PERLOMBAAN bank-bank swasta ~menawarkan kredit murah dan prosedur gampang, diam-diam kini menampakkan getahnya. Tercatat sedikitnya enam bank swasta nasional yang "bobol". Bersamaan dengan itu, terkena pula delapan perusahaan leasing di Jakarta. Semua korban, sementara ini, diduga kena "tembak" Rp 3,5 milyar. "Angka kerugian masih bertambah, karena belum semua korban melapor secara rinci," kata Kasatidik Bank, Subdit Reserse Ekonomi Mabes Polri Letnan Kolonel M. Hamim Suriamidjaja. Hingga Senin pekan ini, polisi masih terus mengejar tiga tersangka yang berasal dari Jakarta itu. Mereka adalah: Tammy Yusuf Rusli, pemilik show room mobil PT Makmur Jaya Motor-Lucas Ignatius Wijaya, direktur PT Guam Internasional dan PT Starmon Mas Bintang Harapan serta Halim Haryanto, pemegang saham perusahaan milik Lucas. Tammy Yusuf diperkirakan sudah meloloskan diri ke luar negeri. Padahal, menurut dugaan Hamim, Tammy inilah biangnya. "Sayangnya, laporan korban terlambat masuk, sehingga tersangka keburu kabur," ujar Hamim. Di antara korban, menurut sebuah sumber, sampai pekan ini tercatat Bank Pacific yang menderita kerugian paling besar, yakni Rp 425 juta. Lainnya, Bank Antar Daerah kena gasak Rp 264,2 juta, Bank Niaga Rp 69,8 juta, Bank Arta Pusara Rp 60,8 juta, Bank Rama tertipu lima unit Honda Accord, satu Mercedes Benz, dan satu sedan BMW. Lippo Bank "cuma" satu Mercedes Benz. Sedangkan delapan perusahaan leasing, total kerugian sekitar Rp 1,5 milyar. Sindikat yang membobol bank kali ini tergolong lihai menangkap kesempatan. Mula-mula Lucas mengajukan permohonan kredit sewa-beli mobil ke bank sasaran. Ia mengaku telah melakukan kontrak kerja sama pembelian mobil-mobil dengan Tammy, pemilik show room PT Makmur Jaya Motor. Setelah melakukan pengecekan, pihak bank setuju atas penunjukan PT Makmur Jaya Motor sebagai pemasok mobil. Sebagaimana biasanya persyaratan kredit mobil, mengharuskan pihak show room menyerahkan semua BPKB dan faktur pembelian -- sebagai jaminan -- kepada bank. Direktur PT Makmur Jaya, yakni Tammy, setuju dan membuat surat pernyataan sanggup menyerahkan syarat yang diminta paling lambat tiga bulan setelah pembelian. Ternyata, berdasarkan pengusutan polisi, modus serupa dilakukan pula oleh sindikat itu terhadap bank-bank lain di Jakarta. Semuanya lancar. Tanpa sepengetahuan kreditur, kendaraan yang diperoleh melalui fasilitas kredit, oleh Lucas diikat-kreditkan lagi kepada beberapa perusahaan leasing. Sampai tiga bulan, pembayaran angsuran lancar. Tapi BPKB dan faktur kendaraan, seperti yang dijanjikan, tak kunjung diserahkan. Setiap ditagih Tammy selalu mengatakan masih diproses, belum selesai. Memasuki masa angsuran keempat, pembayaran macet. Ketika pihak bank mengecek, ternyata Lucas dan Tommy yang selalu berdasi itu telah kabur. Sebena~rnya, kasus itu terjadi pada akhir 1989. Tapi, korban baru melapor ke polisi pada 8 Juni 1990. Kelambatan itulah yang disesalkan Hamim, kendati penyebabnya bisa dimengerti. "Bank segan melapor, takut kredibilitasnya turun di mata nasabah," kata Hamim. Tercatat ada enam bank dan delapan perusahaan leasing yang menjadi korban. Ketakutan pihak bank tentang kejahatan yang menimpa banknya akan tersiar luas memang kadang berlebihan. Misalnya dalam kasus yang tengah ditangani polisi di atas. Kendati kabar itu sudah mencuat ke permukaan, para korban yang dihubungi TEMPO umumnya enggan bereaksi. "Kami tidak bisa mengkonfirmasikan apa pun, demi menjaga kepercayaan nasabah," ujar seorang pejabat bank yang disebut namanya pun tak bersedia. Ketakutan pihak bank yang berlebihan itu juga sangat menyulitkan petugas kepolisian mengusut kejahatan bank. "Kesannya, untuk kasus perbankan, polisi jadi pasif. Padahal kasus ini sulit terungkap tanpa adanya pengaduan," kata Hamim. Akibatnya, tentu saja penjahat bank semakin merajalela. Dan korbannya kembali pihak bank juga. Ar~ies Margono (J~akarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini