Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Putusan Banding Harvey Moeis Cs: Pembela Ucap Innalillahi, Apa Kata Kejaksaan Agung?

Penasihat hukum Harvey Moeis menyayangkan putusan pengadilan yang dinilai tidak mempertimbangkan asas hukum dan lebih mengedepankan kepentingan publik

14 Februari 2025 | 07.53 WIB

Hakim Ketua Teguh Harianto (tengah) didampingi Hakim Anggota Catur Iriantoro (kanan) dan Anthon R Saragih membacakan amar putusan tingkat banding atas perkara korupsi pengusaha Harvey Moeis di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Jakarta, 13 Februari 2025. Tempo/Tony Hartawan
Perbesar
Hakim Ketua Teguh Harianto (tengah) didampingi Hakim Anggota Catur Iriantoro (kanan) dan Anthon R Saragih membacakan amar putusan tingkat banding atas perkara korupsi pengusaha Harvey Moeis di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Jakarta, 13 Februari 2025. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Tinggi Jakarta menjatuhkan vonis jauh lebih berat terhadap Harvey Moeis Cs, terdakwa kasus korupsi tata niaga di PT Timah, dibandingkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kamis, 13 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Harvey Moeis, yang sebelumnya dihukum 6,5 tahun penjara, oleh Pengadilan Tinggi divonis 20 tahun penjara. Uang pengganti kerugian negara pun bertambah dua kali lipat dari Rp210 miliar menjadi Rp420 miliar atau kurungan 10 tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Hukuman berat juga dijatuhkan pada bekas Dirut PT Timah Mochtar Riza Pahlevi dari 8 tahun menjadi 20 tahun plus uang pengganti Rp493,3 miliar. Begitu juga Dirut PT Refined Bangka Tin (RBT), dari 8 tahun penjara menjadi 19 tahun, plus uang pengganti Rp4,57 triliun.

Hal berbeda lainnya adalah sidang banding itu dilakukan secara terbuka, tidak seperti biasanya.

"Ini merupakan suatu lompatan kebaruan sebetulnya untuk pengadilan tinggi dan suatu hal untuk menerima aspirasi publik," ujar Humas Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Sugeng Riyono dalam konferensi pers di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Kamis.

"Pada intinya ini bentuk keterbukaan publik," tuturnya

Terdakwa

Pengadilan Tipikor

 Pengadilan Banding

Harvey MoeisPenjara 6,5 Tahun, Denda Rp1 M, Uang Pengganti Rp210 MPenjara 20 Tahun, Denda Rp1 M, Uang Pengganti Rp420 M
Helena LimPenjara 5 Tahun, Denda Rp750 juta, Uang Pengganti Rp900 jutaPenjara 10 Tahun, Denda Rp1 M, Uang Pengganti Rp900 juta
Mochtar Riza Pahlevi (Dirut PT Timah)Penjara  8 Tahun, Denda Rp750 jutaPenjara 20 Tahun, Denda Rp1 M, Uang Pengganti Rp493,3 M
Suparta (Dirut PT RBT)Penjara 8 Tahun, Denda Rp1 M, Uang Pengganti Rp4,57 TPenjara 19 Tahun, Denda Rp1 M, Uang Pengganti Rp4,57 T
Reza Andriansyah (Direktur Pengembangan Usaha PT RBT)Penjara  5 Tahun, Denda Rp750 jutaPenjara  10 Tahun, Denda Rp750 juta

Tanggapan Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung

Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Yanto mempersilakan publik untuk menilai sendiri putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memperberat hukuman terdakwa Harvey Moeis Cs dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah itu.

"Masalah adil atau tidak, biar masyarakat yang menilai. Kami tidak bisa komentar. Kita tidak bisa mengomentari produk kita sendiri," kata Yanto saat konferensi pers di Media Center MA, Jakarta, Kamis.

Hakim agung itu enggan berpendapat lebih jauh. Ia menegaskan bahwa hakim dilarang berkomentar atas suatu perkara.

"Saya enggak boleh komentar. Terhadap perkara yang sedang berjalan, hakim dilarang, baik itu yang sedang berjalan maupun tidak," ucap Yanto.

Dalam menjatuhkan putusan banding, majelis hakim mempertimbangkan beberapa hal memberatkan, termasuk di antaranya soal perbuatan Harvey yang tidak mendukung program Pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

"Perbuatan terdakwa juga sangat menyakiti hati rakyat karena di saat ekonomi susah, terdakwa melakukan tindak pidana korupsi," kata Hakim Ketua Teguh Harianto di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Kamis.

Para terdakwa itu divonis bersalah karena melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ke-1 KUHP.

Kejaksaan Agung menyatakan menghormati putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memperberat hukuman lima terdakwa kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk tahun 2015–2022.

"Tentu kami menghormati putusan yang telah diambil oleh hakim atas banding jaksa penuntut umum. Apalagi yang bersangkutan dihukum penjara maksimal selama 20 tahun, termasuk pengenaan uang pengganti dan subsidernya," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar ketika dihubungi di Jakarta, Kamis.

Menurutnya, ini adalah suatu mekanisme persidangan dengan hakim pengadilan yang lebih tinggi boleh sependapat ataupun tidak sependapat dengan putusan lain di bawahnya dengan berbagai pertimbangan, antara lain keadilan hukum dan masyarakat.

Pakar: Hukuman Terlalu Berat

Pakar hukum Universitas Sahid Saiful Anam menilai vonis banding pidana penjara selama 20 tahun dalam kasus korupsi timah terhadap terdakwa Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) terlalu berat.

Pasalnya, kata dia, kerugian yang ditetapkan dalam kasus korupsi tersebut bersifat potensial dan tidak riil.

"Jadi kerugian yang bersifat potensial tidak jelas berapa, jumlahnya pun tidak dapat ditentukan berapa, sehingga tidak adil jika yang bersangkutan dikenakan hukuman sampai dengan 20 tahun,” kata Saiful dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.

Lantaran tidak ada kejelasan kerugian dan unsur tindak pidana yang dilakukan dalam kasus Harvey, Saiful berpendapat putusan banding tersebut melanggar prinsip dasar hukum pidana.

Ia menjelaskan dalam hukum pidana terdapat prinsip lex scripta  (rumusan pidana itu harus dimaknai tegas tanpa ada analogi) dan lex certa (rumusan delik pidana itu harus jelas), yang mengharuskan adanya rumusan delik pidana yang jelas dan tertulis. 

Dia juga menegaskan bahwa pengadilan harus berimbang dalam mempertimbangkan kesalahan dan perbuatan yang dilakukan.

Dengan demikian, jangan sampai seseorang yang tidak melakukan tindak pidana dan tidak merugikan siapa pun dipaksa untuk mempertanggungjawabkannya.

Menurut dia, Harvey seharusnya divonis bebas karena berbagai unsur tindak pidana yang didakwakan tidak terpenuhi secara jelas.

“Jika tidak jelas nilai kerugiannya, terlebih korporasi yang diduga menyebabkan kerusakan lingkungan masih berproses dalam persidangan, maka ada keadilan yang tidak dapat ditoleransi. Semestinya Harvey Moeis dibebaskan dari segala tuntutan hukum,” katanya.

Penasihat Hukum: Innalillahi

Sementara itu, penasihat hukum Harvey Moeis, Junaedi Saibih menyayangkan putusan pengadilan yang dinilai tidak mempertimbangkan ratio legis (asas hukum) dan lebih mengedepankan ratio populis (kepentingan publik).

"Innalillahi wa inna ilaihi rajiun, telah wafat rule of law pada Kamis, 13 Februari 2025, setelah rilisnya bocoran putusan pengadilan tinggi," ujar Junaedi.

Junaedi berharap hukum dapat tegak kembali dan ratio legis tidak dikalahkan oleh ratio populis karena dalam kasus korupsi timah kliennya hanya berdiskusi terkait rencana bisnis PT Timah Tbk. bersama pihak swasta untuk meningkatkan produksi, dengan hasil yang terbukti karena produksi PT Timah meningkat dan meraup untung hingga Rp1 triliun.

Adapun vonis banding yang dijatuhkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap Harvey lebih berat dari putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Dalam kasus korupsi tersebut, Harvey ditetapkan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama bersama-sama, sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp300 triliun.

Kerugian tersebut meliputi sebanyak Rp2,28 triliun berupa kerugian atas aktivitas kerja sama sewa-menyewa alat peralatan processing (pengolahan) penglogaman dengan smelter swasta, Rp26,65 triliun berupa kerugian atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, serta Rp271,07 triliun berupa kerugian lingkungan.

Adapun Harvey terbukti menerima uang Rp420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim serta melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari uang yang diterima.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus