Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mantan Presiden Direk-tur PT Lippo Cikarang, Bar--tholomeus Toto, men-jadi tersangka kesepuluh suap izin proyek Meikarta. Komisi Pemberantasan Korupsi memegang bukti kuat peran Toto. Salah satunya kesaksian Kepala Departemen Akuisisi dan Perizinan Tanah PT Lippo Cikarang Edi Dwi Soesianto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung. Edi mengatakan Toto menyetujui pencairan uang suap untuk Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin.
Toto melaporkan Edi ke Kepolisian Resor Kota Besar Bandung karena kesaksian itu. Menurut pengacara Toto, Supriyadi, Edi telah mengarang cerita. Ia mengatakan tidak ada yang mampu mengungkap asal-usul uang suap senilai Rp 10,5 miliar tersebut. “Tidak pernah terungkap siapa dan di mana penyerahan uang suap itu,” kata Supriyadi kepada Linda Trianita dari Tempo, Rabu, 27 November lalu.
Mengapa klien Anda mengadukan bekas koleganya ke kepolisian?
Kesaksian Pak Edi Dwi Soesianto menja-dikan Pak Toto sebagai tersangka penyuap-an. Itu tidak benar. Pak Toto tidak tahu apa-apa. (Edi mengaku menerima uang suap Rp 10,5 miliar atas persetujuan Toto saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung pada 11 Februari 2019.)
Apa buktinya?
Kami memiliki rekaman pengakuan Edi. Ada juga keterangan saksi lain yang mendu-kung klien kami.
Benarkah Toto pernah meminta Edi meng-atur pertemuan antara James Riady, Billy Sindoro, dan Bupati Neneng Hasanah Yasin?
Iya. Namun pertemuan itu tidak memba-has soal suap dan izin Meikarta. Mereka me--ngunjungi Bu Neneng yang baru melahir-kan. Bu Neneng juga mengatakan yang sa--ma saat di pengadilan. (James Riady dalam persidangan mengatakan -pertemuannya de--ngan Neneng hanya kebetulan. Edi menye-butkan pertemuan itu atas permintaan Toto.)
Klien Anda memimpin perusahaan yang diduga menyuap bupati. Apakah dia memang tidak mengetahuinya?
Dia tidak mengetahui. Klien kami telah dizalimi.
Mengapa klien Anda tidak mengetahui anak buahnya melobi pejabat soal izin Meikarta?
Dia presiden direktur di perusahaan terbuka. Logikanya perusahaan terbuka tidak berani melakukan pelanggaran hukum. Itu uang besar dan masuk ke laporan keuangan. Dia pun tidak mengurusi izin.
Siapa yang bertanggung jawab atas perizinan kalau bukan presiden direktur?
Pak Toto memang menjabat pucuk pemimpin korporasi. Namun ia tidak mengetahui suap itu.
Jadi dari mana uang suap Rp 10,5 miliar itu?
Nah, ini yang harus dicari. Perusahaan tidak pernah mengeluarkan uang itu. Pengadilan juga tidak mengungkap sumber uang.
Ada saksi mengatakan uang suap itu diserahkan oleh sekretaris Pak Toto. Tanggap-an Anda?
KPK hanya menyita uang Rp 1,5 miliar saat operasi tangkap tangan. Tidak ada yang mengetahui asal uang. Ini delik suap yang berpasangan. Tidak mungkin ada penerima kalau tidak ada pemberi. Begitu juga sebaliknya. Menurut kami, ada yang terputus sehingga tidak terang-benderang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo