Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas kasus yang melibatkan mantan Gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek Ishak, yang meninggal dunia pada Minggu, 22 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, Awang Faroek beberapa kali diperiksa oleh penyidik KPK terkait dugaan korupsi dalam penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) di Kalimantan Timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"KPK turut berduka cita atas berpulangnya Sdr. Awang Faroek Ishak. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan," kata juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangan tertulis, Senin, 23 Desember 2024. Tessa menyebut KPK akan menerbitkan SP3 terhadap Awang Faroek setelah menerima surat kematian dan diproses secara administrasi.
Sebagai bagian dari penyelidikan, KPK juga melakukan penggeledahan di kediaman Awang Faroek pada Senin malam, 23 September 2024. Penggeledahan tersebut berlangsung dalam rangka pengumpulan bukti terkait kasus tersebut.
Apa itu SP3?
Dilansir dari business-law.binus.ac.id, terbitnya surat perintah penghentian penyidikan atau SP3 oleh Kepolisian merupakan surat pemberitahuan dari penyidik pada penuntut umum bahwa perkara dihentikan penyidikannya.
SP3 menggunakan formulir yang telah ditentukan dalam Keputusan Jaksa Agung No. 518/A/J.A/11/2001 tanggal 1 November 2001 tentang Perubahan Keputusan Jaksa Agung RI No. 132/JA/11/1994 tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana.
SP3 terbit ketika sudah adanya penetapan seseorang sebagai tersangka. Jika mengacu pada KUHAP, penghentian penyidikan merupakan kewenangan dari penyidik yang diatur dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP.
Alasan Diterbitkannya SP3
Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh penyidik untuk memberitahukan kepada penuntut umum bahwa proses penyidikan suatu perkara telah dihentikan. SP3 ini menggunakan format sesuai dengan Keputusan Jaksa Agung No. 518/A/J.A/11/2001, yang mengubah Keputusan Jaksa Agung RI No. 132/JA/11/1994 tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana.
SP3 biasanya diterbitkan setelah seseorang ditetapkan sebagai tersangka. Berdasarkan Pasal 109 ayat (2) KUHAP, penghentian penyidikan merupakan wewenang penyidik.
Ada tiga alasan utama penghentian penyidikan oleh kepolisian:
1. Tidak Cukup Bukti
Penyidikan membutuhkan setidaknya dua alat bukti yang sah, seperti keterangan saksi, dokumen, atau keterangan ahli, untuk melanjutkan kasus. Jika hasil pemeriksaan tidak memenuhi syarat ini, penyidikan dihentikan dengan alasan kurang bukti.
2. Bukan Tindak Pidana
Setelah dilakukan gelar perkara, penyidik dapat memutuskan bahwa kasus tersebut tidak termasuk tindak pidana, melainkan bersifat perdata atau administratif. Dalam hal ini, penyidikan dihentikan karena bukan merupakan tindak pidana.
3. Penghentian Demi Hukum
Kasus dapat dihentikan secara hukum jika tidak memenuhi ketentuan formal, misalnya jika perkara telah diputus sebelumnya, tersangka meninggal dunia, atau masa berlaku kasus (daluarsa) telah habis.
Menurut Pasal 109 ayat (2) KUHAP, prosedur pemberitahuan penghentian penyidikan berbeda tergantung pada pihak yang menghentikan:
- Jika penghentian dilakukan oleh penyidik Polri, pemberitahuan disampaikan kepada penuntut umum serta tersangka atau keluarganya.
- Jika dilakukan oleh penyidik PNS, pemberitahuan diberikan kepada penyidik Polri dan penuntut umum.
Karena SP3 termasuk salah satu objek praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 dan Pasal 77 KUHAP, serta sesuai dengan PERMA 4/2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan, pelapor atau kuasanya memiliki hak untuk mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri. Dalam gugatan tersebut, pemohon dapat meminta hakim untuk membatalkan SP3 dan memerintahkan agar penyidikan dilanjutkan.
Mutia Yuantisya berkontribusi dalam penulisan artikel ini.