Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Perjuangan Tina Rambe Melawan Pabrik Sawit, dari Demonstrasi hingga Memeluk Anak dari Balik Jeruji Tahanan

Aktivis lingkungan Tina Rambe divonis penjara lima bulan 21 hari gara-gara menggelar unjuk rasa melawan pendirian pabrik sawit.

7 Oktober 2024 | 16.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Perjalanan sejauh 280 kilometer dari Kota Medan ke Rantauprapat ditempuh dengan kereta api malam. Tiba menjelang subuh, Tempo dijemput Sekretaris DPC Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kabupaten Labuhanbatu, Amos P Sihombing, serta Jefri dan Fitri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Amos dan kawan-kawannya, Gustina Salim Rambe alias Tina Rambe dan masyarakat Pulopadang, Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara, menolak berdirinya pabrik kelapa sawit milik PT Pulo Padang Sawit Permai (PT PPSP) sejak 2016. Mereka memperjuangkan lingkungan tempat tinggalnya bersih dari polusi udara, suara, bau dan limbah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Protes dengan unjuk rasa, mengadu ke wakil rakyat, bupati sampai gugatan class action, tak mampu menghentikan kehadiran pabrik. Masyarakat pun disuguhi asap hitam tebal yang keluar dari cerobong, begitu dihembus angin, masuk ke rumah-rumah. Tak cuma asap, bau menyengat ikut menyumbat penciuman. Sekolah yang posisinya tepat di samping pabrik, pernah diliburkan gara-gara asap yang mengganggu murid-murid belajar.

"Kami mendampingi masyarakat karena mereka menuntut hak untuk lingkungan tempat tinggal yang bersih. Mereka kecewa kepada pemerintah," kata Amos, Rabu, 2 Oktober 2024.

Puncak perjuangan mereka saat aksi damai pada 20 Mei 2024 di Posko Perjuangan. Sejak pagi sampai siang, mereka membagi-bagikan selebaran kepada supir truk agar tidak melewati Jalan Pulopadang melebihi tonase. Pukul 14.40 WIB, Tagor Tampubolon yang sedang berorasi ditangkap. Spontan massa yang kebanyakan ibu-ibu mengejar dan menghalangi polisi membawa Tagor.

"Kak Tina juga ikut mengejar sambil merekam gambar. Tiba-tiba polisi datang lagi ke posko dan menangkap lima orang, salah satunya Tina. Mereka dituduh melawan polisi saat bertugas," ungkap Amos.

Malamnya mereka berdemonstrasi di Mapolres Labuhanbatu, menuntut enam orang yang ditangkap dibebaskan, tak digubris. Hari kedua aksi lagi, lima orang dilepaskan. Tina tetap ditahan dengan tuduhan melawan polisi. 

"Kami tidak ada melihat Kak Tina melawan polisi. Di pengadilan, diperlihatkan bukti video kalau Kak Tina cuma mengayunkan kaki," sebutnya.

Kenapa Tina Rambe tetap ditahan, apakah tidak ada yang mau menjamin? Amos bilang, begitu Tina ditangkap, kuasa hukum, mahasiswa dan masyarakat langsung menjamin dan meminta penangguhan. Hasilnya nihil. Bahkan sampai melakukan praperadilan, menggugat dan menemui banyak pihak, tetap nol.  

Menurut Amos, Tina adalah korban korporasi. Perlawanannya dilumpuhkan dengan pasal melawan polisi, tidak bisa ditangguhkan, tidak dapat membuat laporan terkait apa yang dialaminya. Sempat juga tidak bisa dijenguk, di dalam sel diprovokasi kalau tidak ada lagi aksi solidaritas untuknya.

Video Tina Rambe memeluk anak dari balik jeruji

Ketika menjadi tahanan polisi dan jaksa, Tina Rambe sempat tidak dibolehkan dijenguk anak, suami dan keluarganya. Sampai videonya saat memeluk anaknya dari balik jeruji viral. Akun Instagram Yenny Wahid pun ikut mengunggah video tersebut . Dia me-mention Menteri Komunikasi dan Informasi Budi Ari Setiadi agar memperjuangkan perempuan berusia 26 tahun tersebut.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Theresia Deliana Br Tarigan menuding Tina melanggar Pasal 213 Ayat (1) KUHPidana jo Pasal 212 KUHPidana. Menganiaya polisi wanita sampai terluka sehingga layak dituntut enam bulan penjara. Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Rantauparapat yang diketuai Tommy Manik menjatuhkan vonis lima bulan 21 hari. Mendengar vonis hakim, Tina tertunduk menangis. 

"Saya ingin pulang yang Mulia..." kata Tina dengan suara berat saat hakim meminta tanggapannya atas vonis yang diberikan, Rabu, 2 Oktober 2024. 

Penasihat hukum Tina, Muhammad Yani Rambe spontan menjawab pikir-pikir dulu, apakah akan melakukan upaya hukum banding atau tidak. Menurut Yani usai persidangan, secara kalkulasi hukum, pihaknya tidak menemukan kesalahan yang dilakukan Tina. Semakin heran ketika permohonan penangguhan penahanan, satu pun tidak ada yang dikabulkan. Padahal banyak perkara besar yang bisa ditangguhkan.

"Sangat mungkin ada intervensi dalam kasus ini. Tina itu pejuang lingkungan, dia harusnya bebas murni," kata Yani.

Amos juga prihatin dan kecewa atas putusan hakim. Pasalnya, fakta-fakta persidangan tidak menyimpulkan Tina Rambe bersalah. Pelapor malah menerangkan kalau dirinya sama sekali tidak tahu-menahu tentang kekerasan yang terjadi dan ia tidak berada di lokasi kejadian.

"Miris melihat perkara Kak Tina ini, jelas-jelas tidak terbukti tapi majelis hakim tetap menjatuhkan hukuman. Jelas-jelas polisi yang memperlakukan terdakwa tidak manusiawi, hakim malah menyalahkan Tina Rambe. Penegakan hukum kita benar-benar rusak parah," katanya.

Ketika para saksi dicecar pertanyaan terkait alasan pengamanan pabrik, semua menjawab atas perintah atasan. Mereka tidak mengetahui apakah perusahaan yang memohon agar Polres Labuhanbatu melakukan pengamanan atau atas inisiatif Kapolres Labuhanbatu sendiri. Penasehat hukum Tina Rambe sudah meminta hakim memerintahkan penuntut umum agar menghadirkan Kapolres, namun tidak diabaikan.

"Terkait sikap Kapolres Labuhanbatu yang melakukan pengamanan tanpa ada permintaan dari pabrik sehingga mengakibatkan Tina Rambe menjalani proses hukum, menarik untuk dikupas," kata Amos.

Keluarga dukung perjuangan Tina Rambe 

Agus Rambe, ayah kandung Tina tak membantah saat dibilang anaknya masuk jeruji gara-gara melawan PT PPSP. Menurutnya, Tina tidak bersalah. Kejadian yang dialami anaknya adalah rekayasa pabrik dan kapolres. Pasalnya, Kecamatan Rantau Utara bukan kawasan industri, kasus ini dipaksakan.

"Mungkin aparat penegak hukum sudah kongkalikong untuk mendapatkan berkoper-koper duit," katanya.

Menurut Agus, Tina kuat menjalani semua musibah yang dihadapinya. Dirinya bersama suami Tina, saling bahu-membahu menjaga Hanna. Dukungan juga terus berdatangan untuk perjuangan Tina.

"Termasuk saya yang ngurus Hanna, juga tantenya, uwaknya. Awalnya memanggil-manggil mamaknya, belakangan karena dia anak-anak sudah kayak lupa, sangkin lamanya," ujar Agus.

Sambil memangku Hanna, buah cinta Sahrul dengan Tina Rambe, pria ramah itu mengaku bangga dengan perjuangan istrinya. Setiap persidangan, dia pasti izin setengah hari dari tempat kerja. Datang bersama keluarga dan masyarakat Pulopadang, memberi dukungan moril kepada Tina. 

"Kalau begitu-gitu, pasti banggalah. Waktu sidang pertama, awak (aku-red) kira polisi mengawasi sidang lain, rupanya mengawasi Tina sidang. Terkejut juga, pengawalan sidangnya bikin keren. Awak pikir polisi datang main-main aja, rupanya ngawal sidang binik awak," kata Sahrul tertawa.

Selama Tina Rambe di tahanan, Sahrul mengurus sendiri rumah dan anaknya. Katika akan bekerja, dia menitipkan Hanna kepada mertua, abang ipar atau terkadang kepada ibunya. Karyawan swasta ini sedikit terganggu aktivitas kerjanya karena harus menjaga anak.

"Setiap kerja, pasti kepikiran, anaknya kayak mana, siapa yang jaga," sebutnya.

Namun Sahrul mendukung apa yang diperjuangkan istrinya, katanya untuk kebaikan dan lingkungan. Dirinya juga resah dengan beroperasinya pabrik, apalagi menurut sejarah, pabrik tidak pernah melakukan sosialisasi ke masyarakat.

Soal vonis hakim, Sahrul tak menyangka hakim setega itu. Dalam bayangannya, sang istri akan divonis bebas. Bisa langsung pulang ke rumah. 

"Kami mau, dia divonis bebas..." katanya sendu.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus