SIANG itu Jalan Letjen Suprapto, Jakarta, macet Lalu lintas yang
menuju Senen dari Pulogadung dan Tanjungpriok seperti tersumbat
oleh sepasukan alat negara yang memenuhi jalur cepat dan jalur
lambat jalan tersebut. Petugas bersenjata dari satuan marinir,
kepolisian, angkatan darat dan polisi militer, hari itu sedang
menjalankan Operasi Sapu Jagat merazia orang-orang yang tidak
membawa KTP (Kartu Tanda Penduduk).
Ya, KTP. Bahkan selama operasi, sejak 17 s.d. 25 September,
sudah lebih 1.700 orang yang kena. Padahal menurut Pangkopkamtib
Laksamana Sudomo, pengendali Sapu Jagat, penduduk yang tak
ber-KTP bukan merupakan sasaran operasi. Yang diarah sebenarnya
senjata api, senjata tajam, bahan peledak dan radio CB (Citizen
Band) Untuk itulah petugas melakukan razia di jalan dan di rumah
penduduk.
Lain dari Sudomo lain pula yang diterima masyarakat. Berbantah
dengan petugas tak ada gunanya. Petugas selalu mengatakan:
"Pokoknya, kami menjalankan tugas! Bicara dengan komandan
sendiri di kantor nanti". Dan yang terkena razia, karena tanpa
KTP atau keterangan lain, senang tak senang, harus menurut
diangkut dengan truk ke Kodak.
Dari operasi KTP belum diumumkan apakah petugas memperoleh
perkara yang serius. Kecuali berupa keluhan masyarakat yang
terhambat urusannya hanya karena alpa membawa atau tak
mempunyai keterangan sama sekali.
Bukan hanya orang tak ber-KTP yang diincar. Petugas juga bisa
mencurigai barang bawaan. Seorang pembawa 5 kg emas terpaksa
berurusan dengan petugas dan dipaksa membuktikan "kebersihan"
barang milik nya sendiri. Urusan memang tak jadi panjang ketika
pemilik emas tersebut, Toko Cahaya di Sawah Besar, dapat
memperlihatkan surat-surat pemilikan secukupnya.
Menggelisahkan
Tapi kejadian yang berlangsung di Ciamis, pertengahan bulan.
Lalu, berakibat terlalu jauh. Pengemudi Maman, 20 tahun, memang
mencoba menghindari razia yang dilakukan Sapu Jagat di Kecamatan
Cisaga. Soalnya ia menyangka petugas sedang memeriksa SIM
sedangkan ia tak memilikinya. Maman kabur dan seorang kopral
polisi yang bertugas, Kus, mengejarnya dengan kendaraan lain.
Setelah 4 buah tembakan peringatannya tak diindahkan, Kus,
menembak langsung, dan ternyata mengenai tengkuk Maman. Korban
tewas.
Dari kejadian-kejadian di atas Mr. Yap Thiam Hien, ahli hukum,
mengibaratkan sebagai usaha untuk menyembuhkan penyakit, tapi
apa yang dilakukan petugas Sapu Jagat adalah "memberikan obat
lebih keras dari penyakitnya!" Maksudnya ekses yang ditimbulkan
cukup menggelisahkan. Seperti merazia KTP dan mempersoalkan emas
yang dibawa seseorang, sambung Albert Hasibuan, advokat dan
anggota Komisi III/DPR, "sudah di luar sasaran Sapu Jagat. "
Seseorang yang tak dapat menunjukkan kartu identitasnya, menurut
Albert "hanya merupakan pelanggaran administrasi--bukan tindak
kejahatan yang harus diurus polisi." Apalagi, katanya, dalam
soal KTP, perampok dan teroris mungkin lebih bisa menyediakan
daripada rakyat kecil. Sedangkan untuk menangkap orang yang
membawa emas, katanya pula, seharusnya petugas membuktikan
tuduhannya -- bukan sebaliknya. Sebab penyitaan harus ada
dasarnya: "Harus ada indikasi barang tersebut berasal dari
kejahatan."
Semua itu barangkali ekses -- walaupun terlalu keras. Sapu Jagat
sendiri memang sudah menghasilkan. Dari razia-razia, sampai 25
September lalu, telah disita 55 pucuk senjata api laras panjang,
76 senjata api genggam, 582 butir peluru dan 60 buah radio CB.
Belum lagi 3895 pucuk senjata api yang diserahkan pemiliknya
sendiri. Namun begitu Sudomo minta maaf kepada masyarakat --
kalau-kalau petugasnya kurang luwes bekerja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini