Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Surabaya-Utomo Rahardjo, ayah Petrus Bimo Anugrah, aktivis mahasiswa korban penculikan pada 1998, enggan bicara banyak ihwal pengangkatan Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan. Utomo hanya mengirimkan pesan singkat pada Tempo dengan huruf kapital berbunyi, “Tidak ada yang harus disesalkan, disalahkan, disayangkan. Gak perlu menggerutu, mengeluh, apalagi sumpah serapah. Semua sudah dan akan terjadi. Lepaskan. Biarkan. Ikuti saja.”
Sekitar 20 menit kemudian Utomo kembali mengirimi pesan dengan huruf kapital berbunyi, “Kecewa, sedih, tidak puas, tidak penting! Hanya akan menguras energi saja.” Saat ditanya apakah akan tetap berjuang menuntut keadilan seperti yang dilakukan selama ini, Utomo berujar memilih berhenti saja. “Ingin menikmati sisa hidup ini dengan rasa syukur.”
Utomo mengaku sudah putus asa dengan situasi politik. Menurut dia Presiden Jokowi tidak bisa diharapkan untuk mencari keadilan atas hilangnya Petrus Bimo. “Ada (harapan), tapi tinggal sedikit,” kata Utomo. Utomo juga bakal menghentikan keikutsertaan pada aksi Kamisan di seberang Istana Negara. “Sudah setahun saya tidak ikut. Ke dapan malah akan tidak sama sekali. Gak ngaruh, gak ngefek.”
Koordinator Ikatan Keluarga Orang Hilang (Ikohi) Jawa Timur Dandik Katjasungkana menuturkan grup WA Ikohi dipenuhi pernyataan bernada kecewa oleh keluarga kasus penghilangan paksa aktivis 1997/1998. Pasalnya, pada dua kali pemilu presiden, Ikohi mendukung Jokowi demi menghadang Prabowo berkuasa. Namun setelah Prabowo diangkat menjadi menhan, Ikohi kecewa dengan Presiden Jokowi.
“Sebenarnya yang kami hadang termasuk Hendropriyono dan Wiranto. Tapi fokus kami memang ke Prabowo karena dia berpotensi jadi orang nomor satu di Indonesia. Kalau sekarang ia diloloskan Jokowi untuk jadi menhan, kami kecewa,” kata Dandik.
Dandik berujar Petrus Bimo dan Herman Hendrawan, dua mahasiswa Fisip Unair sama-sama hilang sejak Maret 1998. Keduanya diculik oleh Tim Mawar Kopassus. Sebab, berdasarkan pengakuan beberapa aktivis yang dibebaskan, seperti Nezar Patria, Raharjo Waluyo Jati, Faisol Reza dan Mugiyanto, mereka sempat mendengar suara Petrus Bimo dan Herman di tahanan Kopassus Cijantung. “Saat masih ditahan, mereka saling meneriakkan nama. Ada Bimo dan Herman di situ,” tutur Dandik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini