SEBAGAI orang yang pernah berjuang sekitar 1945-1949 di Aceh,
Marzuki, bukan nama aslinya, coba-coba mengurus hak pensiun.
Setelah terbentur ke sana ke mari, muncullah Rusdi Anjip,
pegawai sipil di Kodam I, menawarkan jasa. Rusdi minta Rp 300
ribu. "Uang pensiun dijamin keluar," katanya.
Marzuki berlagak tertarik. Tapi ia segera melapor ke petugas di
kantor itu juga. Jebakan pun diatur. Dan begitu Rusdi menerima
Rp 300 ribu, ia ditangkap. Dari situ, akhirnya terbongkarlah,
selama ini ternyata banyak pensiunan gadungan Lewat Operasi
Tenteram I, yang kini masih terus berjalan diketahui ada ribuan
Skep (Surat Keputusan) pensiun bekas tentara yang palsu. Kepada
mereka, kas negara setiap bulan diperkirakan membayar sampai Rp
100 juta lebih. Padahal, kata Kepala Penerangan Laksusda I Mayor
Achmad Maryono, hal itu sudah berlangsung selama 12 tahun. Jadi,
katanya, paling tidak negara sudah kebobolan Rp 17 milyar."
Itu baru di Aceh. Padahal, menurut sebuah sumber TEMPO, kasus
serupa terjadi pula di Jakarta, Ujungpandang dan lima kota di
Jawa Barat. "Masalahnya masih terus diteliti Opstib Pusat," kata
sumber tadi. Tapi yang sebagian, memang sudah sampai ke
pengadilan.
Berdasar undang-undang tentang pensiun dan tunjangan serta
ketentuan mengenai veteran (UU No. 2/1959 dan UU No. 7/1967),
pemegang Surat Keterangan Bekas Tentara (SKBT), memang berhak
mendapat pensiun. Mereka itu adalah para pejuang 1945-1949, yang
di tahun selanjutnya berhenti sebagai tentara. Lewat proses yang
berliku, antara lain seleksi dan kesaksian bekas teman
perjuangan dahulu, kepada mereka diberikan uang pensiun.
Besarnya -- saat ini -- Rp 38 ribu-Rp 60 ribu sebulan. Tak heran
kalau kemudian banyak yang mencoba memanfaatkan "kesempatan
emas" tersebut, sekaligus nebeng disebut bekas pejuang.
Kepada yang berminat, oknum di bagian Admlnistrasi Personalia
yang dibantu oknum lain dan sederet calo, membuat surat
keterangan palsu. Mereka juga memalsu stempel, foto, dan tanda
tangan. Selanjutnya berkas tersebut dikirim kejawatan
Administrasi Personil Angkatan Darat di Bandung. Lembaga inilah
yang mengeluarkan SKBT dan surat pensiunnya. Dan "surat
berharga" semacam itu, diperjualbelikan dengan harga sekitar Rp
300 ribu.
Para pejuang sungguhan pun, karena lewat jalur resmi prosesnya
terkadang lama dan berbelit, banyak yang minta tolong lewat
calo. Mereka pun, dimintai Rp 300 ribu. Sadisnya, pejuang
seperti Marzuki, yang tak mampu menebus, surat pensiunnya dijual
kepada orang lain. "Mereka tak bisa berbuat apa-apa, karena
selain tak punya uang untuk menebus, juga mereka kebanyakan
orang desa yang bodoh dan lugu," kata seorang pejabat di Kodam
I.
Para bekas tentara yang sampai kini belum juga kebagian pensiun
jadi sengit. "Mereka itu gila. Kami yang dulu hampir mati, tak
dapat apa-apa, eh, mereka yang cuma goyang kaki bisa mengantungi
duit," kata salah seorang bekas pejuang.
Di Ujungpandang, permainan lebih gila lagi. Seoranv pensiunan
ABRI, yang sudah almarhum dan tak punya ahli waris, "dihidupkan"
kembali oleh kawanan manipulator. Beddu Tima, almarhum,
misalnya, yang sudah tak punya istri dan ahli waris. Semestinya
uang pensiunnya putus sampai di situ. Tapi lewat kongkalikong,
uang pensiunnya tetap dikeluarkan. Kawanan itu juga membuat Skep
palsu lain atas nama Beddu Tima dan istrinya. Walhasil, uang
pensiun yang semestinya sudah tak dibayar, masih tetap
dikeluarkan, bahkan sampai beberapa kali.
Pekerjaan model begitu, dilakukan oleh Sumadi, bekas kepala KPN
dan Mustih kepala Seksi Pembiayaan di kantor itu, dibantu
beberapa konconya. Kini mereka tengah diadili di Ujungpandang.
Dan terbukti tak hanya Skep milik Beddu yang dimainkan, tetapi
banyak lagi yang lainnya.
Berdasar catatan sementara, telah diketahui bahwa sekitar seribu
Skep palsu yang selama tiga tahun telah menggaet uang negara Rp
2 milyar. Sebagian di antaranya, dicairkan lewat KBN (Kantor
Bendahara Negara) II, Jakarta, oleh Remang, Hadi, Lallo, dan
Kadir. Dalam dua kali gebrakan, menurut Asisten Pidana Umum
Kejaksaan Tinggi Jakarta, R.E. Rasyid, mereka menggondol hampir
Rp 12 juta. Caranya, mereka membawa setumpuk berkas surat
keterangan yang telah dipalsukan yang menyebutkan seolah-olah
berhak mengambil rapel pensiun, karena sudah beberapa tahun
tidak atau belum diambil.
Remang, petani asal Wajo, Sulawesi Selatan, misalnya, di KBN
Jakarta mengaku bekas Peltu Setiawan yang dulu bertugas di
Brigif II Anoa. Karena suratnya lengkap dan meyakinkan, klaim
rapel pensiunnya sebesar hampir Rp 1 juta dibayarkan. Tapi
belakangan ia dan kawan-kawannya ketahuan belangnya. Kini ia
tengah diadii di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan mungkin
akan mnjadi saksi pada pengadilan Sumadi dan kawa-kawan di
Ujungpandang.
Akan halnya kasus di Aceh, menurut Mayor Achmad, sampai pekan
lalu belum ada yang ditahan. Operasi memang masih berjalan. Dan
kepada mereka yang telah berdosa, Achmad mengimbau agar melapor
pada petugas. Belum jelas, apa ada yang mau.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini