Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur menyebut dugaan pengeroyokan terhadap warga Desa Pakel, Banyuwangi, pada Ahad malam kemarin merupakan rangkaian konflik agraria di sana. Gerombolan orang yang diduga preman dan sekuriti PT Perkebunan dan Dagang Bumi Sari Maju Sukses disebut memukul tengkuk leher seorang warga desa hingga pingsan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Bukan pertama kalinya, kasus ini bagian utuh dari konflik agraria di Desa Pakel,” kata Direktur Walhi Jawa Timur Wahyu Eka Setyawan, saat dihubungi pada Senin, 11 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelum dugaan penganiayaan ini terjadi, Wahyu menyebut sejak dulu PT Bumi Sari kerap meneror warga. Walhi mencatat ada puluhan bentuk intimidasi dan kriminalisasi terhadap warga sepanjang 2021.
“Sudah ada 11 orang yang dilaporkan oleh pihak kebun (PT Bumi Sari), dua di antaranya dijadikan tersangka,” kata dia.
Pada 2023, ada tiga petani Pakel yang dikriminalisasi. Kasus kriminalisasi ini bermula ketika polisi menangkap tiga petani Desa Pakel, yakni Mulyadi, Suwarno, dan Untung, pada 3 Februari 2023. Polisi lantas membawa paksa ketiganya ke Polda Jawa Timur atas tuduhan penyiaran berita bohong yang dapat menyebabkan keonaran di kalangan masyarakat.
“Bagian dari upaya kebun untuk mengusik perjuangan warga, menakut-nakuti agar mereka berhenti,” kata Wahyu.
Menurut Wahyu, para petani Pakel sebenarnya memperjuangkan hak atas tanah mereka yang diserobot PT Bumi Sari. Dalam sengketa lahan ini, menurut Wahyu ada ketimpangan penguasaan lahan karena Badan Pertanahan Negara (BPN) Banyuwangi menerbitkan HGU yang menyerobot lahan petani.
“Tapi pemberi izin HGU tidak pernah melihat faktor ketimpangan penguasaan lahan dan sosial, tertutup, dan tidak partisipatif,” kata Wahyu.
Padahal, kata dia, tugas negara harus memastikan ketimpangan tersebut memihak kepada petani atau warga, bukan pada korporasi. “Sesuai mandat UUPA 60 dan UUD 1945,” kata dia.
Konflik agraria di Desa Pakel itu memiliki sejarah yang panjang. Dimulai pada masa kolonial Belanda, sekitar 1925, ketika tujuh warga mendapat izin membuka lahan seluar 3.200 hektar dari Bupati Banyuwangi, Noto Hadi Suryo. Adapun bentuk izin dituangkan dalam Akta 1929.
Pada 1965, warga sempat meninggalkan lahan karena meletus peristiwa pemberontakan PKI. Pada tahun yang sama, PT Bumi Sari Maju Sukses datang dan mengklaim lahan di Desa Pakel itu.
Kementerian Dalam Negeri pada Desember 1985 menerbitkan surat keputusan bernomor 35/HGU/DA/85 dengan keterangan PT Bumi Sari mengantongi hak guna usaha (HGU) 11.898.100 meter persegi yang terbagi atas dua sertifikat, yaitu Sertifikat HGU Nomor 1 di wilayah Kluncing dan Nomor 8 di Songgon.
Tidak ada HGU yang berlokasi di Desa Pakel. Keputusan ini diperkuat dengan surat Badan Pertanahan Nasional Banyuwangi Nomor 280/600.1.35.10/11/2018 yang menyatakan Desa Pakel tidak masuk dalam HGU PT Bumi Sari.
Hingga berita ini diterbitkan, Tempo belum berhasil mendapatkan konfirmasi dari PT Bumi Sari Maju Sukses tentang peristiwa ini.
Dugaan Penganiayaan Satu Warga Pakel
Warga Desa Pakel, Alvina Damayanti Setyaningrum, menyebut peristiwa penganiayaan terhadap seorang warga desanya bermula ketika enam warga ronda di kawasan Sasak Gondang, sekaligus menjaga lahan kebun sekitar pukul 20.35. Enam warga ini berpencar.
Ketika berkeliling di area lahan, dua warga dicegat oleh sekelompok orang diduga preman dan sekuriti PT Bumi Sari. Dua orang dari PT Bumi Sari sempat mengancam mereka dengan senjata tajam. Pada saat itu, tiba-tiba satu orang warga desa dipukul pada bagian tengkuk hingga pingsan. Rekan korban membawanya ke rumah sakit.
“Tiba-tiba ada yang bawa kayu atau besi dipukul di tengkuknya sampai pingsan dan dilarikan ke rumah sakit,” kata Alvina saat dihubungi pada Senin, 11 Maret 2024.
Sebelum terjadi pengeroyokan pada Ahad malam itu, sejak siang telah terjadi ketegangan antara warga dan pihak perusahaan. Alvina menyebut perusahaan melalui orang diduga preman, bekas tentara, dan beberapa sekuriti menebangi pohon dan tanaman siap panen milik warga. “Lumayan banyak jumlahnya,” kata dia.
Pilihan Editor: Otorita IKN Ultimatum 200 Warga Robohkan Rumah, Jatam: Akibat Ambisi Jokowi Berkantor di IKN Juli 2024