TAK hanya dokter, dukun pun bisa melakukan malapraktek. Seorang dukun di Cianjur, H. Hikmat, tak hanya mengobati pasiennya dengan mantra, tapi juga berani menyuntik dan bahkan membedah pasiennya. Akibatnya sungguh fatal, seorang pasien, Nyonya Pipih, langsung tewas begitu amandelnya dipotong sang dukun dengan gunting biasa. Buntutnya, Kamis pekan lalu, Hikmat, istri, dan seorang anaknya menghilang. Dua petugas berseragam kejaksaan yang ditemani seorang petugas Desa Sukaluyu menjemput mereka. "Dua orang itu mengaku dari Kejaksaan Bandung," kata Arip. Mereka menumpang mobil hardtop. Ditahan? "Nggak tahu. Tugas saya hanya mengantar tamu dari kejaksaan itu," kata polisi desa yang tak mau disebut namanya. Hikmat, 40 tahun, memang bukan dukun sembarang dukun. Sejak membuka praktek pengobatan tradisional empat tahun lalu, Hikmat sudah kondang ke mana-mana. Rumahnya di Kampung Tegal Onyam, Desa Sukaluyu, Kecamatan Kadupandak Cianjur Selatan, Jawa Barat, tak pernah sepi dari pasien. Mulai dari sakit diteluh orang, gatal-gatal, amandel, sampai ke hernia, semua ditanganinya. Tarifnya sama rata, Rp 5.000 sekali datang. "Walaupun bukan mantri, Haji jago juga nyuntik," kata Aki Arip, kakek mertua Hikmat. Tentang soal menyuntik, kata Arip, mantunya mendapat izin dari pamong desa dan kecamatan. Tapi itulah, "dokter" bersertifikat dari pamong itu membuat kecelakaan pada pertengahan Agustus lalu. Pasiennya, Nyonya Pipih, 22 tahun, tewas hanya beberapa jam setelah "dioperasi" tenggorokannya. Ibu seorang anak itu sudah empat bulan menderita sakit tenggorokan. "Kalau menelan, ia merasakan sakit," kata suaminya, Niftah. Dugaan keluarga, Pipih menderita amandel. Sebab, di tenggorokanya itu terlihat bengkak yang hampir menutupi jalan pernapasannya. Lantaran makin parah, pertengahan Agustus lalu Pipih diantar suaminya ke rumah Hikmat. Apakah Pak Dukun bisa mengobati, tanya Niftah. "Itu mah gampang," ujar Hikmat. Pipih pun dibaringkan di sebuah dipan. Sebuah baskom, alat suntik, dan obat-obatan segera disiapkan. Steril tidaknya peralatan tak usah dipersoalkan. Maka, layaknya dukun, Hikmat membaca mantra, lalu memberikan air putih pada pasiennya untuk diminum. Ia disuruh membuka mulut. Singkat kata, sebuah gunting dimasukkan ke tenggorokannya. Dan ... cres! Darah segar muncrat dari lubang tenggorokan. Pipih pun kelojotan, hingga membuat sibuk Hikmat, pembantunya, dan Niftah. "Tenang, nggak apa-apa. Memang agak sakit," kata Hikmat menenangkan pasiennya. Tapi darah tetap mengucur. "Darahnya banyak, sampai lima kaleng begini," cerita pembantu Hikmat, sambil memperagakan besarnya kaleng dengan kedua telunjuk dan ibu jarinya membentuk lingkaran. Karena darah tak juga mampet, Hikmat menyuntiknya. Suntikan itu ternyata tak bisa membendung takdir. Beberapa jam kemudian, sekitar pukul 15.00, Pipih meninggal. Niftah, penjual buah dingin yang sering mengadu nasib di Jakarta itu, hanya tertunduk lesu. "Ini sudah takdir Allah. Sakit yang diderita hanya sebagai jalan untuk mati. Saya berusaha, tapi Gusti Allah yang menentukan," kata Hikmat, seperti dituturkan Niftah. Selain itu, Hikmat juga berpesan agar masalah ini tak usah dilaporkan pada yang berwajib. Sebagai ganti rugi, Hikmat berjanji memberi uang duka Rp 500 ribu. Keluarga Niftah memang mengikhlaskan kematian Pipih, dan tak berniat menuntutnya. "Kami hanya ingin menagih janji Hikmat saja. Sampai sekarang seperak-perak aja belum dikasih," kata ibu Niftah. Menurut tetangga Hikmat, empat bulan sebelum kematian Pipih. seorang pasien hernia yang dioperasi juga meninggal. Dan kalau jumlah pasien meninggal itu ditotal, kata warga, sudah enam orang yang meninggal di tangan Hikmat. Aki Arip tak membantah ada pasien meninggal. "Tapi itu mah sudah waktunya saja. Banyak juga yang berobat ke sini sembuh," katanya. Akibat musibah itu, polisi desa menyita semua peralatan praktek dukun Hikmat. Izin prakteknya memang resmi ada dari pamong setempat, berlaku sejak tujuh bulan lalu. Tapi izin praktek dukun itu, menurut sumber di Kejaksaan Cianjur, harus ada dari Pakem (Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat), yang dikeluarkan kejaksaan dan kepolisian. Dan pengobatan yang menggunakan benda tajam untuk operasi tak dibenarkan oleh Pakem. Mengenai aparat kejaksaan yang menjemput dukun itu, pihak Kejaksaan Cianjur tak tahu-menahu. Sementara itu, pihak Polres Cianjur belum bertindak apa-apa. "Saya justru tahu dari Anda. Tapi, kalau benar begitu kejadiannya, kami pasti bertindak," kata sumber di Polres Cianjur. Lantas siapa yang menjemput Hikmat beserta keluarganya? WY d~an A~hmad T~aufik (~Biro Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini