Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Migrant Care mengajukan permohonan uji formil Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi pada, Selasa, 24 November 2020. Aktivis Migrant Care Siti Badriyah mengatakan permohonan uji formil lembaganya akhirnya bergabung dengan pemohon uji formil sebelumnya yang terdaftar dengan nomor 91/PUU-XVIII/2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Kami gabung ke yang sudah daftar sebelumnya, hari ini sidang jam dua," kata Siti melalui pesan singkat, Selasa, 24 November 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Permohonan uji formil UU Cipta Kerja Nomor 91/PUU-XVIII/2020 diajukan oleh Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas (karyawan swasta), Novita Widyana (pelajar), serta Elin Dian Sulistyowati, Alin Septiana, dan Ali Sujito (mahasiswa). Mereka didampingi oleh Viktor Santoso Tandiana dkk selaku kuasa hukum.
Dalam permohonannya, Migrant Care menyampaikan permohonan provisi agar memerintahkan penundaan pelaksanaan UU Cipta Kerja sebelum menjatuhkan putusan akhir.
Migrant Care menggugat UU Cipta Kerja lantaran dinilai akan berdampak merugikan buruh migran. Menurut Siti, UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang bertahun-tahun diperjuangkan untuk direvisi dari UU Nomor 29 Tahun 2004 akan runtuh karena materi yang diperjuangkan dihapus di UU Cipta Kerja.
Migrant Care menyoroti ditambahkannya Pasal 89A dalam UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dalam Pasal 84 UU Cipta Kerja. Pasal 89A itu menyebutkan bahwa pada saat berlakunya UU Cipta Kerja, pengertian atau makna Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI) dalam UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia menyesuaikan dengan ketentuan mengenai perizinan berusaha.
"Padahal secara filosofi pengaturan perizinan berusaha bagi perusahaan yang menempatkan manusia tentunya berbeda dengan perizinan berusaha bagi perusahaan yang bergerak di bidang lain," kata Siti.
Migrant Care juga menyoroti perubahan Pasal 84 UU Cipta Kerja yang menghapus ketentuan Pasal 57 ayat (1) dan ayat (2) UU PPMI tentang syarat perpanjangan SIP3MI yang harus dipenuhi.
Padahal, Pasal 57 ayat (1) dan (2) ini bentuk pengawasan dan evaluasi bagi perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (P3MI) sebagai upaya perlindungan pekerja migran dari P3MI yang tak profesional, tak kompeten, dan tak bertanggung jawab. Menurut Siti, perubahan pasal-pasal tersebut sama sekali tak melibatkan lembaganya.
Sejumlah organisasi telah mengajukan uji konstitusionalitas UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi. Selain Migrant Care dan Hakiimi Irawan dkk, serikat petani dan nelayan yang tergabung dalam Komite Pembela Hak Konstitusionalitas (Kepal) juga mengajukan uji formil UU Cipta Kerja.
Ada pula yang mengajukan uji materiil terhadap UU Cipta Kerja tersebut, yakni Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI). Mereka mengajukan uji materiil terhadap pasal-pasal ketenagakerjaan dalam UU tersebut.
BUDIARTI UTAMI PUTRI