Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Mandor bagi Para Jaksa

Dengan adanya Komisi Kejaksaan, para jaksa tak mudah lagi "memainkan" perkara. Namun, mekanisme pembentukan komisi belum juga jelas.

13 Desember 2004 | 00.00 WIB

Mandor bagi Para Jaksa
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

LAYAR lebar terpasang di ruang Komisi III DPR, Senin tiga pekan lalu. Hari itu, berlangsung rapat kerja Dewan dengan Kejaksaan Agung. Peserta rapat tampak serius memperhatikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Sudhono Iswahyudi yang menjelaskan program kerja instansinya melalui proyektor. Banyak yang dia jelaskan, namun bagian yang menarik perhatian anggota Dewan adalah ihwal pembentukan Komisi Kejaksaan.

Inilah sebuah lembaga baru yang bakal dibentuk Kejaksaan Agung. Bukan sebuah lembaga main-main, karena melalui komisi ini Kejaksaan Agung akan memiliki semacam "polisi" pengawas. Dengan komisi ini, diharapkan kinerja salah satu benteng hukum terpenting itu bakal membaik.

Komisi Kejaksaan adalah amanat Pasal 38 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Dalam pasal itu tercantum: untuk meningkatkan kualitas kinerja kejaksaan, presiden dapat membentuk sebuah komisi yang susunan dan kewenangannya diatur oleh presiden. "Pokoknya, sebelum 100 hari (pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono), komisi itu harus terbentuk," kata Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh pekan lalu.

Arman?nama kecil Abdul Rahman Saleh?sadar bukan perkara mudah membentuk komisi dengan tugas berat itu. Apalagi, kata dia, undang-undang tidak mengatur secara jelas mekanisme dan aturan pembentukannya. "Dalam UU Nomor 16 Tahun 2004 hanya disebut tugas komisi untuk meningkatkan kinerja kejaksaan," katanya.

Hal ini, menurut dia, berbeda dengan Komisi Yudisial (lembaga pengawasan hakim). "Dalam Komisi Yudisial, aturan, fungsi, dan mekanismenya tercantum lengkap dan jelas," ujar mantan Ketua Muda Bidang Pengawasan Mahkamah Agung itu. Karenanya, ia mengusulkan perlunya memperkuat dasar hukum pembentukan Komisi Kejaksaan.

Meski tanpa panduan mekanisme dan aturan pembentukan, toh Kejaksaan Agung jalan terus. Saat ini, menurut Kepala Biro Perencanaan Kejaksaan Agung, Halius Hosen, kejaksaan sudah menyiapkan draf rancangan pembentukan. Dalam draf sudah tersusun, antara lain, tugas dan kewenangan komisi, keanggotaan, dan hubungan antara komisi kejaksaan dengan Jaksa Agung.

Kelak, kata Halius, komisi beranggotakan 7 sampai 9 orang. Siapa saja mereka? "Syarat-syarat sebagai anggota masih dibahas," kata dia. Yang sudah tergambar adalah komposisi anggota. Mereka bakal terdiri dari mantan jaksa senior, akademisi, pakar hukum, dan ahli sosiologi. "Ahli sosiologi untuk memberi argumentasi atas perilaku jaksa dan juga terhadap lingkungan kerjanya," kata Halius, Kamis pekan lalu. Ia yakin, dengan adanya komisi ini, kinerja instansinya bakal meningkat. "Biasanya kami tidak ada yang mengawasi. Nah, sekarang bakal diawasi. Masak iya kinerja malah jadi turun," kata dia.

Sebetulnya, Kejaksaan Agung sudah memiliki unit kerja bidang pengawasan yang berada di bawah Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (JAM Was). Tapi dua lembaga ini tak bisa diperbandingkan. Jika JAM Was bertanggung jawab kepada Jaksa Agung, Komisi Kejaksaan bertanggung jawab langsung ke presiden. Artinya, kedudukan komisi jauh lebih kuat. "Komisi ini mungkin juga bisa mengevaluasi dan mengingatkan kerja JAM Was," katanya.

Komisi juga bakal secara langsung menangani pengaduan masyarakat. "Masyarakat punya wadah baru menyalurkan aspirasinya soal kejaksaan," kata Halius. Namun, dia berharap, jangan mentang-mentang komisi menangani pengaduan, maka surat kaleng bermunculan. Ia bercerita, saat menjabat kepala Kejaksaan Tinggi Sumatra Barat, dalam satu bulan dia menerima tak kurang dari 30 surat kaleng. "Nyatanya, hanya satu atau dua laporan yang layak ditindaklanjuti," katanya.

Komentar senada datang dari Ketua Komisi III DPR A. Teras Narang. Agar komisi tidak disalahgunakan, kata dia, memang harus ada penjabaran tugas dan tanggung jawab secara jelas dan terperinci. "Jangan sampai malah menimbulkan masalah baru dan cuma menjadi macan ompong," katanya. Untuk itu, anggota komisi, menurut Teras, harus mengerti proses dan sistem hukum, juga harus obyektif. "Sebaiknya jangan dari pengacara, karena bisa muncul konflik kepentingan," kata Teras.

Koordinator Masyarakat Pemantau Peradilan (MaPPI) Asep Rahmat Fajar berharap, sebaiknya kejaksaan dan presiden mempublikasikan dulu mekanisme kerja komisi. Idealnya, kata Asep, komisi kejaksaan dilegalisasi oleh peraturan presiden. Kedudukan komisi pun jelas bukan di bawah kejaksaan. Hanya dengan cara itu, kata dia, komisi bisa leluasa bertugas. Para jaksa pun tidak lagi bisa seenaknya memainkan peran yang bisa berakibat melemahnya penegakan hukum. "Rekomendasi komisi yang diberikan kepada Jaksa Agung atas evaluasi kinerja aparatur kejaksaan juga harus bersifat mengikat," kata Asep. Tentang siapa yang diangkat sebagai anggota komisi, menurut Asep, sebaiknya nama-nama kandidat yang muncul dipublikasikan lebih dulu. "Agar masyarakat bisa mengetahui dan memberi masukan," ujarnya.

Sedangkan Mas Ahmad Santosa, penanggung jawab Program Pembaruan Hukum dari Partnership for Governance Reform in Indonesia, mengatakan bahwa siapa pun yang meracik pembentukan komisi ini, akan berujung pada presiden. "Finalnya penentuan itu ada pada presiden," kata dia.

Karena itu pula, Ahmad berharap, presiden segera mengeluarkan dua keputusan menyangkut komisi ini. Pertama, berupa peraturan presiden tentang pembentukan komisi. Kedua, keputusan presiden untuk pembentukan panitia seleksi dan tata cara perekrutan anggota komisi. "Jika serius, komisi bisa terbentuk dalam 100 hari pemerintahan Yudhoyono, keppres itu harus segera diterbitkan," katanya.

Sukma N. Loppies

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus