TAK biasanya, pada Jumat dua pekan lalu, Lilik menjemput anak tirinya, Faud, dari sekolahnya, di SD Negeri Puger Kulon, Jember, Jawa Timur. Ia membujuk agar anak itu ikut dengannya karena akan diajak ke perhelatan. Faud, 9 tahun, yang memang tak tinggal serumah dengan ibu tirinya itu, segera meloncat ke boncengan sepeda Lilik. Ternyata, wanita berusia 28 tahun itu tak pulang ke rumahnya. Kendaraan roda dua itu berbelok ke tepi tebing Sungai Bedadung di Desa Wuluhan, sekitar 2,5 km dari sekolah Faud. Di situ Lilik menurunkan Faud dari boncengan, dan tiba-tiba membantingnya ke tanah. Lalu ibu tiri muda itu menginjak-injak perut dan muka anak malang itu. Masih belum cukup, dari balik kutangnya, Lilik mengeluarkan silet dan menyayat penis anak itu. Faud melolong kesakitan. Segera Lilik menyumpal mulut anak tirinya itu dengan celana dalamnya. Dan bagaikan kesetanan Lilik menghajar anak itu habis-habisan, hingga lemas tak berdaya. Ketika itulah tubuh kecil itu diseretnya dan digulirkannya ke jurang yang menganga. Faud tewas? Tidak. Anak itu tersangkut di sebuah dahan. Dengan sisa tenaganya, Faud mencoba menggapai kembali bibir jurang. Tapi dari atas, si ibu tiri mendorong kembali tubuh anak itu ke bawah. Mahabesar Allah, lagi-lagi nyawa anak itu diselamatkan-Nya. Sebuah dahan lagi menghalangi ajal menjemput anak itu. Kebetulan pula di dasar jurang ada seorang gembala lagi memandikan sapinya. Si gembala, Kliwon, terkejut mendengar jeritan Faud. Lilik, yang masih menunggui korbannya mati, kontan lari tunggang-langgang melihat situasi tak menguntungkannya itu. Dengan bantuan beberapa penduduk, Faud dapat diselamatkan. Salah seorang di antara mereka, Salam, mengaku melihat Faud bersama ibu tirinya sebelum anak itu dibuang ke jurang. "Saya pikir mereka sedang mencari kayu," kata Salam setelah anak itu dibawa ke Puskesmas Puger. Kini, luka-luka dan memar di wajah dan dada Faud masih belum hilang. Jahitan yang memanjang dari penis dan buah zakarnya masih nampak. Ketika menjahit luka itu, dokter di puskesmas sekaligus mengkhitankan Faud. Lilik kini mendekam di tahanan polisi. Di pemeriksaan, ia mengaku terus terang menganiaya anak tirinya itu karena kesal kepada suaminya, Sukari. "Saya kesal pada suami saya. Dia jahat, tidak memberi nafkah," katanya. Bahkan, katanya, sejumlah perhiasan miliknya habis dijual Sukari. Lalu kenapa Faud yang jadi sasaran? "Saya sudah kalap, karena mencari Mas Sukari ke sana kemari tidak ada," kata Lilik, di tahanan Polres Jember. Dua setengah tahun lalu Lilik, yang masih perawan, menikah dengan duda beranak dua, Sukari, 38 tahun. Kedua anak tiri Lilik itu tidak tinggal serumah dengannya, tapi dititipkan pada nenek si anak di kampung lain. Hanya sesekali Sukari mengajak putra bungsunya, Achmad Fauzie alias Faud, 9 tahun, ke rumah barunya. Maklum, Faud ini anak kesayangan bapaknya. Belakangan, rumah tangga Lilik kusut. Sumber percekcokan itu, menurut Sukari, karena ia bokek melulu. Tapi Lilik tak peduli. Ia tetap menuntut banyak dari suaminya. Untuk memenuhi tuntutan istrinya itu, Sukari sampai-sampai menjual sepedanya. "Ia kayak nggak tahu nasib nelayan kalau lagi paceklik," ujar Sukari mengeluh. Gara-gara cekcok terus-menerus itulah, Sukari akhirnya minggat dari rumah istri mudanya itu. "Saya sakit hati karena Lilik selalu bilang bosan hidup dengan saya, menyesal kawin dengan duda," ujar Sukari mengenang. Minggatnya Sukari ternyata menimbulkan dendam Lilik. Hanya tiga hari setelah itu, Lilik membalaskannya kepada Faud. Pembalasan itu yang kini tak termaafkan oleh Sukari. "Saya akan menuntut Lilik dan sekaligus menjatuhkan talak tiga padanya," kata Sukari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini