Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Beras Anarkisari Ala Juki

Sekelompok pemuda berbisnis beras Prambanan di Klaten, Jawa Tengah. Membeli gabah hasil panen petani dengan harga tinggi.

26 Oktober 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penyanyi rap Marzuki Mohamad alias Juki menyambangi rumah Deri Iskandar di Desa Kokosan, Kecamatan Prambanan, Klaten, Jawa Tengah, Jumat siang dua pekan lalu. Di lokasi, satu ton beras yang menggunung menghadang di ruang tamu. Juki ingin memastikan stok beras dalam kemasan plastik dengan cap Beras Hasil Petani Prambanan, Bersih Pulen Istimewa masih tersedia di rumah Deri. Rumah itu kini menjadi gudang penyimpanan beras milik Usaha Dagang (UD) Anarkisari.

Gudang itu berada sekitar 15 meter dari kediaman Juki. Pada September lalu, pria yang akrab disapa Kill the DJ itu, bersama warga Kokosan, mendirikan UD Anarkisari untuk memasarkan beras Prambanan. Produk dalam kemasan bergambar petani berlatar merah itu hasil panen petani Desa Kokosan dan sekitarnya.

Pada malam hari, para pemuda desa be-ramai-ramai membungkus beras sebelum dipasarkan ke konsumen. ”Anarki di Indonesia berkonotasi pada tindakan barbar. Padahal anarki berarti perjuangan keadilan yang berprinsip welas asih,” kata Juki saat ditemui di rumahnya, Jumat dua pekan lalu.

UD Anarkisari membeli gabah petani Desa Kokosan dan sekitarnya lebih mahal ketimbang harga yang ditawarkan penebas atau tengkulak. Selisihnya Rp 500-1.000 per kilogram. Dengan begitu, Juki mengatakan, petani mendapat tambahan penghasilan. Dalam transaksi dengan petani, UD Anarkisari menetapkan sistem beli putus.

Sebelum UD Anarkisari berdiri, terdapat kelompok tani di Kokosan yang beranggotakan 20 pemuda. Mereka rata-rata lulusan sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan. Tapi makin lama pemuda yang mau menjadi petani makin menyusut. Menurut pendiri Jogja Hip Hop Foundation ini, anak muda makin tak tertarik bertani. Mereka cenderung memilih pekerjaan lain, seperti penjaga toko modern atau kuli bangunan di kota.

Dari situlah Juki berpikir, bagaimana cara agar anak-anak muda betah di desa. Gagasan muncul: membikin usaha di bidang pertanian. Maka lahirlah UD Anarkisari. Juki pun menggelontorkan modal ke perusahaan baru itu. Kini, delapan anak muda “dilepas” untuk menjalankan UD Anarkisari. “Di desa enggak penting ngomong ngalor-ngidul. Yang mereka butuhkan pekerjaan yang nyata,” tuturnya.

Selain menciptakan lapangan kerja baru, keberadaan usaha dagang ini dapat memberikan nilai tambah kepada petani. Dan, yang utama, memutus rantai distribusi yang terlalu panjang. “Inginnya orang-orang desa bisa bertani dengan cara yang menyenangkan dan hasil yang menjanjikan.”

Petani UD Anarkisari di Klaten, Jawa Tengah.

UD Anarkisari dijalankan dengan sistem korporasi. Sebagian pemuda bertanggung jawab mengurusi pembibitan, penanaman, pengangkutan ke penggilingan, dan jual-beli gabah. Sebagian lain bertugas melakukan promosi dan penjualan.

Juki kebagian memasarkan produk cap Beras Hasil Petani Prambanan melalui akun Instagramnya. Beberapa pesohor, seperti Dian Sastrowardoyo dan Nicholas Saputra, mejeng di akun Instagramnya sambil mempromosikan beras Prambanan. Beras ini juga dijual di studio Jogja Hip Hop Foundation di gedung Jogja National Museum, Yogyakarta. Di sana, konsumen bisa mendapat bonus tanda tangan Juki. Untuk sementara, UD Anarkisari hanya melayani pembeli rumah tangga, bukan retail. Konsumennya tersebar dari Klaten, Yogyakarta, hingga Jakarta.

Kepada pelanggannya, UD Anarkisari menjual beras semi-organik itu dalam kemasan berukuran 1, 5, 10, dan 25 kilogram. Beras kemasan 1 kilogram dihargai Rp 12.500, 5 kilogram Rp 62.500, 10 kilogram Rp 125.000, dan 25 kilogram Rp 312.500.

Deri Iskandar, petani pemasok UD Anarkisari, puas bergabung dengan usaha dagang ini. Sebab, UD Anarkisari membeli gabah basah dari petani Rp 4.500 per kilogram, yang lebih tinggi daripada harga pembelian tengkulak. Saat berurusan dengan tengkulak, petani pun harus lama menunggu pembayaran. Padahal mereka membutuhkan uang segar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. “Petani setengah kena tipu,” ucap Deri.

Setelah bergabung dengan UD Anarkisari, Deri percaya diri tak mencari kerja di kota. Dengan bertani di desa, ia tetap bisa mendapatkan penghasilan yang cukup dan bersantai dengan keluarga. Aditya, adik Deri, pekerja hotel di Sleman, Yogyakarta, ikut tertarik bergabung dengan UD Anarkisari. “Ia berencana keluar dari pekerjaannya sebagai buruh hotel karena merasa tenaganya terforsir,” ucap Deri.

KLATEN dikenal sebagai lumbung padi. Namun masyarakat kebanyakan hanya mengenal beras Delanggu asal kabupaten yang diapit Yogyakarta dan Solo ini. Lewat UD Anarkisari, para pemuda Kokosan memperkenalkan varian lain. “Beras kami asli dari sawah petani Prambanan, tidak ada campuran beras dari tempat lain,” kata Juki.

Ia berharap UD Anarkisari berkembang dengan kapasitas produksi terus membesar agar dapat menyuplai beras untuk warung makan, hotel, dan lainnya. Juki dan kawan-kawan juga berupaya menyiapkan penggilingan padi dan gudang penyimpanan beras yang memadai. “Harapannya, orang datang ke desa ini bisa melihat proses dari hulu sampai hilir.”

Usaha Juki membuat kalangan muda betah tinggal dan bekerja di desa ini klop dengan program pemerintah. Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Arifin Rudiyanto, mengatakan urbanisasi membuat para pemuda tak tertarik membangun ekonomi desa dan menjadi petani.

Dia mencatat, rata-rata petani Indonesia berumur di atas 40 tahun. Generasi di bawah umur itu enggan bekerja di sektor pertanian. Tak banyak anak muda yang tertarik menjadi petani atau melirik pekerjaan di bidang pertanian. Karena itu, Bappenas memprediksi 68 persen orang Indonesia akan tinggal di perkotaan pada 2045. “Itu mengapa pertanian di perdesaan perlu dijaga keberlangsungannya,” kata Arifin kepada Tempo saat ditemui di sela Forum Regional Asia-Pasifik Dana Internasional untuk Pembangunan Pertanian (IFAD) di Hotel Hyatt Regency, Yogyakarta.

Forum itu membahas perubahan iklim, pemuda, nutrisi, dan gender. Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan IFAD membuat program Youth Entrepreneurship and Employment Services dengan fokus penggunaan teknologi untuk menjalankan usaha pertanian. “Sasarannya kalangan muda yang tinggal di desa,” ucap Arifin.

Dalam menjalankan program itu, IFAD memberikan pinjaman senilai US$ 55 juta kepada pemerintah. Program Officer IFAD, Anisa Pratiwi, mengatakan pinjaman berlaku selama lima tahun. Program akan dijalankan di daerah-daerah yang pemudanya telah menjalankan usaha di bidang pertanian, yakni Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.

IFAD akan membuat program untuk meningkatkan promosi dan kesempatan bekerja di bidang pertanian. Selain itu, akan ada peningkatan kapasitas anak-anak muda, termasuk dalam mengakses layanan jasa keuangan atau perbankan untuk mendapat suntikan modal.

Anisa menilai produk kredit dari perbankan selama ini tak mudah diakses anak muda. Sebab, mayoritas perbankan mensyaratkan pengalaman usaha untuk mengucurkan modal. “Anak-anak muda perlu pelatihan manajemen keuangan,” tuturnya.

SHINTA MAHARANI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus