Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Takbir Untuk Sebuah Rumah

Eksekusi keputusan MA mengenai perkara sengketa rumah di jln. ngabean no 40, yogya, antara ahli waris ny. lie padang nio & pengurus partai masyumi, belum dilaksanakan penghuni yang tak mau mengosongkan. (hk)

4 Oktober 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAKBIR berkumandang di muka pejabat pengadilan. Tiga hari sebelumnya, 25 pemuda telah pula berbondong-bondong ke Pengadilan Negeri Yogya membaca petisi berjudul "Umat Islam Indonesia Yogya menuntut keadilan sosial dan keadilan sejarah." Diperkuat pula dengan spanduk yang berbunyi antara lain "Saya pertahankan sampai titik darah penghabisan." Tak ada yang gawat. Hanya saja, sebuah gedung tua yang terletak di Jalan K.H.A. Dahlan 94, Yogya, sampai 18 September lalu belum juga selesai dipersengketakan--walaupun proses hukumnya sudah berlangsung selama 27 tahun. Pemuda-pemuda, yang menyatakan diri "sebagai bagian umat Islam Indonesia di Yogya", menghambat eksekusi keputusan pengadilan yang hendak mengembalikan gedung tersebut kepada pemiliknya. Alasannya, hendak mempertahankan "salah satu monumen sejarah perjuangan" yang kini telah menjadi "pusat kegiatan sosial". Akan Diobrak-abrik Persengketaan mulai 1953, ketika Nyonya Lie Padang Nio menggugat Pengurus Partai Masyumi Wilayah Yogyakarta. Tuduhannya Masyumi menempati dan berkantor di rumahnya, di Jalan Ngabean 40 (sekarang Jalan K.H A. Dahlan 94), tanpa permisi kepadanya. Masyumi memang berkantor di sana sejak 1949. Sebelumnya tempat itu diduduki Tentara Pelajar dan dijadikan asrama tentara karena dibiarkan kosong oleh pemiliknya yang pergi mengungsi. Lalu TP dan Masyumi bertukar tempat. Masyumi sebelumnya berkantor di Jalan Senapati. Setelah keadaan tenteram Nyonya Lie, pemilik gedung tersebut, berusaha meminta kembali gedungnya. Masyumi tak mau memberikan. Janda tersebut lalu memperkarakannya ke pengadilan sebagai perkara perdata. Belum lagi perkaranya putus penggugat keburu mati. Tapi gugatan segera dilanjutkan oleh Kooe Tjay Goan dan Nyonya Khoe Lik Nio yang mengaku sebagai ahli waris Nyonya Lie Padang Nio. Putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta jatuh pada 1957. Pengurus Masyumi harus mengosongkan gedung sengketa tersebut 10 bulan setelah vonis. Sebab, menurut pengadilan, Masyumi memang terbukti telah menempati gedung secara tidak sah. Tidak meminta izin kepada pemiliknya, Nyonya Lie, maupun K.P.Y. (Kantor Perumahan Yogya), sesuai dengan peraturan Menteri Negara Koordinator Keamanan (4 Juli 1949) berkenaan dengan penggunaan gedung-gedung yang ditinggal mengungsi pemiliknya. Masyumi naik banding. Tapi putusan Pengadilan Tinggi di Surabaya (waktu itu), 1962, tetap mengalahkannya. Berhubung Partai Masyumi dibubarkan (1959) kasasi ke Mahkamah Agung diurus oleh Yayasan Kesejahteraan Umat (YKU) Yogya. Tapj permohonan kasasi tak dapat diterima. Sebab, menurut Mahkamah Agung, YKU "tidak pernah menjadi pihak yang berperkara." Namun sampai 17 tahun kemudian ternyata putusan pengadilan tersebut tak dapat dilaksanakan. Berbagai upaya yang dilakukan pihak penggugat -- dari mulai berperkara sampai sekarang telah memakai jasa 11 orang pengacara secara bergantian -- tak dapat "mengusir" penghuni. Penyediaan tempat lain sebagai pengganti yang ditawarkan oleh ahli waris Nyonya Lie Padang Nio juga ditolak YKU. Beberapa kali Pengadilan Negeri Yogya memanggil para penghuni untuk diberitahu tentang keputusan pengadilan. Tapi Pengurus PII, (Pelajar Islam Indonesia), Muhammadiyah dan PPP (Partai Persatuan Pembangunan), yang meneruskan kepenghunian Masyumi, tak mengindahkan. Sampai kemudian datang perintah dari Mahkamah Agung, 31 Mei lalu, yang mengharuskan pengadilan melakukan eksekusi. Pengadilan menentukan 18 September lalu sebagai hari eksekusi. Tiga hari sebelumnya serombongan pemuda mendatangi kantor pengadilan dan membacakan pernyataan yang ditandatangani 10 orang, mewakili berbagai organisasi Islam dan perseorangan yang berkantor maupun tinggal di rumah itu. Isinya, antara lain, minta agar pengadilan meninjau kembali keputusan eksekusi serta keseluruhan perkara. Pada hari eksekusi, ketika tim hakim melangkahkan kakinya ke gedung sengketa, "demonstrasi" kecil menyambur mereka. Syukur tak terjadi apa-apa. Wakil jurusita, Supoyo, memang tak dapat menjalankan tugas eksekusi. Setelah berunding 30 menit, Supoyo mengumumkan antara lain Pengadilan menyerahkan rumah sengketa kepada penggugat, pemohon eksekusi, tapi belum dapat mengosongkannya. Karena ada keberatan dari penghuni. Oleh karena itu pengadilan memberi kesempatan kepada kedua belah pihak untuk menyelesaikannya sendiri. Bagaimana penyelesaiannya? Abdul Malik mewakili YKU menyatakan, penyelesaian sengketa perumahan "di samping masalah yuridis juga harus mempcrtimbangkan masalah sosial". Sedangkan bagi Muchtar Mansur, kuasa ahli waris Nyonya Lie, "secara yuridis rumah tersebut sudah kembali kepada pemiliknya." Adapun soal pengosongan, katanya kepada TEMPO, "tinggal menunggu waktu saja." Tapi kalau melalui pengadilan, yang sudah berproses sekian lama belum juga beres, "akan kami obrakabrik," kata Muchtar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus