayang Donna Walfiares Tania, serta Awang Fauzan Rahman.
Pendidikan Awang dimulai di Sekolah Rakyat di Tarakan, dilanjutkan ke SMP dan SMA di Tenggarong. Ia menyelesaikan studi sarjana di IKIP Malang pada 1973, meraih Magister Manajemen pada 1997, dan Magister Ketahanan Nasional dari Universitas Indonesia pada 1998. Ia juga dikenal sebagai lulusan terbaik dari SESPANAS (1990) dan KRA LEMHANAS (1992).
Dalam dunia akademik, ia pernah mengajar di Universitas Mulawarman dan Universitas Tujuh Belas Agustus 1945 Samarinda, serta menerima gelar profesor tamu dari Universitas Victoria, Melbourne.
Karier birokrasi Awang dimulai sebagai staf di Kantor Gubernur Kalimantan Timur pada 1973, kemudian menjabat sebagai Dekan FKIP Universitas Mulawarman pada 1982. Ia juga pernah menjadi anggota DPR/MPR RI selama dua periode (1987–1997), Ketua Bapedalda Kaltim, dan Bupati Kutai Timur selama dua periode (2000–2008).
Gubernur Kalimantan Timur, ia memimpin bersama Farid Wadjdy pada periode pertama dan HM Mukmin Faisyal pada periode kedua, membawa berbagai kemajuan bagi provinsi selama masa kepemimpinannya.
Kasus Awang Faroek Ishak
Kejaksaan Agung pernah menetapkan Awang Faroek Ishak, yang saat itu menjabat sebagai Bupati Kutai Timur, sebagai tersangka kasus penyelewengan kas negara periode 2002–2008. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, M. Amari, menyatakan bahwa tindakan tersebut menyebabkan kerugian negara hingga Rp 576 miliar.
Setelah menyelesaikan masa jabatannya pada 22 September 2018, Awang menyebut bahwa program pembangunan yang ia inisiasi, seperti proyek jalur kereta api, bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan bersifat jangka panjang.
Pada Senin malam, 23 September 2024, KPK melakukan penggeledahan di kediaman Awang Faroek. Proses ini berlangsung selama sekitar lima jam, dimulai pukul 20.00 WITA dan berakhir pada pukul 00.45 WITA.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa penggeledahan tersebut menemukan sejumlah dokumen yang berkaitan dengan izin usaha pertambangan di Kalimantan Timur. Dugaan pelanggaran ini terjadi selama masa kepemimpinan Awang Faroek sebagai Gubernur Kalimantan Timur pada periode 2008–2018.
Pada Kamis, 24 Oktober 2024, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Awang Faroek terkait dugaan korupsi dalam penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) di Kalimantan Timur.
Selain Awang Faroek, KPK juga memanggil delapan saksi lainnya. Di antaranya adalah Ketua Kadin Kalimantan Timur, Dayang Donna Walfiaries Tania (DDW), Sekretaris Dinas Pertambangan dan Energi Kutai Kertanegara tahun 2010, Abdul Rahman (AR), Kepala Subbagian Arsip dan Ekspedisi 2010-2016, Asyuri (A), serta Kepala Dinas Kepemudaan dan Olahraga Kutai Kartanegara tahun 2016, Awang Ilham (AI).
Mutia Yuantisya, Michelle Gabriela, Ananda Ridho Sulistya, dan Sultan Abdurrahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini.