Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Perjalanan Kasus Saracen, Penebar Hoax yang Dikaitkan Abu Janda

Abu Janda menggugatkan Facebook karena mengaitkan ia dengan kelompok penebar kabar hoax Saracen.

9 Februari 2019 | 13.32 WIB

Permadi Arya atau Abu Janda. twitter.com/permadiaktivis
Perbesar
Permadi Arya atau Abu Janda. twitter.com/permadiaktivis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Permadi Arya alias Abu Janda mengancam menggugat platform media sosial Facebook sebesar Rp 1 triliun. Abu Janda menuding Facebook telah mecemarkan nama baiknya dengan mengaitkan dia dengan grup penyebar hoax, Saracen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Tuduhan Facebook kepada saya membuat kredibilitas dan kebebasan saya hilang. Saya melawan hoax sehingga tuduhan saya menjadi bagian Saracen merusak nama baik saya." kata Abu Janda lewat siaran di Twitternya pada Jumat, 8 Februari 2019.

Adapun, Saracen merupakan salah satu grup pembuat berita hoax yang sempat menghebohkan masyarakat. Polisi membongkar jaringan ini pada Agustus 2017.

Kisah Saracen ini bermula saat Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri mengungkap penangkapan tiga pengelola akun Saracen. Mereka adalah Jasriadi (32), Faiz Muhammad Tonong (43), Sri Rahayu Ningsih (32). Tiga orang itu bertugas masing-masing sebagai ketua yang merekrut anggota, koordinator Saracen sekaligus Media Informasi Saracennews, dan koordinator Saracen wilayah Jawa Barat.

Polisi menyebut Saracen sebagai sindikat penyedia jasa konten kebencian di media sosial. Kelompok ini memanfaatkan isu SARA yang merebak menjelang hingga pasca-Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017.

Kepala Subdirektorat 1 Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim, Komisaris Besar Irwan Anwar mengatakan Saracen aktif menerima pesanan dari sejumlah pihak untuk menyebar kebencian via media sosial. Akun yang terafiliasi Saracen mencapai 800.

Bagaimana modus Saracen? Baca terusannya...

Saracen memiliki dua modus saat melaksanakan aksinya. Modus pertama, kelompok ini mengirim proposal ke calon pemesan. Mereka mematok harga untuk jasa pembuatan website sebesar Rp 15 juta. Sedangkan untuk jasa buzzer, mereka membanderol harga Rp 45 juta untuk tim berisi 15 orang.

Adapun ketua saracen mendapatkan uang khusus sebagai biaya jasa sebesar Rp 10 juta. Mereka juga memiliki modus lain yakni mengerjakan pesanan langsung.

Terbongkarnya kasus Saracen ini sempat menjadi perhatian. Saat ini tiga anggota Saracen sudah menjalani persidangan dan mendapat vonis hakim.

Pada Desember 2017, Pengadilan Negeri Cianjur memvonis bersalah Sri Rahayu Ningsih dengan hukuman 1 tahun penjara dan denda Rp 20 juta. Hakim menyatakan Sri bersalah karena sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang menimbulkan kebencian individu dan kelompok berkaitan Suku Agama Ras Antargolongan (SARA) sebanyak beberapa kali.

Bagaimana vonis untuk para tersangka Saracen? Baca selanjutnya...

Adapun anggota Saracen Muhammad Abdullah Harsono mendapatkan hukuman 2 tahun 8 bulan penjara setelah hakim memvonis bersalah pada 12 Januari 2018. Pengadilan Negeri Pekanbaru menyatakan Abdullah bersalah karena terbukti menyebarkan ujaran kebencian serta penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo.

Sedangkan, Pengadilan Negeri Pekanbaru memvonis bos Saracen, Jasriadi bersalah pada 6 April 2018. Hakim menjatuhkan hukuman 10 bulan penjara ke Jasriadi dengan tuduhan akses ilegal ke akun facebook seseorang. Jasriadi dinyatakan bersalah mengendalikan akun facebook milik Sri Ningsih.

Jasriadi mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Riau. Pengadilan tersebut malah menjatuhkan hukuman lebih berat ke Jasriadi yakni 2 tahun penjara pada 5 Juni 2018.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus