Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Korban-korban Adek Maut

Ilyas, 26, pemuda kekar desa parit panjang, kab. Agam, membunuh jago silat di kampungnya, Anwar Nakhodo Rrajo, dan membunuh H. Sutan Pangeran, majikannya. Ilyas juga melukai tukang gigi, Dermawan Hakim.

18 November 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIAPA tak kenal dengan Ilyas. Pemuda kekar berusia 26 tahun dari Desa Parit Panjang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, itu suka mabuk-mabukan dan menyelipkan golok di pinggang. Saking jagonya, ia digelari orang sedesa Adek Maut. Ternyata, gelar itu tak percuma. Kendati selama ini belum pernah kena perkara pembunuhan, ternyata dialah si pembunuh "misterius" yang menghabisi seorang pendekar di desa itu Anwar Nakhodo Rajo, 65 tahun, enam bulan lalu. Ia pernah pula melukai seorang tukang gigi di Bukittinggi. Semuanya itu terbongkar setelah ia ditangkap, pekan lalu, karena diduga membunuh majikannya, H. Sutan Pangeran, 80 tahun, di ladangnya. Pada subuh 3 Mei lalu, penduduk Desa Parit Panjang geger ketika menemukan mayat Rajo, yang dikenal sebagai pendekar di kampungnya. Korban tewas akibat bacokan golok di dadanya. Polisi, yang mengusut kasus itu, sempat bingung karena tak ada harta korban yang hilang. Sebab itu, kemenakan korban, Mansur, yang diisukan penduduk sebagai pembunuh pamannya -- karena sengketa pusaka -- sempat mendekam di tahanan polisi. Ternyata, setelah seminggu pemeriksaan, polisi tak menemukan bukti keterlibatan Mansur sehingga ia dilepas. Setelah itu kasus pembunuhan Rajo seakan terkubur bersama jasadnya. Hampir enam bulan kemudian, atau 2 Oktober lalu, penduduk desa kecil itu kembali gempar. Kali ini seorang tua, H. Sutan Pangeran, yang tewas di ladangnya dengan bersimbah darah. Tapi celaka bagi Adek, kali ini gelagatnya mencurigakan. Ketika jasad orang tua itu ditemukan, seorang penduduk melihat Adek berlalu tergesa-gesa dan kemudian menghilang dari kampungnya. Tiga hari kemudian, ia diringkus polisi ketika kembali ke rumahnya. Di pemeriksaan polisi ia mengaku terus terang telah membunuh Rajo, Pangeran, dan melukai seorang tukang gigi di Bukittinggi. Ia, katanya, membunuh Rajo karena pendekar ulung itu dinilainya angkuh. Ia jadi penasaran ketika Rajo mendabik dada. "Kau jangan main-main, semua orang tahu akulah pendekar di desa ini," kata Rajo. Gertakan itu disambut Adek hingga mereka pun berkelahi. Tapi Rajo lebih unggul. Beberapa terjangan mendarat di dada Adek hingga anak muda itu muntah darah. Begitulah, usai makan sahur bulan Puasa lalu, ia menguntit Rajo yang lagi ke masjid. Dasar pendekar, Rajo merasa ada bayangan berkelebat. Ia langsung menyerang hingga Adek jungkir balik. Mengira lawannya telah kapok, Rajo pun berwudu. Nah, saat itulah Adek menyerang. Rajo tewas akibat golok menembus dada hingga punggungnya. Ternyata, tak ada yang mencurigainya sebagai pembunuh Rajo. Seminggu setelah pembunuhan itu, ia pergi ke Bukittinggi untuk meratakan giginya. Tapi ketika kembali ke kampungnya, ia kecewa karena di cermin ia melihat mukanya bertambah jelek. Apalagi kalau makan giginya jadi ngilu. Seraya membungkus golok dengan kain sarung, esoknya, ia menemui Dermawan Hakim, 60 tahun, si tukang gigi, dan menuntut uangnya Rp 30 ribu dikembalikan. Atau, kalau tidak, giginya dikembalikan seperti semula. "Apa sudah gila, gigimu bisa dikembalikan," balas Dermawan. Mendengar kata "gila" itulah, Adek pitam. Ia mengayunkan goloknya hingga bahu dan tangan Dermawan terluka. Tak disangkanya Dermawan punya simpanan jurus kungfu. Ia menerjang Adek hingga terpelanting. Karena orang datang berkerumun, Adek pun melarikan diri. Korban terakhirnya adalah Pangeran. Orang tua itu adalah pemilik kebun jeruk yang sejak empat tahun lalu dikerjakan Adek dengan sistem bagi hasil. Walau jeruk itu sudah mulai berbuah, Adek menyarankan agar diganti saja dengan kayu manis yang harganya lebih mahal. Karena Pangeran menampik, mereka bertengkar. Toh, pada 27 Oktober lalu, Adek masih nekat membawa sebatang bibit kayu manis. "Ini, Pak, bibit bagus," katanya. Emosi si gaek itu pun tersinggung. "Kau tanam saja di tanah ayahmu, jangan di sini," katanya. Adek pun terbakar. Ia menyambar pacul di situ dan mengayunkannya ke tengkuk Pangeran hingga luka berdarah. Ketika orang tua itu terjatuh, lagi-lagi Adek menghujaninya dengan kayu sebetis tadi. Pangeran pun tewas saat itu juga. Setelah itu, Adek kabur ke Sitiung, Sawahlunto Sijunjung. Di situ ia bekerja di sebuah warung. Tapi dua hari kemudian, ia minta izin pulang kampung mengambil pakaiannya. Ia tak menyangka polisi telah menunggunya di sana. BL & Fachrul Rasyid (Padang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus