Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BENTROKAN di Kota Bitung, Sulawesi Utara, pada Sabtu, 25 November lalu, menyisakan trauma bagi RA, 9 tahun. Ayahnya, Hamdani, mengatakan anaknya yang masih duduk di kelas IV sekolah dasar itu masih merasa cemas dua pekan belakangan. “Banyak anak lain yang juga terganggu psikologisnya,” ujar pria 49 tahun itu kepada Tempo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kericuhan terjadi di kawasan Sari Kelapa dan Pasar Kanopi, Kota Bitung. Hamdani tinggal di kompleks Sari Kelapa. Tempatnya hanya beberapa ratus meter dari lokasi konflik berdarah tersebut. Anak-anak turut menjadi korban trauma karena menyaksikan langsung baku serang dua kelompok bersenjata tajam itu. “Anak saya menangis, bahkan ada anak lain yang kencing di celana,” kata Hamdani.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saling serang kedua kelompok terjadi setelah Barisan Solidaritas Muslim (BSM) menggelar aksi damai mendukung Palestina pada Sabtu siang, 25 November lalu. Mereka memprotes serangan Israel ke Gaza sambil membawa bendera Palestina. Sebagian massa bersirobok dengan seratusan anggota masyarakat adat Makatana Minahasa yang sedang melintas di Jalan Yos Sudarso. Kelompok Makatana Minahasa tengah menuju Taman Kesatuan Bangsa untuk menggelar parade kebudayaan.
Sejumlah orang dari massa Makatana membawa bendera Israel. Kedua kelompok diduga saling memprovokasi. Adu mulut kemudian berujung bentrokan. Akibat peristiwa itu, Elvis Wagey, 64 tahun, meninggal akibat serangan benda tajam. Dua orang lain juga terluka. Elvis diklaim sebagai salah seorang tetua adat Kabupaten Minahasa.
Makatana Minahasa merupakan organisasi kepemudaan berbasis Minahasa-Kristen di Kabupaten Minahasa yang sudah menyebar di Sulawesi Utara. Sebelum bentrokan terjadi, mereka baru selesai merayakan hari jadi ke-12 di Gelanggang Olahraga Dua Saudara. Beberapa anggota Laskar Manguni Makasiouw hadir dalam perayaan tersebut.
Seusai acara, mereka berpawai menuju Taman Kesatuan Bangsa yang berjarak sekitar 8 kilometer dari GOR. Dalam perjalanan itulah mereka bersinggungan dengan massa dari BSM hingga akhirnya terjadi bentrokan di Sari Kelapa dan Pasar Kanopi.
Saat bentrokan terjadi, Hamdani sedang berada di rumah. Ia mendengar keributan lalu mendekati kerumunan massa. Tanpa ia sadari, RA membuntuti. Ia meneriaki putranya itu agar pulang. Tapi RA malah ketakutan. “Sambil menangis, dia bilang, ‘Nanti Ayah meninggal,’” ucap Hamdani.
Belakangan, Hamdani merasakan perubahan perilaku anaknya. Beberapa hari seusai bentrokan tersebut, RA meminta izin membawa gunting ke sekolah. Alasannya adalah melindungi diri jika terancam atau terjadi bentrokan.
Hamdani sadar anaknya mengalami trauma selepas bentrokan. Ia membawa anaknya mengikuti program trauma healing yang diadakan Pemerintah Kota Bitung dan aparat keamanan. “Ada sekitar 300 anak yang mengikuti kegiatan ini,” ujarnya.
Setelah bentrokan dua kelompok tersebut, Pemerintah Kota Bitung mengerahkan tim Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk membuat program penyembuhan trauma kepada anak-anak. Mereka juga menggandeng sejumlah tim psikolog, lembaga masyarakat sipil, serta personel Komando Distrik Militer 1310 dan Kepolisian Resor Kota Bitung. Ada pula tokoh agama. “Peran mereka sangat besar mendorong perdamaian,” tutur Wali Kota Bitung Maurits Mantiri.
Maurits mengatakan konflik di kotanya itu bukan hanya berdampak pada kejiwaan anak-anak. Peristiwa tersebut juga mengganggu perekonomian masyarakat. Dalam beberapa hari terakhir, masyarakat sulit mendapatkan barang kebutuhan karena banyak pedagang yang menutup usahanya. Agar perekonomian kembali pulih, Maurits meminta polisi melapis pengamanan. “Jangan sampai ada ketakutan ketika mereka bertransaksi,” ucapnya.
Suasana Kota Bitung seusai bentrokan massa pada 25 November 2023./Istimewa
Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Utara Inspektur Jenderal Setyo Budiyanto menilai situasi keamanan Bitung berangsur pulih setelah pihaknya mengerahkan personel pasukan tambahan dari Satuan Bhayangkara dan Brigade Mobil. Mereka juga mengajak prajurit Tentara Nasional Indonesia. Hingga kini mereka berjaga siang-malam. “Segala sumber daya kami kerahkan. Jangan sampai masalah ini merembet ke mana-mana,” kata Setyo.
Setyo juga mengingatkan masyarakat agar lebih selektif menyerap informasi yang beredar di media sosial. Sebab, masih banyak informasi palsu atau hoaks yang muncul di media sosial. Contohnya informasi berisi ujaran kebencian yang dibuat salah seorang anggota Laskar Manguni, Marco Kerundeng, di akun media sosialnya. Polisi lantas menangkap Marco yang berada di Kalimantan Timur pada Sabtu, 2 Desember lalu.
Polda Sulawesi Utara berupaya mendamaikan kedua kelompok dengan menggelar Forum Deklarasi Damai. Forum ini sebenarnya sudah diinisiasi sejumlah tokoh pada Sabtu malam, 2 Desember lalu. Namun forum ini dianggap belum melibatkan semua perwakilan masyarakat. Forum Deklarasi Damai ini menyepakati empat poin, antara lain penyelesaian konflik secara damai, mendukung penegakan hukum, dan menghindari provokasi.
Ketua Badan Pengurus Daerah Masyarakat Adat Makatana Minahasa Rocky Oroh menyambut baik pembentukan forum tersebut. Menurut dia, konflik tersebut tidak berkaitan dengan masalah agama. Ia mengaku sudah berupaya mencegah bentrokan terjadi. Selepas bentrokan, ia mengklaim sudah menginstruksikan anggotanya kembali ke gelanggang olahraga. “Saya minta mereka jangan menambah masalah lagi,” tuturnya.
Sekretaris Jenderal Barisan Solidaritas Muslim, Rio Efendi Turipno, turut menyambut ide Forum Deklarasi Damai. Rio mengungkapkan, konflik harus diakhiri guna menjaga budaya toleransi di Bitung yang sudah lama terbangun. “Bitung itu kota yang rukun. Contohnya, bangunan masjid dan gereja bisa berdiri berdampingan,” ujarnya.
Rio menjelaskan, BSM sudah dua kali menggelar aksi damai bela Palestina di Bitung. Kegiatan pertama berjalan damai pada Oktober lalu. Pada aksi November lalu, Rio juga mengklaim aksi mereka berjalan damai. Mereka membawa bendera Palestina dalam aksi tersebut. Beberapa tahun lalu, kelompok BSM sempat disorot karena berencana membentuk Front Pembela Islam Kota Bitung.
Rio membantah dugaan massa BSM terlibat bentrokan. Ia mengklaim massa BSM berangsur-angsur meninggalkan lokasi sebelum bentrokan terjadi. Ia juga membantah kabar bahwa massa BSM membawa senjata tajam. “Perlawanan terhadap masyarakat adat datang dari warga yang tinggal di sekitar kawasan itu,” ujarnya.
Lokasi bentrokan, Sari Kelapa dan Pasar Kanopi, didominasi masyarakat yang beragama Islam. Dari sejumlah informasi yang dikumpulkan Tempo, saat bentrokan terjadi, sekelompok orang terlihat merusak sebuah ambulans. Sebagian terlihat membawa senjata tajam. Sejumlah warga sekitar berbondong-bondong menuju lokasi perusakan. Mereka juga menenteng senjata tajam.
Rio menyesalkan sikap polisi yang sempat membiarkan masyarakat adat membawa senjata tajam saat parade kebudayaan. Ia beralasan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 melarang masyarakat membawa senjata tajam di ruang terbuka. Seharusnya parade kebudayaan cukup menggunakan senjata mainan. “Perlu ada aturan agar peristiwa kekerasan tersebut tak berulang,” ucapnya.
Panglima Besar Pasukan Manguni Makasiouw, Andy Rompas, mengklaim bentrokan dipicu masalah parkir kendaraan. Selepas massa Makatana dan Manguni menghadiri perayaan hari jadi di GOR Dua Saudara, mereka menggelar parade dan menghentikan iring-iringan kendaraan di rumah bersejarah Hukum Tua atau Kumtua, rumah ketua desa pertama di Kota Bitung. “Di sana, kami menggelar ritual adat sebagai penghormatan terhadap leluhur,” katanya.
Salah seorang warga menegur mereka untuk menertibkan kendaraan. Sesaat kemudian, cekcok terjadi. Gesekan membesar setelah salah seorang warga melempar botol mineral ke arah massa Makatana-Manguni. Akibat terprovokasi, sekelompok orang dari massa Makatana-Manguni mengejar pelempar yang melarikan diri ke gang permukiman warga. “Di situ anggota kami dihujani panah dan akibatnya seorang anggota kami tewas,” tutur Andy.
Sebelum bentrokan terjadi, Andy menambahkan, pihaknya memprotes aksi damai bela Palestina lantaran dilakukan bersamaan dengan perayaan hari jadi Makatana. “Tapi BSM tetap ngotot,” ujarnya.
Andy mengatakan Manguni Makasiouw memang bergabung dengan Makatana Minahasa yang tengah merayakan hari jadi. Andy membantah tuduhan bentrokan itu sudah direncanakan karena ada peserta yang membawa bendera Israel. “Kalau ada yang bawa bendera Israel, itu spontanitas saja,” ucapnya.
Konflik itu sempat memancing reaksi sejumlah anggota Laskar Manguni di Tondano, Kabupaten Minahasa. Daerah ini merupakan tempat kelahiran Elvis Wagey, korban tewas dalam bentrokan tersebut. Namun mereka dihadang aparat keamanan ketika melintasi perkampungan Tanggari, Kabupaten Minahasa Utara.
Ketua Umum Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bitung Raymon Charles Manoppo mengaku telah berkomunikasi dengan FKUB sejumlah kota lain, seperti Bolaang Mongondow, Minahasa Utara, dan Minahasa Tenggara, untuk menangkal potensi bentrokan. “Selaku perwakilan umat kristiani, saya juga mengimbau semua pendeta dan para gembala Kota Bitung mengkondisikan suasana damai bagi jemaat,” katanya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Meikel Pontolondo dari Bitung berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Adu Bendera di Parade Budaya"