Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Noda di Kampus Biru

Penanganan perundungan seksual mahasiswa UGM setengah hati. Korban justru dirugikan.

16 November 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Erwan Agus Purwanto.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sanksi baru itu diberikan kepada mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada, Hardika Saputra, pada pekan lalu. Rektor Universitas Gadjah Mada menunda wisudanya selama enam bulan ke depan.

Juli lalu, pimpinan universitas yang juga kerap disebut Kampus Biru itu memberi sanksi berupa penundaan yudisium mahasiswa angkatan 2014 tersebut karena ia diduga melakukan perundungan seksual kepada Agni—bukan nama sebenarnya—mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM. ”Sanksi diberikan karena kasus ini dianggap belum selesai,” kata juru bicara UGM, Iva Ariani, Kamis pekan lalu.

Peristiwa dugaan perundungan seksual ini terjadi ketika Agni dan Hardika sama-sama mengikuti kuliah kerja nyata (KKN) di Pulau Seram, Maluku, Juli 2017. Peristiwanya terjadi pada suatu malam pada akhir Juli. Ketika itu, Agni terpaksa menginap di rumah seorang warga Pulau Seram, yang juga posko KKN Hardika, karena kemalaman dan hujan deras. Saat itulah Hardika diduga melecehkan Agni dengan cara menggerayangi payudara dan kemaluannya.

Kejadian ini sampai ke dosen pembimbing lapangan, lalu dilakukan penyelesaian secara diam-diam. Saat itu Hardika dikenai sanksi ditarik sebagai peserta KKN. Tapi alasannya bukan karena perundungan seksual, melainkan pertimbangan peserta KKN menolak keberadaan Hardika.

Lima bulan berselang, persoalan ini mengemuka lagi setelah Agni mengadu kepada pimpinan fakultas. Agni keberatan karena nilai kegiatan KKN dia adalah C. ”Menurut dosen pembimbing lapangan, nilai C itu sebagai hukuman atas kasus tersebut,” ujar Erwan Agus Purwanto, Dekan FISIP, Kamis pekan lalu.

Menurut Erwan, Agni keberatan karena ia adalah korban, tapi justru dihukum dengan diberi nilai rendah. Ia lantas meminta keadilan. Erwan pun menyikapinya dengan menggali informasi peristiwa Pulau Seram itu. Ia juga bersurat kepada Rektor UGM, 22 Desember tahun lalu. Tiga hari berselang, Rektor menggelar pertemuan dengan Fakultas Teknik, FISIP, dan Lembaga Pengabdian Masyarakat. ”Hasilnya, Rektor berjanji membentuk tim investigasi,” ucap Erwan.

Tim investigasi yang dijanjikan lamban terbentuk. Pimpinan kampus baru membentuknya pada April tahun ini. Tiga bulan kemudian, tim mengeluarkan rekomendasi yang ditujukan kepada Hardika, Agni, dan Lembaga Pengabdian Masyarakat UGM. Rekomendasi itu di antaranya menunda kelulusan yudisium pelaku sampai diberi konseling yang cukup oleh unit konseling kampus.

Dekan Fakultas Teknik Nizam mengatakan fakultasnya sudah menjalankan rekomendasi tersebut dengan memberi konseling satu kali dan menunda yudisium Hardika. Namun penjelasan Nizam ini bertolak belakang dengan fakta bahwa Hardika terdaftar sebagai peserta wisuda mahasiswa bulan ini. Baik Erwan maupun Nizam mengatakan terjadi miskomunikasi sehingga sanksi yang diberikan kepada Hardika tidak optimal.

Rencana wisuda itu yang memicu perkara dugaan perundungan seksual di Maluku ini mengemuka lagi. Adalah Balairung, media kampus di UGM, yang mengulasnya, dua pekan lalu. Nasib Agni melecut kemarahan publik karena sikap pimpinan perguruan tinggi yang dijuluki Kampus Pancasila ini terkesan setengah hati. Massa yang mengatasnamakan diri Kita Agni berdemo menuntut ketegasan Rektor UGM, Kamis dua pekan lalu.

Pendamping Agni, Ulya Niami Efrina Jamson, enggan mengomentari hal ini. ”Kami sudah bersepakat untuk menunda semua wawancara dulu,” katanya. Adapun Hardika Saputra tidak dapat dimintai konfirmasi. Ia sudah tidak berada di Asrama Mahasiswa Merapi Singgalang Karangwaru Kidul di Tegalrejo, Yogyakarta, yang dulu ditempatinya. Nomor kontak yang diberikan teman asramanya juga tidak aktif.

Kepolisian Daerah Yogyakarta tengah menyelidiki perkara ini. ”Kalau dari hasil penyelidikan ada indikasi kuat terjadi tindak pidana dan bisa dibuktikan, akan dilakukan penyidikan,” ujar Ajun Komisaris Besar Yulianto, Kepala Bidang Humas Polda Yogyakarta.

RUSMAN PARAQBUEQ, ABDUS SOMAD (YOGYAKARTA)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus