SETAHUN telah lewat. Tapi, siapa sebenarnya yang bertanggung jawab terhadap penyelundupan 12 mobll mewah dengan menunggangi nama beberapa kedutaan besar asing di Jakarta belum juga diketahui. Sebuah sumber di Kejaksaan Agung belum-belum sudah merasa pesimistis bakal bisa menjejaki si pelaku. "Sulit, sangat sulit. Jaringan penyelundup itu sangat kuat dan rapi," kata sumber itu kepada TEMPO. Kejaksaan Agung, pekan ini, sedianya memang akan menerima pelimpahan berkas perkara penyelundupan tersebut dari pihak Direktorat Jenderal Bea Cukai. Berkas dokumen mobil selundupan itu sendiri - yang terdiri 10 BMW, satu Mercedes Benz, dan sebuah Honda Prelude, senilai Rp 1,2 milyar - sudah diserahkan tahun lalu, tak lama setelah penyelundupan terbongkar. Dari dokumen tersebut diketahui, mobil jadi yang masing-masing berharga sekitar Rp 100 juta itu diimpor atas nama - antara lain - kedubes Muangthai, Venezuela, Yaman Mesir, dan Burma. Khusus mobil Mercedes, yang dicatut adalah nama Mr. Rote Buntongnum dari PT Star Motor Indonesia. Menurut sumber TEMPO, mobil mewah yang dimasukkan ke Tanjung Priok lewat Hongkong dan Singapura itu dalam manifes, dokumen barang, tertulis sebagai: alat kebutuhan rumah tangga. Tetapi, sesampainya di pelabuhan Tanjung Priok, entah dengan cara bagaimana, dokumen telah berubah menjadi: kendaraan bermotor/mobil. Pejabat di kedubes asing yang namanya tercantum sebagai si pemesan ketika itu telah dihubungi. Di luar dugaan, "Mereka semua menyangkal sebagai orang yang pernah memesan," kata sebuah sumber. Hanya satu saja, U Than Swe, duta besar Burma untuk Indonesia, yang mengaku telah memesan. Sayangnya, saat itu jabatannya sudah habis, sehingga mobil harus diekspor. Entah apa sebabnya, setelah enam bulan mengajukan klaim, pihak kedubes Burma tak lagi berselera mengurusnya. Atas dasar itu, ke 12 mobil selundupan itu dianggap sebagai barang tak bertuan. Mobil yang sebuah, Mercedes Benz, masih ditaruh di Tanjung Priok, sedang sebelas lainnya terparkir di gudang terbuka Pusat Pergudangan Cakung (PPC), dikelilingi tumpukan dan serakan peti kemas sehingga terlindung dari pemandangan. Bila barang langka yang tak dibenarkan berada di jalan-jalan di Indonesia - kecuali dinaiki duta besar - tetap dibiarkan dalam keadaan seperti itu, dikhawatirkan akan rusak. Sebab itulah, setelah setahun nanti dan tak ada juga yang mengaku sebagai pemilik, pihak Bea Cukai menyerahkan perkaranya ke Kejaksaan Agung. Instansi inilah yang berwenang mengusut perkara penyelundupan. Apakah kasus itu nantinya bisa terungkap jelas atau tidak, soal lain. Kalaupun bisa diperkarakan, kata sumber TEMPO, paling nantinya hanya bisa disidangkan secara in absentia - tanpa dihadiri tertuduh, yang entah siapa. Yang menjadi pertanyaan, kata sumber itu, mobil-mobil mewah itu nantinya mau diapakan. "Kalau dilelang, di sini mobil semacam itu 'kan dilarang. Mau diekspor kembali, Iha dengan biaya dari mana?" ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini