Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Jakarta, Fadhil Alfathan mengatakan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) mendapat ancaman pembunuhan setelah terkena doxing dari akun anonim di media sosial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Doxing itu terjadi seusai peneliti ICW bernama Diky Anandya mengomentari Presiden ke-7 Joko Widodo masuk dalam nominasi tokoh terkorup versi Organize Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fadhil menyebut ancaman pembunuhan itu terjadi akibat nomor teleponnya tersebar. “Jadi setelah datanya disebar mulai muncul ancaman (kepada Diky Anandya). Bahkan ada ancaman pembunuhan dan lain sebagainya,” kata Fadhil saat ditemui di Mabes Polri, Jakarta, Senin, 13 Januari 2025.
Fadhil bersama Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) dan ICW sudah melaporkan tindakan doxing yang menyasar Diky Anandya ke Badan Reserse Kriminal atau Bareskrim Polri. Pelaporan ini bertujuan untuk menceritakan peristiwa doxing itu dan meminta kepolisian mengusutnya hingga tuntas.
Menurut Fadhil tindakan doxing itu tidak bisa dilihat hanya sebagai serangan siber biasa. Dia mewanti-wanti adanya kemungkinan di kemudian hari yang berisiko terhadap keselamatan korban doxing itu.
“Bukan sekadar serangan digital, tapi ini juga harus dilihat sebagai potensi serangan fisik. Sehingga kami meminta perlindungan otoritas ke yang berwenang, dalam hal ini Bareskrim Polri sebagai penegak hukum,” kata Fadhil.
Fadhil menganggap doxing ini harus menjadi catatan yang serius bagi aparat penegak hukum untuk menuntaskan perkara tersebut. Sebab tidak jarang aktivitas doxing ini menjadi kekhawatiran bagi aktivis di masa kini.
Koordinator Divisi Kampanye Publik ICW, Tibiko Zabar mengatakan pernyataan Diky soal Jokowi itu adalah representasi dari sikap ICW sebagai lembaga yang fokus dalam isu hukum dan korupsi. Namun pernyataan ini justru berujung terhadap tindakan doxing kepada penelitinya.
"Masuknya nama Presiden Jokowi dalam OCCRP itu, direspons oleh peneliti ICW lewat siaran pers. Kemudian langsung bersambut dengan upaya doxing seperti itu," kata Tibiko saat melaporkan kasus ini ke Mabes Polri, Senin, 13 Januari 2025.
Tibiko menilai tindakan doxing yang menyebarluaskan data pribadi seseorang itu sebagai pelanggaran hukum. Selain itu, kata dia, tindakan ini terkesan sebagai sikap antikritik terhadap pernyataan peneliti ICW yang menyinggung nama Jokowi sebagai nominasi terkorup versi OCCRP.
"Kami menilai doxing ini bagian dari upaya mengaburkan pesan atau kritik yang hendak disampaikan oleh ICW atau masyarakat sipil lainnya," ujar Tibiko.
Adapun soal Jokowi masuk nominasi tokoh terkorup itu adalah hal yang lumrah dirilis oleh OCCRP. Organisasi ini rutin menerbitkan laporan nominasi setiap tahunnya yang memuat kepala negara atau tokoh berpengaruh lainnya di dunia.
Jokowi berada di urutan ketiga nominasi tokoh terkorup 2024 versi OCCRP setelah Presiden Suriah terguling Bashar al-Assad dan Presiden Kenya William Ruto. Tiga tokoh lain yang masuk daftar yaitu Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu; mantan Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina; dan pengusaha asal India, Gautam Adani.