Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis lingkungan Gustina Salim Rambe atau Tina Rambe, menarik perhatian publik setelah videonya viral di media sosial. Dalam video tersebut, Tina terlihat mengenakan rompi tahanan merah dan memeluk anaknya dari balik jeruji besi. Dalam video lainnya, wanita berusia 26 tahun itu hadir di persidangan dengan tangan diborgol sambil berusaha memeluk putrinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada Rabu, 2 Oktober 2024, Tina Rambe divonis bersalah oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Rantauprapat, Sumatera Utara, setelah dianggap terbukti melakukan penganiayaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tina Rambe ditangkap oleh Satuan Tugas Tim Tindak Polres Kabupaten Labuhantu pada 20 Mei 2024, saat kelompok masyarakat di Lingkungan Bandar Selamat I melakukan demonstrasi menolak pembukaan kembali pabrik kelapa sawit milik PT Pulo Padang Sawit Permai (PPSP). Tina dan masyarakat lainnya menghadang truk pengangkut buah kelapa sawit, menyebabkan kemacetan, sehingga dua polisi wanita dikerahkan untuk menangkapnya karena dianggap melawan.
Menurut pengakuan ayah Tina, Agus Rambe, enam orang ditangkap, tetapi hanya Tina yang diperkarakan ke pengadilan, sementara lima lainnya dibebaskan. Agus menyatakan bahwa penolakan masyarakat terhadap operasional pabrik kelapa sawit tersebut didasarkan pada kepentingan lingkungan, mengingat pabrik berlokasi sekitar satu kilometer dari rumah Tina di Kelurahan Pulopadang, Kecamatan Rantau Utara, dan dekat dengan pemukiman serta sekolah Yayasan Perguruan Islam Misbahu Dzikri.
Awalnya, masyarakat dijanjikan pembangunan area perumahan, namun lokasi itu dialihfungsikan menjadi pabrik sawit yang ditolak. Pembukaan pabrik kelapa sawit di Bandar Selamat I diduga melanggar regulasi karena berada di area pemukiman, padahal seharusnya beroperasi dalam lingkungan perkebunan sesuai Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 29 Tahun 2016 dan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa pengelolaan hasil perkebunan industri seharusnya berada di Kecamatan Rantau Selatan.
Hal yang serupa terjadi kepada aktivis lingkungan, Daniel Tangklisan. Ia sebelumnya dikriminalisasi akibat unggahan di media sosialnya yang menyorot limbah tambak udang ilegal di Taman Nasional Karimunjawa. Daniel seorang aktivis lingkungan yang secara terang benderang mengomentari mengenai pencemaran lingkungan yang tidak tuntas terselesaikan karena limbah tambak udang ilegal.
Daniel merupakan salah satu korban dari pabrikasi perkara menggunakan UU ITE, karena diproses tidak melalui tahapan proses hukum yang semestinya. Suatu perkara yang murni berbicara kritik lingkungan hidup, dipoles sedemikian rupa sehingga dianggap sebagai perkara pelanggaran Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Namun, Pengadilan Tinggi Semarang telah membebaskan Daniel Tangkilisan dari semua tuduhan hukum. Dalam keputusan nomor 374/PID.SUS/2024/PT SMG, dinyatakan bahwa Daniel Frits dibebaskan karena terbukti sebagai aktivis pembela lingkungan.
Pengadilan Tinggi Semarang mengabulkan permohonan banding aktivis lingkungan hidup Karimunjawa, Daniel Tangkilisan, lepas dari tuntutan hukum. Melalui putusan No. 374/Pid.Sus/2024/PT SMG, Pengadilan Tinggi Semarang mengabulkan permohonan banding Daniel lepas dari tuntutan hukum dan memberikan koreksi atas putusan sebelumnya.
Namun, kata Sekar Banjaran Aji selaku koordinator Pil-Net Indonesia, putusan ini masih menyatakan bahwa Pasal 28 ayat (2) UU ITE yang dinyatakan terbukti oleh Pengadilan Negeri Jepara dan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Semarang, sudah diubah oleh UU No. 1 tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Direktur Eksekutif LBH Pers, Ade Wahyudin, menyebutkan pendapat dan ekspresi Daniel Tangkilisan yang diutarakan di media sosial merupakan bagian dari penyampaian pendapat secara yuridis yang diakui dalam konstitusi Indonesia.
Penerapan Pasal 28 ayat (2) UU ITE, menurut Ade Wahyudin, seharusnya merujuk pada Keputusan Bersama antara Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Jaksa Agung RI, dan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 229 Tahun 2021, Nomor 154 Tahun 2021 dan Nomor KB/2/VI/2021 tentang Pedoman Implementasi Atas Pasal Tertentu dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 (SKB Pedoman Implementasi UU ITE).
"Sehingga tidak layak tindakan Daniel dianggap sebagai memenuhi pasal yang didakwakan oleh Penuntut Umum,” kata Ade.
MYESHA FATINA RACHMAN I IRSYAN HASYIM I DIAN RAHMA FIKA