Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BARTHOLOMEUS Toto mendapat kabar bakal menjadi tersangka dalam perkara suap proyek kota terencana Meikarta pada Juni lalu. Waktu itu, ia sedang beranjangsana ke salah satu kediaman koleganya. Si empunya rumah, menurut Toto, bercerita bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi sedang mengembangkan kasus Meikarta. “Kata dia, dari Lippo hanya Bartholomeus Toto yang bakal ditetapkan sebagai tersangka,” ujar Toto kepada Tempo pada September lalu.
Seperti nujuman, kabar itu menjadi kenyataan. KPK menetapkan mantan Presiden Direktur PT Lippo Cikarang itu sebagai tersangka suap Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin sebulan kemudian. Sejak itu, Toto menghitung hari. “Saya meyakini akan masuk penjara sebentar lagi,” ucapnya.
KPK menahan Toto setelah ia diperiksa sebagai tersangka pada Rabu, 20 November lalu. Sebelum masuk sel, Toto mengaku ikhlas. Ia juga meminta keluarganya ikhlas jika KPK menahannya. “Suap proyek Meikarta tetap terjadi meski bukan saya yang menjabat presiden direktur,” kata pria 53 tahun itu.
Pengusutan suap Meikarta terus bergulir sejak KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap sejumlah orang dari Lippo Group, Bupati Neneng, dan pejabat Kabupaten Bekasi, pertengahan Oktober 2018. Taryudi, konsultan Lippo Group, orang pertama yang ditangkap. Komisi antikorupsi menangkap Taryudi setelah ia menyerahkan uang suap sebesar Sin$ 90 ribu kepada Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Neneng Rahmi Nurlaili. Petugas juga menyita duit Rp 23 juta dan Sin$ 90 ribu dari mobil Taryudi.
Pada hari yang sama, tim penyidik menangkap konsultan Lippo Group lain, Henry Jasmen P. Sitohang dan Fitradjaja Purnama, di Surabaya. Tim juga menangkap Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Jamaluddin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Sahat Maju Banjarnahor, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Dewi Tisnawati, serta bekas Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Daryanto.
James/TEMPO/STR/Prima Mulia
Sehari berselang, KPK menahan Bupati Neneng dan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung memvonis kedelapan orang tersebut dengan hukuman dari 1 tahun 6 bulan hingga 5 tahun penjara. Belakangan, KPK menahan mantan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Iwa Karniwa, pada akhir Agustus lalu.
Pegawai dan konsultan Lippo Group diduga menyuap Bupati Neneng untuk memuluskan rencana detail tata ruang pembangunan proyek properti Meikarta di lahan seluas 774 hektare di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Jika disahkan, rencana detail tata ruang ini akan menghasilkan izin peruntukan penggunaan tanah (IPPT) di Meikarta.
Untuk memuluskan izin tersebut, pihak Lippo menggelontorkan Rp 10,5 miliar kepada para pejabat. Rencananya total suap itu mencapai Rp 20 miliar. Mereka yang menerima besel ramai-ramai mengembalikan uang itu. “Saya hanya tahu uang itu dari Lippo. Sudah saya kembalikan ke KPK,” ucap Neneng Hasanah Yasin seusai persidangan pada awal tahun ini.
Kepada Tempo, Bartholomeus Toto menyanggah terlibat dalam suap perizinan Meikarta. Ia mengatakan hanya menjalankan tugas administratif mewakili PT Lippo Cikarang. Menurut dia, direksi dan pejabat Lippo Group lain memiliki kewenangan administratif yang sama. “Tanpa saya, proses administrasi Meikarta tetap berjalan,” ujarnya.
Nama Toto disebut Kepala Divisi Akuisisi dan Perizinan Tanah PT Lippo Cikarang Edi Dwi Soesianto saat bersaksi dalam persidangan Neneng Hasanah Yasin pada -Fe-bruari lalu. Edi mengatakan Toto mengetahui dan menyetujui pemberian uang Rp 10,5 miliar untuk Bupati Neneng. “Setelah IPPT terbit, dilaporkan ke Pak Toto. Setelah itu, direalisasi uang tersebut secara bertahap,” ujar Edi saat di persidangan.
Edi mengaku mempertemukan pemilik Lippo Group, James Riady, dan Billy Sindoro dengan Bupati Neneng atas permintaan Toto. Mereka bertemu untuk “membereskan” berbagai urusan. Izin adalah salah satunya.
KPK mengungkap sadapan percakapan antara Edi dan Toto di pengadilan. Percakapan itu mengungkap percakapan telepon antara Toto dan Edi pada 6 Januari 2018. “Pak James sama Pak Billy mau ketemu Ibu. Kalau enggak besok, Senin. Tapi ngomongnya hati-hati, ya,” kata Toto dalam percakapan telepon itu.
Pembangunan gedung-gedung apartemen di kawasan Meikarta, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, 6 Oktober 2018./ antara/Hafidz Mubarak A
Atas perintah itu, Edi mengontak Kepala Biro Tata Ruang Kabupaten Bekasi Edi Yusuf Taufik. Ia meminta dipertemukan dengan Bupati Neneng. “Pak James dan Pak Billy mau ngadap Ibu. Suruh koordinir,” ujar Edi dalam percakapan itu. Taufik sempat menanyakan siapa Billy dan James. “Ya, itu sudah. Petinggi pokoknya. Di atasnya Pak Toto.”
Dalam dokumen persidangan, pertemuan itu disebutkan terjadi beberapa hari setelah Edi menelepon Taufik. James tiba di kantor PT Lippo Cikarang dengan menumpang helikopter. James, Billy, Toto, dan Edi berangkat ke kediaman Neneng menggunakan satu mobil.
James mengaku tidak sengaja bertemu dengan Bupati Neneng. Awalnya ia hanya berkunjung ke kantor pemasaran Meikarta di Cikarang. “Saya tanya Toto, ‘Mau ke mana?’ Dia bilang mau ke Bupati karena baru melahirkan,” ujar James saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung pada Februari lalu.
Masih dalam dokumen yang sama, James mengatakan pertemuan itu berlangsung 30-40 menit. Mereka membicarakan soal anak, pendidikan, dan keluarga. Saat itu, Neneng Hasanah Yasin baru saja melahirkan. Di pengadilan, Neneng mengaku mereka hanya membicarakan soal keluarga, bukan izin Meikarta.
Jaksa KPK, Yadyn, mengatakan pertemuan Bupati Neneng dengan James pada awal Januari itu sudah terencana. Mereka membicarakan proses perizinan proyek Meikarta. “Pertemuan itu dibenarkan juga oleh Neneng Hasanah Yasin sebelumnya. Mereka menampilkan gambar-gambar yang terkait dengan perizinan Meikarta,” tutur -Yadyn.
Saat itu, proyek Meikarta sudah berlangsung. Tapi Lippo belum mengantongi izin mendirikan bangunan. “Itu fakta, ya,” kata Yadyn.
•••
DI sebuah restoran di kawasan Cikarang, Kabupaten Bekasi, Bartholomeus Toto bertemu dengan Edi Dwi Soesianto dan seorang lainnya pada sekitar akhir Juni 2019. Saat itu, Toto belum berstatus tersangka. Mereka menyantap hidangan laut. Di ujung pertemuan, Toto mengungkap alasannya mundur sebagai Presiden Direktur PT Lippo Cikarang. Ia mengaku sedang bersiap menghadapi situasi terburuk.
Toto menyinggung kesaksian Edi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung soal suap Rp 10,5 miliar kepada Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin. Dia membantah keterangan Edi bahwa ia adalah otak pemberian suap. Menurut Toto, dalam pertemuan itu ia menjelaskan presiden direktur tak berwenang menentukan duit keluar dari perusahaan. Presiden direktur, kata Toto, adalah pegawai paling akhir yang mengetahui izin proyek.
Menurut Toto, dalam pertemuan itu Edi meminta maaf. Edi, dia menyebutkan, mengaku melemparkan tanggung jawab pencairan uang suap Rp 10,5 miliar kepada Toto. Dari Edi, Toto mengetahui bahwa suap tersebut melibatkan orang “atas” di Lippo Group. Omongan Edi terekam dalam perekam yang dinyalakan Toto diam-diam.
Toto membawa rekaman percakapan selama dua jam itu ke Kepolisian Resor Kota Besar Bandung pada 12 September 2019. Dia menganggap percakapan itu mengungkap fakta di balik kesaksian Edi saat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Kuasa hukum Toto, Supriyadi, mengatakan kliennya melaporkan Edi atas tuduhan dugaan fitnah dan pencemaran nama. “Kesaksian Edi di persidangan mengandung kebohong-an,” ujar Supriyadi.
Polisi merespons laporan itu dengan menetapkan Edi sebagai tersangka fitnah dan pencemaran nama. “Sesuai dengan pemeriksaan saksi dan gelar perkara, sudah kami tingkatkan ke penyidikan,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung Ajun Komisaris Besar Galih Indragiri.
Menurut Galih, penyidik sudah memanggil Edi. Namun Edi mangkir dari panggilan pertama itu. “Akan kami panggil kembali,” ujar Galih.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, menya-yangkan penetapan status tersangka Edi. Ia mengatakan KPK membuat nota kesepahaman dengan Kepolisian RI dan Kejaksaan Agung mengenai perlindungan saksi. “Ketiga lembaga menyepakati keterang-an saksi tidak dapat digugat secara pidana ataupun perdata,” katanya.
Febri mengatakan penetapan status tersangka terhadap Toto berdasarkan alat bukti yang sudah terkumpul. “Proses hukum di KPK pasti tidak disandarkan pada satu keterangan saksi karena kami ada bukti permulaan minimal dua,” ujarnya.
Edi tak merespons permintaan wawancara Tempo lewat telepon selulernya. Ia tak lagi bekerja di PT Lippo Cikarang. James Riady juga tidak merespons surat permohonan wawancara yang dikirimkan ke rumahnya di Imperial Klub Golf Karawaci, Tangerang, Banten.
Mochtar Riady, pendiri Lippo Group dan ayah James, enggan merespons pertanyaan Tempo soal suap proyek Meikarta setelah menjadi pembicara Indonesia Digital Conference di Djakarta Theater, Jakarta, pada Kamis, 28 November lalu. Ia bergegas masuk ke dalam mobil saat mendengar pertanyaan tersebut.
Dalam acara itu, Mochtar menyinggung soal proses perizinan di Indonesia. Ia mengatakan korupsi di Indonesia terjadi karena ada peran pembeli dan penjual otoritas. Pekerjaan KPK dinilai akan lebih ringan jika tak ada jual-beli perizinan. "Pertanyaan saya, memang orang Indonesia ini suka beli? Ndak suka beli, tapi dipaksa beli,” ujar pria 90 tahun itu. “Kalau you tidak ada sesuatu, saya tidak mau keluarkan izinnya.”
LINDA TRIANITA, IQBAL TAWAKAL LAZUARDI (BANDUNG)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bancakan ‘Meja Kerja’ Meikarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo