Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti menyoroti empat undang-undang yang disahkan selama satu dekade pemerintahan Presiden Joko Widodo, yakni pada periode 2014-2019 dan periode 2019-2024. Bivitri mencatat, selama pemerintahan Jokowi, ada empat regulasi yang pembahasannya dinilai instan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keempat undang-undang tersebut meliputi revisi Undang-Undang (UU) No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK); UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba); UU No. 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara; dan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bivitri menyebut proses perancangan regulasi-regulasi tersebut terlalu tergesa-gesa. Sementara menurutnya, kualitas sebuah regulasi dinilai dari tak hanya isinya, tetapi juga dari proses pembuatannya.
“Meskipun waktu tidak jadi penanda yang bisa menandakan segala hal, tapi waktu yang sedikit tentu saja akan berkontribusi pada partisipasi yang tidak bermakna,” kata Bivitri dalam seminar bertema 'Evaluasi 1 Dekade Pemerintahan Jokowi', Kamis, 3 Oktober 2024. Misalnya, ia menyebutkan, undang-undang yang mengubah UU KPK selesai dibahas hanya dalam dua minggu.
“Dua minggu,” Bivitri menekankan. “Padahal yang dihasilkan adalah KPK yang menurut saya dibunuh secara signifikan keundangannya.”
Kemudian, Bivitri menyebutkan UU Minerba yang hanya diselesaikan dalam enam hari. “Bagaimana kita bisa bikin undang-undang dalam enam hari kalau memang mau partisipatif secara bermakna?” tanyanya. Selain itu, ada pula UU Ibu Kota Negara yang rampung dikerjakan oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam 43 hari.
“Undang-Undang Cipta Kerja, sembilan bulan,” kata Ketua Presidium Constitutional and Administrative Law Society (CALS) ini. Pembahasan UU Ciptaker tak sesingkat ketiga undang-undang lain yang Bivitri sebutkan. Namun, dia mengingatkan, undang-undang ini mengubah sebanyak 78 undang-undang lainnya.
“Jadi ini kayak bikin 78 undang-undang dalam sembilan bulan, dan juga tebalnya saja 1187 halaman (itu) Undang-Undang Cipta Kerja,” tutur Bivitri.
Adapun, Bivitri menilai pemerintah memiliki keinginan besar untuk memperbaiki ekonomi dengan pembenahan regulasi-regulasi itu. “Tapi inginnya cepat, instan,” kata dia.
“Apa kurang instannya, 78 Undang-Undang langsung diubah dengan satu undang-undang,” ucap Bivitri. “Tapi itu merusak luar biasa.”
Sementara, jika ingin mengubah salah satu dari puluhan undang-undang itu, maka perubahan harus dilakukan terhadap UU Cipta Kerja secara keseluruhan. "Misalnya kita mau perbaiki Undang-Undang Ketenagakerjaan saja deh, atau Undang-Undang Lingkungan saja, itu harus diubah (seluruh) undang-undang yang 1187 halaman itu," kata Bivitri.