Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Lempar Handuk Memburu Tommy

Kejaksaan Agung menyerah dalam memburu uang Tommy Soeharto di Bank Paribas, Inggris. Tuduhan korupsi yang dipakai lemah dan mudah dipatahkan pengacara Tommy. Pemerintah akan berfokus memburu duit Tommy di PT Timor Putra Nasional.

21 Maret 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH kalah berkali-kali, pemerintah akhirnya menyerah dalam memburu duit Tommy Soeharto yang terpendam di Banque Nationale de Paris Paribas. Lima tahun bertempur di pengadilan Distrik Guernsey, Inggris, pertengahan Februari lalu putusan telak itu diketuk: hakim menolak permohonan pembekuan dari Financial Intelligence Service (FIS).

Padahal perintah suspensi dari lembaga pengendus transaksi keuangan mencurigakan Inggris itu satu-satunya harapan terakhir pemerintah Indonesia untuk membawa pulang uang Tommy senilai 36,46 juta euro atau sekitar Rp 517 miliar. FIS meminta bank membekukan rekening Tommy setelah ­mengendus duit di dalamnya diduga berasal dari korupsi.

Mereka menghubungkannya dengan Soeharto, yang ditengarai punya kekayaan ilegal. Media dalam dan luar negeri gencar memberitakan kekayaan Soeharto yang tak bisa diverifikasi. Harian The Independent dan The Guardian, misalnya, memberitakan Tommy baru saja menjual properti miliknya di Inggris. Sebelumnya, majalah Time menginvestigasi kekayaan Soeharto di sebelas negara.

Tapi dugaan-dugaan korupsi itu tak bisa dibuktikan FIS maupun jaksa yang ditunjuk sebagai pengacara negara dari Indonesia di pengadilan Guernsey. Dalam putusan itu disebutkan, ”Pemerintah Indonesia tak bisa membuktikan uang Mr Hutomo Mandala Putra itu berasal dari tindak pidana korupsi.”

FIS disebut-sebut akan mengajukan banding atas putusan itu. Meski demikian, itu tak membuhulkan harapan gugatan tersebut dikabulkan karena penopang utamanya rapuh: tak ada kasus korupsi di dalam negeri yang nyata-nyata melibatkan langsung anak kelima Soeharto itu. ”Di Guernsey sudah selesai, kami akan fokus ke kasus di dalam negeri,” kata Cahyaning Nurati, koordinator pengacara negara yang mengurus kasus ini, pekan lalu.

Wakil Jaksa Agung Darmono setali tiga kepeng. Dicegat sesuai acara Konferensi Jaksa Se-Asia-Pasifik dan Timur Tengah di Jakarta Convention Center, Jumat pekan lalu, ia berujar pendek mengenai kekalahan lembaganya. ”Kami sudah maksimal, alat buktinya memang tidak kuat,” katanya.

l l l

KEKALAHAN pemerintah menahan dan membawa pulang uang Tommy sebenarnya sudah bisa ”diraba” sejak awal gugatan dilayangkan pada September 2006. Syahdan, Duta Besar Indonesia untuk Inggris Marty Natalegawa (kini Menteri Luar Negeri) meneruskan surat dari pengadilan Guernsey pada 13 September 2006.

Hakim menawarkan apakah pemerintah Indonesia akan ikut menggugat Garnet Investment Limited setelah FIS minta pembekuan ke pengadilan. Garnet adalah perusahaan yang beralamat di British Virgin Islands, kepulauan kecil jajahan Inggris di Laut Karibia, yang punya tiga rekening di Bank Paribas senilai US$ 60 juta.

Pemiliknya meminta Paribas mentransfer 36,46 juta euro ke dua perusahaan yang punya rekening di United Overseas Bank Singapura. FIS Inggris meminta Paribas tak mengabulkan permintaan itu karena transaksinya mencurigakan.

Penelusuran mereka menemukan rekening itu ternyata dimiliki Tommy Soeharto. Rekening tersebut pun dibekukan setelah bank meminta asal-usul duit tersebut ke Garnet. FIS curiga itu uang hasil korupsi mengingat Soeharto kerap diberitakan punya banyak kekayaan tak jelas dan diduga hasil korupsi.

Maka rapat pun digelar di Kejaksaan Agung. Ada lima lembaga yang membahasnya. Selain Wakil Jaksa Agung, ada dari Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Luar Negeri, serta Bank Indonesia. Menurut seorang jaksa yang hadir dalam rapat itu, pembahasan cukup alot muncul saat membahas apakah pemerintah menerima atau menolak tawaran dari Guernsey tersebut.

Kementerian Hukum dan Bank Indonesia menyatakan menolak. ”Alasan mereka bakal menghamburkan uang,” kata jaksa ini. Toh, akhirnya keputusannya menggugat dengan rasio suara 3 : 2. Direktur Perdata Yoseph Suardi Sabda ditunjuk sebagai ketua tim pengacara negara untuk mengirim gugatan dan mewakili pemerintah di pengadilan. ”Saya bekerja maraton karena waktunya hanya tiga bulan,” kata Yoseph kepada Tempo pekan lalu.

Dalam nota gugatan pertamanya, Yoseph memaparkan 23 poin perihal Tommy, yang diduga mengumpulkan harta dari korupsi. Laporan Time edisi 24 Mei 1999 ia jadikan bahan memaparkan kekayaan Soeharto dan keluarganya. Majalah ini menginvestigasi harta presiden kedua Indonesia itu di sebelas negara dengan transaksi US$ 9 miliar dari sebuah bank di Austria. Adapun Tommy disebut mengendalikan 60 perusahaan dengan total kekayaan US$ 800 miliar.

Yoseph juga menyebutkan kasus-kasus yang menjerat Tommy di pengadilan Indonesia selepas ayahnya lengser sebagai Presiden Indonesia, 21 Mei 1998. Seperti kasus tukar guling tanah Goro yang sudah diketuk hakim. Tommy dihukum 18 bulan penjara dan denda Rp 30,6 miliar. Namun ia menolak masuk bui dan menjadi buron. Juga tudingan monopoli produksi mobil lewat PT Timor Putra Nasional.

Selama persidangan, ada enam avidaffit yang diajukan pemerintah Indonesia, yang saling berbalas dengan sanggahan dari Otto Cornelis Kaligis, pengacara Tommy. Pemerintah mengajukan lima kasus yang melibatkan Tommy Soeharto yang sedang ditangani pengadilan Indonesia. Gugatan intervensi mensyaratkan ada kasus di dalam negeri untuk melegitimasi bahwa uang di rekening luar negeri itu memang diperoleh dari hasil ilegal.

Ada lima kasus yang diajukan. Selain Timor dan Goro, kasus tersebut adalah dugaan korupsi dan monopoli di Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh, korupsi PT Vista Bella Pratama, Bulog, serta Yayasan Supersemar. Kecuali Timor, empat kasus lainnya dimenangi Tommy.

Kasus Timor pertengahan tahun lalu masuk proses peninjauan kembali di Mahkamah Agung. Hasilnya, Tommy dinyatakan berutang pajak senilai Rp 4 triliun kepada pemerintah lewat perusahaan itu, sehingga pemerintah berhak atas deposito di Bank Mandiri senilai Rp 1,2 triliun plus bunga.

Namun putusan ini telat dikirimkan sehingga hakim pengadilan Guernsey tetap memenangkan Garnet. FIS dikabarkan kini tengah bersiap mengajukan banding setelah mendengar pemerintah Indonesia menang dalam perkara PT Timor.

O.C. Kaligis menolak tuduhan duit Tommy di Timor merupakan hasil korupsi. Menurut dia, kasus ini bukan kasus korupsi atau tagihan pajak yang belum dibayar. Karena itu, Kaligis kini sedang menyiapkan gugatan baru. ”Kami sedang siapkan peninjauan kembali yang kedua,” katanya.

l l l

KEKALAHAN pemerintah tak semata potensi lepasnya uang Tommy, tapi juga menyangkut biaya perkara yang cukup besar. Karena kalah, pemerintah Indonesia diwajibkan membayar ongkos perkara sebesar 372.730 pound sterling (sekitar Rp 6 miliar). Ini belum ongkos pengacara. Menurut Yoseph, ongkos kuasa hukum yang mewakili pemerintah sebesar Rp 1,4 miliar.

Tapi ia meminta agar biaya ini tak dipersoalkan, ”Karena toh uang Tommy masih dibekukan sampai hari ini.” Agar pemerintah tak menombok karena gugatan ini, Yoseph menyarankan Kejaksaan segera mengajukan gugatan baru, bukan gugatan intervensi. Kemenangan kasus Timor bisa dijadikan pijakan untuk itu. Di dalam negeri, pemerintah juga bisa mengajukan gugatan perdata baru, yakni meminta sisa utang pajak di luar deposito PT Timor.

Tapi saran ini agaknya diabaikan Kejaksaan. Darmono maupun Cahyaning menegaskan tak akan mengurus Guernsey karena tak cukup bahan untuk menggugatnya. ”Di sana itu tak ada tindak pidana,” kata Darmono. ”Uang Timor yang ada di sini jauh lebih besar dari uang di Guernsey,” Cahyaning menambahkan.

Kaligis tak gentar meski harus menghadapi gugatan di Guernsey sekalipun. Dalam avidaffit yang dibuat menanggapi putusan hakim, ia menulis bahwa pembekuan rekening Tommy itu melanggar hak asasi manusia, irasional, dan tak nyambung. ”Duit di sana hasil jual saham Lamborghini, tak ada hubungan dengan kasusnya di sini,” katanya.

Karena itu, pengacara berambut putih ini hakulyakin uang kliennya bisa dicairkan segera. ”Paling tidak enam bulan lagi sudah bisa ditarik,” katanya. Sementara itu, Darmono terkesan pasrah jika itu terjadi. ”Kami tak bisa menghalangi jika uang itu dicairkan,” katanya.

Bagja Hidayat, Sandy Indra Pratama, Isma Savitri


  • 29 Mei 1998
    Tommy Soeharto menjual 50 persen sahamnya di Superbike International Limited kepada Modar Superbike.

  • 22 Juli 1998
    Tommy membuka tiga rekening bernilai US$ 60 juta di BNP Paribas Guernsey atas nama Garnet Investment of Trident, British Virgin Islands.

  • Juli 1998-Februari 1999
    Tommy menjual saham di Lamborghini ke Audi sebesar US$ 48 juta. Terjadi beberapa kali transfer ke Garnet senilai total US$ 58,25 juta.

  • 26 September 2000
    Mahkamah Agung RI menghukum Tommy 18 bulan penjara dan denda Rp 30 miliar dalam kasus tukar guling tanah Goro.

  • Agustus 2001
    Financial Intelligence Service (FIS)—lembaga pemantau pergerakan uang Inggris—mencurigai sejumlah rekening di Paribas terkait dengan Soeharto, yang diberitakan media sebagai presiden korup. Rekening dibekukan.

  • 26 Juli 2002
    Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghukum Tommy 15 tahun penjara karena terlibat pembunuhan Syafiuddin Kartasasmita, hakim yang menangani kasus Goro.

  • 28 Oktober 2002
    Tommy memerintahkan Paribas mentransfer 36,36 juta euro ke rekening Heinrich Holding Limited dan Alanstown Finance Limited di UOB Singapura. Bank menolak.

  • 12 November 2002
    Tommy mengirim perintah kedua: meminta bank memindahkan 55.460 pound sterling kepada Direktur Garnet, Peter Amy. Tommy mengulangi lagi perintahnya. Paribas minta keterangan asal duit.

  • 23 Februari 2003
    Tommy memerintahkan Paribas memindahkan seluruh uangnya ke UOB Singapura. Lagi-lagi bank menolak karena Tommy sedang dihukum dan “mungkin terlibat korupsi...”.

  • 2004-2005
    Pengacara Tommy mengurus rekening dan berhasil mentransfer Rp 90 miliar melalui rekening Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

  • 26 Maret 2006
    Garnet menggugat Paribas di pengadilan Distrik Guernsey.

  • 22 Januari 2007
    Kejaksaan Agung mengajukan gugatan intervensi dan mengajukan bukti-bukti kasus korupsi Soeharto. Pengadilan memerintahkan rekening Tommy dibekukan.

  • 23 Mei 2007
    Pengadilan memperpanjang masa pembekuan. Pemerintah Indonesia diminta mengajukan tuntutan perdata kepada Tommy dalam waktu tiga bulan. Ada satu kasus pidana, yaitu Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh, serta empat perdata (Yayasan Supersemar, PT Vista Bella, Bulog, PT Timor Putra Nasional). Garnet mengajukan permohonan pemeriksaan ulang.

