Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Pengawas Internal di Jalan Sudirman

Polisi mengusut dugaan perusakan barang bukti KPK dalam kasus suap impor daging Basuki Hariman. Rekaman kamera pengintai menjadi petunjuk penting.

26 Oktober 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat panggilan dari Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya untuk dua pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi tiba di kantor KPK pada Rabu dua pekan lalu. Mereka yang hendak dimintai keterangan adalah pegawai di Bagian Koordinasi dan Supervisi, Rufriyanto Maulana Yusuf, serta anggota staf Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti, dan Eksekusi KPK, Oki Chandra.

Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan, menurut surat panggilan polisi, keduanya dipanggil sebagai saksi masing-masing pada Senin dan Selasa pekan lalu. Polisi meminta mereka hadir untuk diperiksa dalam penyidikan kasus merintangi penanganan suatu perkara di KPK, di kantor Polda Metro Jaya, Jalan Sudirman, Jakarta Selatan. ”Keduanya sudah memenuhi panggilan pemeriksaan itu,” ujar Febri, Kamis pekan lalu. 

Guna mengawal pemeriksaan, menurut Febri, Komisi mengutus Kepala Biro Hukum KPK Brigadir Jenderal Setiadi untuk mendampingi mereka. Sesuai dengan surat panggilan polisi, Febri mengatakan, pemeriksaan dua pegawai KPK itu menyangkut upaya merintangi penyidikan yang ada kaitannya dengan peristiwa di kantor komisi antikorupsi pada 7 April 2017. Febri tak bersedia menjelaskan peristiwa yang dimaksudkan polisi.

Penyidik polisi dalam surat panggilannya juga memasang sejumlah jerat pidana. Salah satunya jerat untuk orang yang melepas barang bukti yang telah disita dan menyembunyikannya. Ada juga jerat pasal untuk perusakan barang bukti sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Roland Ronaldy

Pemeriksaan keduanya, menurut bekas pegiat Indonesia Corruption Watch ini, atas persetujuan lima pemimpin KPK. Sehari setelah surat panggilan datang, lima pemimpin KPK menggelar rapat untuk menyikapi langkah polisi. Sempat ada perbedaan pendapat, pimpinan akhirnya memberi lampu hijau kepada polisi untuk memeriksa dua pegawainya. Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif tak mau mengomentari soal itu. ”Kalau soal itu, saya tak mau komentar,” ucap Syarif.

Pemeriksaan dua pegawai KPK ini luput dari pantauan media. Saat ditanyai soal ini, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Nico Afinta tidak membantahnya. Tapi Nico meminta Tempo menanyakan hal ini kepada Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono. ”Silakan koordinasi saja dengan Bang Argo,” katanya. Saat dimintai konfirmasi, Argo mengaku belum mengetahui instansinya tengah mengusut kasus ini. ”Belum ada info,” ujarnya, Kamis pekan lalu.

Polisi mulai menyidik kasus ini empat hari setelah terbit liputan investigasi IndonesiaLeaks pada 8 Oktober lalu. Laporannya mengulas penghapusan barang bukti berupa catatan pengeluaran uang perusahaan CV Sumber Laut Perkasa milik pengusaha impor daging, Basuki Hariman. Tanggal peristiwanya klop dengan yang tertera pada panggilan polisi, yakni 7 April 2017.

Skandal ini terungkap karena ada laporan yang masuk ke Pengawas Internal KPK. Tertuduhnya adalah Komisaris Besar Roland Ronaldy dan Komisaris Harun. Keduanya saat itu adalah penyidik kasus suap perkara impor daging sapi oleh pengusaha Basuki Hariman terhadap hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar. Besel tersebut untuk memuluskan uji materi aturan impor daging di Mahkamah Konstitusi agar menguntungkan Basuki. Mereka sudah divonis bersalah dalam kasus tersebut. Insiden ini sampai ke Pengawas Internal KPK atas laporan Rufriyanto Maulana Yusuf, saat itu penyidik perkara yang sama.

Tempo mengulas skandal perusakan barang bukti itu pada edisi akhir Oktober 2017. Dari laporan pengaduan yang diperoleh Tempo, Harun dan Roland diduga menghapus barang bukti berupa catatan pengeluaran uang perusahaan Basuki yang ditengarai salah satunya tercatat buat pejabat polisi.

Catatan keuangan di buku dengan sampul merah dan hitam tersebut dibuat oleh Kumala Dewi, anggota staf keuangan CV Sumber Laut Perkasa, salah satu perusahaan Basuki. Para penyidik itu diduga menghilangkan 15 lembar catatan pengeluaran pada 7 April 2017 malam. Menurut dokumen tersebut, mereka diduga menghapus catatan itu dengan cara memberikan Tipp-Ex pada nama-nama penerima uang, lalu merobeknya hingga terpisah dari buku bank itu. Di pengadilan tindak pidana korupsi pada 3 Juli lalu, Kumala mengakui dialah yang membuat catatan di buku merah dan hitam itu.

Harun

Catatan yang diduga dihapus memuat nama-nama orang yang disinyalir menerima uang dari perusahaan Basuki Hariman. Karena telah dirobek, catatan tangan di buku merah itu tersisa 12 halaman dengan tanggal transaksi yang tak berurutan lagi. Tempo melihat catatan itu dan menemukan nama-nama panggilan pejabat terkenal, kode nama, dan banyak instansi negara.

Catatan itu berupa uang masuk dan keluar dalam mata uang rupiah, dolar Amerika Serikat, dan dolar Singapura. Dalam empat lembar pertama saja, jumlah kolom ”kredit” memuat setidaknya Rp 38 miliar pengeluaran sejak Desember 2015 hingga Oktober 2016. Nilai nominal per transaksi bervariasi, dari puluhan juta rupiah hingga yang terbesar Rp 3,7 miliar untuk setoran kepada satu nama. Buku bank tersebut disita penyidik KPK ketika mengusut suap Basuki Hariman dalam penggeledahan di Sunter, Jakarta Utara, pada Januari lalu.

Menurut laporan IndonesiaLeaks, dalam catatan keuangan di buku bank itu tertulis salah satunya nama Tito Kapolda—nama yang diasosiasikan dengan Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian, yang ketika itu merupakan Kepala Polda Metro Jaya. Tito tak mau menjelaskan soal tuduhan tersebut. Ditemui dalam beberapa kesempatan, ia meminta wartawan melayangkan pertanyaan itu kepada Divisi Hubungan Masyarakat Polri. ”Dijawab Humas,” katanya. Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Arief Sulistyanto mengatakan tak ada aliran dana ke Tito dalam kasus itu. ”Tidak benar ada aliran dana ke Tito Karnavian,” ujarnya.

Kepada IndonesiaLeaks, Roland Ronaldy tak mau berkomentar soal tuduhan itu. ”Sudahlah, itu kan barang lama,” ucapnya. Hal senada disampaikan Harun. ”Sudah ya, sudah,” katanya saat ditemui di kantornya.

Roland dan Harun dikembalikan pimpinan KPK sebelum terbit putusan Pengawas Internal. Kembali ke instansi asal, mereka justru mendapat promosi. Roland menjadi Kepala Kepolisian Resor Cirebon, Jawa Barat, dan Harun menjabat Kepala Subdirektorat Fiskal, Moneter, dan Devisa Polda Metro Jaya.

REKAMAN kamera pengintai (CCTV) di ruang kolaborasi menjadi salah satu petunjuk penting bahan pemeriksaan di Pengawas Internal Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengusut perusakan barang bukti itu. Ketua KPK Agus Rahardjo saat rapat dengar pendapat di Dewan Perwakilan Rakyat mengakui Pengawas Internal KPK telah mengambil rekaman CCTV di lantai 9 itu dan memeriksanya. Menurut dia, CCTV di ruang kolaborasi berfungsi dengan baik dan merekam semua kejadian pada 7 April 2017 itu. ”Memang ada rekaman kamera, tapi tak tampak ada penyobekan,” ujar Agus, Selasa tiga pekan lalu di DPR.

Keberadaan CCTV ini dibenarkan oleh lima orang yang sudah melihat rekaman itu. Kelimanya menceritakan kembali kepada Tempo isi rekaman kamera pengintai tersebut. Selepas magrib, enam penyidik KPK berkumpul di ruang kolaborasi. Mereka adalah Roland Ronaldy, Harun, Rufriyanto Maulana Yusuf, dua penyidik lain perkara Basuki Hariman, dan satu penyidik KPK yang tak menangani kasus itu.

Mulanya keenam orang itu mengobrol sambil berdiri mengitari meja panjang di ruangan tersebut. Selanjutnya Harun membuka beberapa buku bank berwarna merah dan hitam yang tergeletak di atas meja. Tidak berapa lama, dua orang meninggalkan ruangan. Tersisa Roland, Harun, Rufriyanto, dan seorang penyidik perkara Basuki yang lain.

Beberapa menit kemudian, pegawai Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti, dan Eksekusi KPK, Oki Chandra, masuk ke dalam ruangan sambil membawa tumpukan buku merah dan hitam. Buku-buku itu diduga barang bukti terkait dengan perkara Basuki. Lantas, buku-buku itu diletakkan di atas meja, lalu sebagian disimpan di bawah meja dengan maksud agar tidak terlihat kamera CCTV. Oki tak lama kemudian meninggalkan ruangan.

Adegan berikutnya, kata penegak hukum ini, Harun mengambil sebuah buku bank berwarna merah. Lalu dia duduk di lantai dengan posisi membelakangi CCTV. ”Hanya punggung dan kepala Harun yang terlihat karena terlindung oleh meja,” ujarnya.

Adapun Roland dan yang lain duduk di kursi dekat Harun. Mereka sibuk mengobrol sambil membuka sebuah buku berwarna hitam. Sedangkan Rufriyanto duduk agak jauh. Tidak berapa lama, satu orang ke luar ruangan, lalu kursinya ditempati Rufriyanto. Tinggal di sana Rufriyanto, Harun, dan Roland.

Sekitar sepuluh menit kemudian, Harun berdiri dan duduk di sebelah Roland. Harun sempat meletakkan buku merah di tangannya di atas meja, tapi diambil lagi. Selanjutnya ia memutar kursi dengan posisi membelakangi CCTV. Harun ada di posisi ini hampir sembilan menit. 

Penegak hukum ini mengatakan Rufriyanto memeriksa buku merah yang diserahkan Harun tadi. Bahkan Rufriyanto sempat menghitung jumlah halaman buku itu, lalu meletakkannya di atas buku hitam yang ada di atas meja.

Selanjutnya, Roland memisahkan sebuah buku hitam dan disimpan di sebelah Harun. Sambil keduanya mengobrol, Harun lantas mengeluarkan sebuah benda dari saku celananya. Tak jelas benda apa yang dikeluarkan Harun. Selanjutnya dia menyimpan benda itu dan buku hitam di bawah meja. Sejurus kemudian, Roland berjongkok sehingga separuh tubuhnya tertutup meja.

Menurut sumber ini, ada sebuah adegan Roland berdiri setelah berlindung di balik meja. Buku hitam yang dipegangnya sempat dimasukkan ke plastik bening, tapi dikeluarkan lagi setelah ia dan Harun berdiskusi. Harun yang mengambil buku hitam itu. Lantas, keduanya membaca isi buku hitam itu sambil mengarahkan telunjuknya ke lembaran buku. Harun lantas mengambil sebuah benda berbentuk pulpen. ”Ia terlihat tengah menandai buku itu berkali-kali,” ucap orang yang melihat rekaman CCTV ini. Setelah menghapus sebagian isi buku, kata dia, Oki Chandra mengumpulkan buku-buku itu.

Peristiwa di rekaman CCTV ini disinggung juga oleh Rufriyanto dalam laporannya ke Pengawas Internal. Menurut laporan itu, periode perusakan barang bukti terjadi ketika Roland dan Harun meminjam buku tersebut dan memeriksanya di ruang kolaborasi seperti terekam kamera CCTV. Melalui juru bicara KPK, Rufriyanto dan Oki tak mau berkomentar soal ini. ”Mereka diperiksa polisi dalam kaitannya dengan itu,” ujar Febri Diansyah.

Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan Pengawas Internal sudah memeriksa laporan perusakan tersebut. Menurut dia, KPK telah menyatakan Harun dan Roland Ronaldy bersalah dan memberikan sanksi berat. Sejumlah penegak hukum mengatakan sanksi berat itu diputus setelah keduanya dikembalikan ke kepolisian. Tapi, menurut Agus, pengembalian ke instansi awal adalah sanksi paling berat yang bisa diberikan terhadap pegawai dari kepolisian, kejaksaan, dan lembaga lain.

Roland Ronaldy dan Harun belum bisa dimintai konfirmasi soal rekaman CCTV itu. Markas Besar Kepolisian RI menyatakan sudah memeriksa Harun dan Roland terkait dengan tuduhan itu. Pemeriksaan dilakukan sebelum Roland mendapat promosi sebagai Kepala Polres Cirebon dan Harun menjadi Kepala Subdirektorat Fiskal, Moneter, dan Devisa Polda Metro Jaya. ”(Informasi) yang bersangkutan merusak barang bukti sudah kami tindaklanjuti,- diperiksa Propam. Hasilnya, tidak ditemukan. Tidak terbukti dugaan perusakan barang itu,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Mohammad Iqbal, Maret lalu.

RUSMAN PARAQBUEQ, ANTON A., IMAM HAMDI, BUDIARTI UTAMI PUTRI


Skandal Barang Bukti

DUGAAN perusakan barang bukti kasus suap impor sapi yang sempat diusut Pengawas Internal Komisi Pemberantasan Korupsi kini ditangani penyidik Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya. Tuduhannya merintangi penyidikan.

2017

- Januari

KPK menggeledah kantor Basuki Hariman, importir daging. Disita beberapa buku bank berwarna merah dan hitam berisi catatan pengeluaran yang tertera sejumlah nama, di antaranya para petinggi Kepolisian RI.

- 9 Maret

Penyidik KPK, Surya Tarmiani, memeriksa Kumala Dewi dari bagian keuangan CV Sumber Laut Perkasa. Kumala menjelaskan aliran uang dalam buku bank merah dan hitam yang tertera nama para petinggi Polri.

- 4 April

Laptop Surya, yang berisi hasil scan dokumen buku merah dan buku hitam, dicuri.

- 7 April

Komisaris Besar Roland Ronaldy dan Komisaris Harun diduga telah merusak barang bukti buku bank merah dan hitam dengan cara merobek dan menghapus dengan Tipp-Ex.

- 15 April

Roland memeriksa ulang Kumala Dewi. Dalam pemeriksaan ini, nama para petinggi Polri raib.

- 13 Oktober

KPK mengembalikan Roland dan Harun ke Markas Besar Polri terkait dengan dugaan perusakan buku-buku bank itu.

2018

- 8 Oktober

IndonesiaLeaks mempublikasikan barang bukti buku merah dan buku hitam yang diduga dirusak Roland dan Harun.

- 10 Oktober

Laporan informasi ke Badan Reserse Kriminal Polri dan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.

- 11 Oktober

Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menerbitkan surat perintah penyelidikan dugaan perkara merintangi penyidikan terhadap tindak pidana korupsi yang terjadi di KPK pada 7 April 2017.

- 12 Oktober

Polda Metro Jaya menerbitkan surat perintah penyidikan dugaan perkara merintangi penyidikan terhadap tindak pidana korupsi yang terjadi di KPK pada 7 April 2017.

SUMBER: PDAT, BERBAGAI SUMBER

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus