Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Polda Metro Jaya membongkar praktik klinik kecantikan abal-abal, Ria Beauty. Klinik milik Ria Agustina ini menawarkan jasa penghilang bopeng dengan alat tanpa izin edar dan serum yang tidak terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Subdirektorat Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta), Direktorat Reserse Kriminal Umum, Polda Metro Jaya Komisaris Syarifah Charia Sukma memperkirakan klinik kecantikan Ria Beauty meraup omzet ratusan juta per hari. Klinik yang berpusat di Malang itu juga menawarkan perawatan tubuh lain dengan tarif tinggi. "Yang di muka saja itu kita membayar Rp 15 juta per sekali treatment," katanya pada Jumat, 6 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tarif itu diketahui saat tim Syarifah memesan layanan Ria Beauty Somerset Grand Citra Hotel, Jakarta, pada 1 Desember 2024. "Bayangkan kalau misalnya satu hari bisa dilakukan 12-15 treatment, omzetnya itu bisa sampai Rp 200-an juta," prediksinya.
Syarifah menjelaskan keuntungan itu merupakan nilai minimal dari tarif perawatan wajah. Bila pasien menambah produk yang menggunakan bahan premium, tarif itu akan naik berkali-kali lipat.
Syarifah mencontohkan produk perawatan yang mengandung campuran emas akan menyumbang penambahan biaya di atas Rp 10 juta. Oleh karena itu Syarifah menyebut ada orang yang menghabiskan uang senilai Rp 85 juta untuk satu kali perawatan wajah. Selain perawatan di wajah, Syarifah menyampaikan sebagian klien juga memesan treatment pada tangan, kemaluan, bahkan anus.
Polisi telah menetapkan Ria dan pegawainya yang berinisial DN sebagai tersangka pelanggaran Undang-Undang tentang Kesehatan. Polisi menduga RA dan DN sengaja mengambil keuntungan karena mengaku memiliki sertifikasi keahlian kepada kliennya.
Polisi menjerat keduanya dengan Pasal 435 juncto Pasal 138 ayat 2 dan/atau ayat 3 dan/atau Pasal 439 juncto Pasal 441 ayat 2 Undang-Undang tentang Kesehatan. RA dan DN terancam hukuman maksimal selama 12 tahun atau denda paling banyak sebesar Rp 5 miliar.