  • 13 September 2006
    Pengadilan Guernsey meminta pemerintah Indonesia dihubungi soal kemungkinan mengajukan gugatan intervensi. Duta Besar Marty Natalegawa meneruskannya ke Kejaksaan Agung.

  • 9 Januari 2009
    Hakim memenangkan Garnet karena menganggap tak ada kasus korupsi yang melibatkan Tommy Soeharto. Kasus pidana dihentikan penyidikannya, tiga kasus perdata tak berhubungan dengan Tommy. Upaya banding juga ditolak.

  • 14 Juli 2010
    Mahkamah Agung mengabulkan peninjauan kembali kasus ini. PT Timor Putra Nasional dinyatakan berutang Rp 4 triliun sehingga deposito senilai Rp 1,2 triliun plus bunga menjadi milik pemerintah.

  • 15 Februari 2011
    Pengadilan Guernsey memenangkan gugatan Garnet terhadap FIS. Pembekuan yang dilakukan FIS dinyatakan tidak sah.

    Jejak Hukum Sang Pangeran

    PIDANA

    TUKAR GULING TANAH BULOG

    Pada 12 April 1999, Tommy Soeharto disidang untuk pertama kalinya dalam kasus dugaan korupsi tukar guling tanah Bulog sebesar Rp 95 miliar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Jaksa menuntut Tommy hukuman dua tahun penjara. Pemilik Humpuss Group ini divonis bebas oleh majelis hakim, tapi jaksa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Pada 22 September 2000, majelis hakim kasasi, yang diketuai Syafiuddin Kartasasmita, menjatuhkan hukuman 18 bulan penjara untuk Tommy.

    Tommy mengajukan grasi kepada presiden, tapi Presiden Abdurrahman Wahid menolak. Lalu ia menjadi buron. Saat menjadi buron, hakim agung Syafiuddin terbunuh dalam sebuah penembakan, dan dari hasil penyelidikan, Tommy ditetapkan sebagai tersangka otak pembunuhan itu.

    Tommy tertangkap di Bintaro. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara karena Tommy terbukti telah menjadi otak pembunuhan. Vonis itu kemudian diringankan Mahkamah Agung. Hukuman Tommy menjadi 10 tahun penjara.

    KASUS CENGKEH

    KEJAKSAAN Agung pada Oktober 2008 membebaskan Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto dari kasus dugaan penyalahgunaan kredit likuiditas Bank Indonesia di Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC).

    Tommy adalah Ketua BPPC, pengatur tata niaga yang justru ternyata dinilai menghancurkan petani cengkeh. Ia semula dijerat dengan tuduhan melanggar Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Tahun 1971. Namun ia dibebaskan karena dianggap sudah mengembalikan uang negara. Kredit likuiditas Bank Indonesia Rp 759 miliar berikut bunganya sudah dilunasi sejak 15 Juli 1995.

    KASUS PERDATA

    PERKARA YAYASAN SUPERSEMAR

    Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 23 Februari 2009 mengabulkan sebagian gugatan Pemerintah RI terhadap Yayasan Supersemar. Yayasan dinyatakan bersalah dan dihukum membayar ganti rugi kepada pemerintah sekitar US$ 125 juta. Tapi Ketua Yayasan (Soeharto, mantan Presiden RI) tidak dinyatakan bersalah. Dengan demikian, perkara ini tidak dapat dijadikan dasar untuk membekukan dana Tommy di Garnet sebagai ahli waris Ketua Yayasan. Pemerintah hingga kini masih melakukan kasasi atas putusan tersebut.

    PERKARA BULOG

    Pemerintah menggugat Tommy Soeharto dalam kasus tukar guling tanah Bulog, yang dianggap merugikan negara Rp 244 miliar. Gugatan ini ditolak. Tommy menggugat balik pemerintah senilai Rp 5 miliar. Pengadilan, pada 28 Februari 2008, memenangkan Tommy.

    PERKARA PT TIMOR PUTRA NASIONAL

    Sengketa Tommy dengan pemerintah dalam kasus kepemilikan rekening di Bank Mandiri senilai Rp 1,2 triliun akhirnya dimenangi pemerintah. Mahkamah Agung pada14 Juli 2010 menyatakan uang yang disita dari PT Timor Putra Nasional itu sah milik pemerintah. Pada tingkat pengadilan pertama dan banding, pemerintah juga menang.

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus