Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBAGAI seorang ayah, hati Alisman, 65 tahun, begitu hancur menyaksikan nasib anak lelakinya, Indra Septiarman, 26 tahun. Polisi sampai semua orang kampung memburu putranya tersebut karena diduga telah menjadi pembunuh Nia Kurnia Sari, 18 tahun, seorang gadis penjual gorengan. Indra diduga menghabisi nyawa Nia dengan cara yang sadis: tangan diikat lalu dikubur di tanah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ungkapan perasaan itu disampaikan Alisman kepada Dessi Nofita, Wali Korong Pasa Galombang, Nagari Kayu Tanam, Kecamatan 2X11 Enam Lingkung, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Dessi datang ke rumah Alisman beberapa hari setelah polisi menetapkan Indra sebagai tersangka pada Ahad, 15 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seketika itu juga foto-foto Indra tersebar cepat. Tak butuh waktu lama bagi Dessi untuk mengenalinya karena pemuda itu adalah warganya sendiri di Korong Pasa Galombang. Korong atau jorong merupakan wilayah kecil yang dipimpin unsur pemerintahan setingkat kampung dan berada di bawah desa.
Alisman tak menyangka anaknya yang telah dia besarkan bisa berbuat sekejam itu. Tapi ia tahu anaknya salah. Maka, meski darah dagingnya sendiri, ia ingin Indra segera ditangkap polisi dan mempertanggungjawabkan perbuatannya. “Kalau dia pulang ke rumah, saya yang akan menyerahkan langsung kepada polisi,” kata Dessi menirukan ucapan Alisman saat ditemui Tempo di Padang Pariaman, Rabu, 18 September 2024.
Indra lahir pada 7 September 1998. Sebelum Indra beranjak dewasa, sang ibu wafat dan meninggalkannya pada usia 9 tahun. Untuk menyambung hidup, Alisman sehari-hari bekerja sebagai sopir truk. Itu sebabnya Indra sering ditinggalkan sendiri di rumah. Kadang-kadang Indra kecil memilih bertandang ke rumah sepupunya yang tak jauh dari rumah.
Setelah sang ibu meninggal, yang memperhatikan adalah tantenya, yaitu Suryati, adik Alisman, yang tinggal di Kota Pekanbaru, Riau. Saban pulang kampung, Suryati selalu mengunjungi keponakannya itu. Menurut Suryati, Indra selalu menaati nasihatnya. “Saya pernah tegur Indra, dia manut saja,” ucap perempuan 52 tahun itu.
Menginjak usia 15 tahun, masalah terjadi. Indra tersangkut kasus pencabulan. Dessi membenarkan informasi mengenai peristiwa yang terjadi pada 2013 itu. “Saat itu Indra juga sempat menghilang dan ditemukan tiga hari kemudian,” ujar Dessi.
Akibat kejadian tersebut, Indra harus mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas IIB Kota Solok, Sumatera Barat, sekitar 70 kilometer dari rumahnya. Indra baru bisa menghirup udara bebas pada 2016. Tapi tiga tahun hidup di balik terungku ternyata tak membuatnya kapok.
Setelah dua atau tiga bulan bebas dari Lembaga Pemasyarakatan Solok, Indra terjerat kasus narkotik jenis sabu. Pada 19 Desember 2016, Indra ditangkap personel Kepolisian Resor Padang Panjang ketika mengantarkan dua paket kecil sabu kepada pembelinya di Kabupaten Tanah Datar.
Akibat perbuatannya itu, majelis hakim Pengadilan Negeri Padang Panjang menjatuhkan hukuman enam tahun penjara. Indra yang saat itu menginjak usia 18 tahun belakangan dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan di Kota Payakumbuh, Sumatera Barat. “Pelaku memang pernah terjerat pidana, tapi kasusnya berbeda-beda,” tutur Kepala Polres Padang Pariaman Ajun Komisaris Besar Ahmad Faisol.
Sang tante, Suryati, sempat menjenguk keponakannya itu di Payakumbuh. Kepada tantenya itu, Indra berjanji bertobat dari bisnis narkotik. Lepas dari penjara, Indra sempat mencari penghidupan di Kota Padang. Suryati begitu senang melihat Indra bisa melanjutkan hidup.
Kini kebahagiaan Suryati berakhir. Anak yatim yang dia beri makan sejak berusia 9 tahun itu diduga telah membunuh Nia Kurnia Sari, warga di kampung sebelah, Korong Pasa Surau. Polisi menangkap Indra pada Kamis sore, 19 September 2024, dan langsung menahannya. “Padahal dia sudah ingin bertobat dan menyudahi kenakalannya,” kata Suryati, sambil berurai air mata.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Fachri Hamzah dari Padang Pariaman berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Tak Jera Selepas Dua Terungku"