Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Partai Golongan Karya (Golkar) akan memperingati HUT ke-58 pada 20 Oktober 2022 mendatang. Pada awalnya, partai ini muncul dari kolaborasi gagasan tiga tokoh yakni, Soekarno, Soepomo, dan Ki Hadjar Dewantara. Namun, hingga kini, Golongan Karya dikenal dalam dunia politik nasional sebagai Partai Golkar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagai salah satu partai politik yang telah berdiri sejak Orde Lama, Partai Golkar telah menjelma menjadi salah satu pilar dalam melanggengkan kekuasaan Presiden Soeharto selama 32 tahun pada masa pemerintahan Orde Baru. Namun, walaupun menjadi salah satu tonggak penting dalam kekuasaannya, tetapi Presiden Soeharto tak pernah menjadi Ketua Umum Partai Golkar hingga akhir masa jabatannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikutip dari publikasi berjudul Perkembangan Organisasi Golongan Karya: Suatu Kajian Historis Tahun 1964-1999 yang terbit di repostiory.upi.edu, bergabungnya Presiden Soeharto ke dalam tubuh Partai Golkar sebagai Ketua Dewan Pembina Golkar dimulai sejak kemenangan Golkar di pemilihan umum 1971 yang membuat Golkar mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang cukup pesat.
Besarnya kewenangan yang dimiliki oleh Dewan Pembina tersebut dengan sendirinya menjadikan Soeharto sebagai figur yang paling penting dan berkuasa di Golkar. Begitu besarnya peran Soeharto kepada Golkar setelah pemilihan umum 1971, membuat Partai Golkar selalu memenangkan dalam pemilihan umum selama Orde Baru, yakni pemilihan umum 1971 hingga Pemilu 1997. Dari 1971 sampai 1997, Soeharto tetap menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Golkar dan menjadi tokoh sentral dalam kebesaran Golkar.
Kemenangan Partai Golkar selama pemilihan umum masa Orde Baru tidak terlepas dari strategi yang dibawakan oleh Presiden Soeharto. Pada masa Orde Baru, kekuatan yang mendukung Golkar adalah militer, birokrasi, dan keberadaan Golkar itu sendiri.
Walaupun tak pernah menjadi Ketua Umum, tetapi peran Soeharto cukup sentral dalam susunan organisasi sebagai Ketua Dewan Pembina. Dilansir dari publikasi berjudul Konstelasi Golkar dan Elite Politik Pasca Pemerintahan Orba yang terbit di repository.upi.edu, dalam susunan paradigma era Orde Baru, Ketua Dewan Pembina memiliki kewenangan yang mutlak sebagai pengambil keputusan tertinggi.
Selain itu, paradigma lama pola kepemimpinan dari Golkar hanya berpusat ke Dewan Pembina atau dengan kata lain sentralistik. Sehingga posisi dari Ketua Umum Partai hanya sebatas pelaksana dari keputusan yang diambil oleh Ketua Dewan Pembina, yang dalam hal ini adalah Presiden Soeharto. Sehingga, walaupun Presiden Soeharto tidak pernah menjadi Ketua Umum Partai Golkar, ia secara tidak langsung mengendalikan Golkar dibalik bayang-bayang Ketua Umumnya.
MUHAMMAD SYAIFULLOH