Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Panglima TNI Hindari Sanksi Etik Prajurit di Tragedi Kanjuruhan

Dalam tragedi Kanjuruhan, beberapa prajurit TNI tertanggap kamera melakukan penendangan dari belakang ke penonton.

5 Oktober 2022 | 15.54 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menghindari pengenaan sanksi etik bagi prajurit yang terlibat dalam aksi kekerasan saat Tragedi Kanjuruhan. Sejumlah prajurit yang terlibat dalam pengamanan pertandingan kini terancam sanksi, termasuk komandan batalion.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Saya berusaha untuk tidak etik, karena etik ini apabila tadi, ada memang syarat-syaratnya. Bagi saya itu sudah sangat jelas, itu pidana," kata Andika Perkasa saat ditemui usai peringatan HUT TNI ke-77 di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, 5 Oktober 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya, ratusan orang tewas dalam Tragedi Kanjuruhan pascapertandingan antara Arema FC vs Persebaya Surabaya pada Sabtu, 1 Oktober 2022. Kekerasan dari aparat dan penggunaan air mata pun jadi sorotan publik dari kejadian ini.

Andika menyebut sejauh ini sudah ada 5 prajurit yang diperiksa akibat Tragedi Kanjuruhan karena sudah ada bukti awal. Empat orang sudah mengakui bahwa mereka telah melakukan kekerasan kepada suporter Arema FC dan satu lagi belum mengakuinya. "Tapi kami enggak menyerah," kata dia.

Andika menyebut TNI terus meminta informasi ke siapapun yang memiliki video kerusuhan di Kanjuruhan yang menewaskan ratusan orang. Dari lima yang diperiksa ini, empat orang berpangkat sersan dua (serda) dan satu orang prajurit satu (pratu).

Andika tidak merinci apakah semua yang mengaku adalah empat orang yang berpangkat serda ini. Tapi Ia memastikan TNI sekarang sedang memeriksa unsur pimpinan dari para prajurit. 

"Kami memeriksa juga yang lebih atasnya, prosedur apakah yang mereka lakukan, apakah mereka sudah mengingatkan, dan seterusnya," ujar mantan Komandan Pasukan Pengamanan Presiden ini.

Periksa Komandan

Pemeriksaan ini sampai ke tingkat komandan batalion yang ada di lokasi kejadian. Pemeriksaan ini, kata dia, adalah bagian dari evaluasi di tubuh TNI. "Berarti kan briefing, penekanan tentang batas kewenangan TNI dalam bertindak, walaupun kami hanya BKO, itu berarti tidak berjalan," kata dia.

Dalam video yang terbesar di media sosial, salah satunya menunjukkan ada prajurit yang menendang punggung suporter yang sedang berjalan di lapangan. Video ini yang jadi salah satu rujukan Andika.

"Seperti yang di video, beberapa oknum, itu kan menyerang masyarakat atau individu yang tidak juga menyerang mereka, bahkan juga membelakangi. Itu ya sangat-sangat enggak bagus," kata Andika.

Andika menyebut minimal  prajurit ini bisa dikenai Pasal 351 KUHP ayat 1. Lalu KUHP militer Pasal 126 soal melebihi kewenangan dalam bertindak. "Itu minimal, jadi kami akan terus dan masing-masing pasal kan ada ancaman hukumannya," kata dia.

Begitupun dengan komandan dari prajurit. Kalau semisalnya komandan tidak memberikan briefing yang jelas sehingga pecah kerusuhan, artinya tidak bertanggung jawab. "Berarti Pasal 126 KUHP M (militer), KUHP M ini akan pidana, bukan hanya etika atau disiplin," ujarnya.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Fajar Pebrianto

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus