Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasyim Asyari tak menyangka pertemuannya dengan Maya Ambarita pada Senin malam pekan lalu adalah momen terakhirnya bersua dengan perempuan 37 tahun tersebut. Hasyim malam itu mendatangi toko kelontong milik Maya di Jalan Bojong Nangka 2, RT 2 RW 7, Jatirahayu, Kota Bekasi, Jawa Barat, untuk membeli sebungkus rokok. Maya melayani pesanan tetangganya itu sembari menelepon. ”Saya cuma tanya sama dia, tumben pakai baju hitam dan rapi,” ujar Hasyim menceritakan ulang peristiwa itu, Kamis pekan lalu. ”Dia hanya jawab, kepengen saja.”
Hasyim, 33 tahun, terbilang dekat dengan keluarga Maya. Pria yang berprofesi sebagai anggota satuan pengamanan di Sekolah Nasional 1 Kota Bekasi ini kerap diminta tolong suami Maya, Diaperum Nainggolan, 37 tahun, mengangkat barang dagangan toko. Keluarga Diaperum, yang berasal dari Samosir, Sumatera Utara, juga kerap mengajak Hasyim makan dan minum kopi di rumah mereka. ”Malam itu saya melihat wajah Maya tampak muram,” kata Hasyim.
Beberapa jam sebelumnya, tetangga lain Maya, Lita, juga sempat menangkap ada keanehan terjadi pada pasangan tersebut. Senin sore, Lita yang tengah berbelanja bahan kebutuhan pokok di warung kelontong Maya melihat Diaperum sedang menelepon seseorang dengan nada suara tinggi dan pengeras suara yang diaktifkan. Lita mengaku tidak paham sebagian besar isi percakapan suami Maya itu dengan lawan bicaranya di telepon karena menggunakan bahasa Batak. ”Saya hanya mengerti ketika Diaperum Nainggolan menyebutkan kata uang dan mobil dengan nada tinggi,” ujarnya.
Lita sempat bertanya kepada Maya tentang polah suaminya yang menelepon seseorang sambil marah-marah. Kepada Lita, Maya meminta sang tetangga tidak ikut campur urusan keluarganya. Lita kemudian pergi setelah membayar semua belanjaannya.
Hasyim dan Lita kaget bukan kepalang ketika keesokan harinya mendapat kabar bahwa Diaperum Nainggolan, Maya Ambarita, dan kedua anaknya ditemukan tewas mengenaskan di dalam rumah keluarga itu. Diaperum dan Maya ditemukan tewas bersimbah darah di ruang tengah di depan televisi. Dua anak mereka, Sarah, 9 tahun, dan Arya, 7 tahun, ditemukan tewas di kamar masing-masing dengan bagian kepala dan muka dililit menggunakan seprai. Keduanya diduga tewas dicekik.
Adalah Feby Lofa, tetangga korban, yang pertama kali menemukan mayat satu keluarga itu. Feby adalah salah satu penyewa kontrakan milik kakak Diaperum Nainggo-lan, Douglas Nainggolan. Sehari-hari Diaperum-lah yang menjaga kontrakan dua lantai dengan 28 kamar tersebut. Di kalangan penghuni kontrakan, Diaperum kerap dipanggil Gaban atau Ucok. Kediaman Diaperum persis berada di depan kon-trakan tersebut. Penghuni kontrakan harus melewati depan rumah Diaperum jika hendak pergi ke luar.
Pagi itu, pukul 06.30, Feby hendak berangkat ke kantornya. Saat melintasi rumah Diaperum, ia mendengar suara televisi menyala. Feby sama sekali tak mendengar ada suara aktivitas apa pun di rumah itu. Dia langsung teringat kejadian semalam saat melihat pintu gerbang kompleks rumah kontrakannya masih terbuka pada pukul 03.00. Padahal, menurut Feby, Diaperum tak pernah lupa menutup pintu itu menjelang tengah malam.
Didorong rasa penasaran, Feby mendekat ke arah depan rumah. Ia kaget melihat jendela rumah terbuka. Lewat jendela itu, Feby masuk ke dalam rumah. Ia langsung terkesiap dan menjerit melihat mayat Diaperum dan istrinya bersimbah darah di ruang tengah di depan televisi. Ia melihat luka bacok di bagian leher pasangan suami-istri tersebut. Feby juga melihat mulut Diaperum terluka dan lebam seperti dihajar benda tumpul. Bergerak ke arah kamar, ia menyaksikan kedua anak Diaperum juga tergeletak tewas dengan lilitan seprai di muka mereka.
Setelah melihat kejadian itu, Feby langsung memanggil penghuni kontrakan lainnya. Tak lama kemudian, polisi datang ke lokasi kejadian. Petunjuk awal jejak pelaku pembunuhan datang dari informasi salah seorang penghuni kontrakan itu, Jimi Woro. Menurut Jimi kepada polisi, pada malam sebelum terjadi pembunuhan, ia tak melihat mobil Nissan X-Trail yang beberapa jam sebelumnya parkir di kawasan kompleks kontrakan. Ia hanya melihat mobil boks. Kedua mobil itu milik kakak Diaperum, Douglas Nainggolan, manajer di sebuah perusahaan rokok multinasional.
Menurut Ketua RT 2 RW 7 Agus Sani, mobil Nissan X-Trail tersebut memang milik Douglas yang ditinggalkan di kontrakan karena ia tengah menjalankan tugas ke Sukabumi, Jawa Barat. Douglas pergi ke Sukabumi menggunakan Honda HR-V, yang merupakan mobil dinas kantornya. ”Douglas baru pulang keesokan harinya sekitar pukul 14.00. Diduga ada orang lain yang membawa mobil itu,” ucap Agus. Menurut dia, tidak adanya mobil Nissan X-Trail itu menjadi petunjuk polisi menelusuri jejak pelaku.
Setelah tiga hari melakukan penelusuran, pada Kamis malam pekan lalu, polisi menemukan mobil Nissan X-Trail silver bernomor B-1075-FOG itu di sebuah rumah di Kampung Rawa Lintah, RT 01 RW 02, Desa Mekarmukti, Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi.
Penemuan mobil itu bermula dari laporan anak pemilik kontrakan, Alif Baihaqi, 28 tahun, kepada polisi. Alif mencurigai mobil itu yang sedang dicari-cari polisi untuk mengungkap kasus pembunuhan di Jalan Bojong Nangka 2. Mobil itu , kata dia, ditinggalkan oleh seorang pria yang menghuni salah satu kamar kontrakannya. Dari informasi Alif, polisi mengetahui pria yang dimaksud adalah Haris Simamora. Belakangan, menurut polisi, pria 29 tahun tersebut masih kerabat Maya atau adik ipar Maya. Haris juga kerap menginap di rumah Maya.
Haris datang ke kontrakan Alif pada Selasa pukul 09.30 atau sehari setelah peristiwa pembunuhan menimpa keluarga Diaperum Nainggolan. Kepada Alif, Haris mengatakan akan menyewa salah satu kamar di kontrakan tersebut. Ia lantas menyerahkan uang muka Rp 400 ribu. Pria yang baru saja mengundurkan diri dari sebuah perusahaan di kawasan Jababeka, Cikarang, itu lantas menitipkan mobil Nissan X-Trail karena buru-buru harus pergi.
Belakangan, setelah diperiksa polisi, bagian dalam mobil Nissan X-Trail yang ditinggalkan Haris penuh ceceran darah. Dua telepon seluler milik Diaperum juga berada di dalam mobil tersebut. Jejak darah di dalam mobil Nissan X-Trail yang ditemukan di Kampung Rawa itu menjadi petunjuk penting polisi. Dengan temuan tersebut, polisi meyakini Haris diduga kuat sebagai pelaku pembunuhan Diaperum dan keluarganya. Dari nomor ponsel Haris yang diserahkan kepada Alif, polisi melacak jejak keberadaannya.
Dari jejak ponsel itu, polisi mengetahui Haris tengah berada di kaki Gunung Guntur, Garut, Jawa Barat. Ia ditangkap polisi di sana. Kepada polisi, Haris mengaku akan mendaki gunung. Awalnya Haris menyangkal sebagai pelaku pembunuhan Diaperum sekeluarga. Dengan bukti kunci mobil yang masih dia bawa dan ceceran darah di Nissan X-Trail itu, Haris tersudut. Ia akhirnya mengakui perbuatannya. Haris mengaku membunuh keluarga itu pada Senin pukul 23.00 ketika korban tengah tidur.
”Dia mengaku membunuh menggunakan linggis. Linggisnya masih kami cari karena dia buang,” tutur Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono. Hingga Jumat pekan lalu, Haris masih belum mengakui motif pembunuhan tersebut. ”Kami menduga motifnya dendam. Ia sakit hati karena sering dimarahi keluarga korban,” ujar Argo. Haris kerap datang ke rumah Diaperum dan tak jarang dicemooh oleh Diaperum dan istrinya karena sudah lama menganggur.
Menurut polisi, keluarga Diaperum malam itu mengundang Haris datang ke rumah mereka untuk menemani belanja guna persiapan Natal keesokan harinya. Haris juga tinggal di kawasan Bekasi. Tapi, saat berkumpul, Diaperum dan Maya terlibat cekcok dengan Haris. Setelah itu, Haris pergi ke dapur memainkan ponselnya untuk menenangkan diri. Ia kemudian melihat linggis di dapur dan memutuskan memakai linggis itu untuk membunuh Diaperum dan istrinya. ”Suami dan istri ketiduran di ruang tengah. Di sana mereka dibunuh,” kata Argo.
LINDA TRIANITA, ADAM PRIREZA, ADI WARSIDI (BEKASI)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo