Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

LBH Jakarta: Mahasiswa Korban Kekerasan Aparat saat Demo Tolak UU TNI Tuntut Pertanggungjawaban Polisi

LBH Jakarta menyatakan para mahasiswa korban kekerasan aparat saat demo tolak UU TNI akan menuntut pertanggungjawaban polisi.

30 Maret 2025 | 06.30 WIB

Polisi memukul mundur massa aksi yang menuntut pencabutan UU TNI dari gerbang utama DPR hingga depan Senayan Park, pada Kamis malam, 27 Maret 2025. Tempo/Hammam Izzuddin
Perbesar
Polisi memukul mundur massa aksi yang menuntut pencabutan UU TNI dari gerbang utama DPR hingga depan Senayan Park, pada Kamis malam, 27 Maret 2025. Tempo/Hammam Izzuddin

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Fadhil Alfathan mengatakan sejumlah mahasiswa yang menjadi korban kekerasan aparat pada saat demonstrasi tolak Undang-Undang TNI selama sepekan kemarin meminta bantuan hukum. “Rencana habis Lebaran kami mau kumpulkan semua mahasiswa (yang mengalami kekerasan) pada aksi 20 Maret kemarin dan 27 Maret untuk mendiskusikan langkah ke depan,” kata Fadhil kepada Tempo pada Sabtu, 29 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Fadhil mengatakan, mereka ingin menuntut pertanggungjawaban polisi atas kekerasan yang dialami pada saat aksi demonstrasi menolak UU TNI. Usai aksi 20 Maret 2025, LBH Jakarta mengunjungi Rumah Sakit Pelni untuk memastikan ada atau tidaknya korban. Dari kunjungan itu, mereka mendapati ada tiga mahasiswa yang dirawat karena mengalami kekerasan oleh polisi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Kemudian, LBH Jakarta juga menerima beberapa pengaduan akan pengunaan kekerasan oleh polisi saat aksi pada 27 Maret 2025. Menurut Fadhil, massa aksi mengalami kekerasan saat dipukul mundur oleh aparat ke Senayan Park. “Bentuk kekerasan rata-rata kekerasan fisik dengan tangan kosong maupun benda tumpul,” kata dia.

Fadhil mengakui, membuat laporan ke polisi perihal kekerasan yang dilakukan oleh anggotanya sendiri belum tentu membuahkan hasil. Sejak kekerasan aparat terjadi pada aksi Reformasi Dikorupsi pada 2019, LBH Jakarta telah berupaya melaporkan kekerasan yang dilakukan oleh aparat terhadap massa aksi. Tapi, menurut Fadhil, laporan itu tidak pernah ditindaklanjuti oleh kepolisian.

Masalahnya, kata Fadhil, polisi dinilai tidak pernah serius melakukan evaluasi terhadap kekerasan yang dilakukan anggotanya terhadap massa aksi. Dia pun menyebut Ombudsman seharusnya bisa mengambil langkah tegas. “Harusnya penanganan masa aksi yang tidak proporsional kemarin harusnya dinyatakan juga oleh Ombudsman sebagai maladministrasi,” kata dia.

Tak hanya mahasiswa, seorang pengemudi ojek onlone juga dihajar oleh sekelompok anggota polisi pada aksi 20 Maret 2025. Peristiwa itu terjadi di kolong jembatan layang JCC, tidak jauh dari lokasi aksi di depan Gedung DPR/MPR. “Tendangan, pentungan, yang paling parah kena kepala," kata Raka, pengemudi ojol yang menjadi korban.

Raka bercerita, saat itu dirinya sedang menepi di pinggir jalan untuk mengisi daya baterai gawai miliknya. Tidak lama kemudian datang segerombolan polisi yang menuduhnya sebagai mahasiswa yang terlibat demonstrasi. Menurut Raka, dia sudah mengatakan bahwa dirinya bukan mahasiswa, melainkan ojol. Namun belum sempat memberikan banyak penjelasan, Raka langsung dipukul dan ditendang bertubi-tubi.

Tempo telah berupaya menghubungi Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi dan Kapolres Metro Jakarta Pusat Komsiaris Besar Susatyo Purnomo Condro. Tapi sampai berita ini ditulis, keduanya belum memberi tanggapan.

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus