JALAN bebas hambatan jagorawi 14 Agustus kemarin menjadi tempat
pesta orang-orang yang mengandalkan kaki. Lebih dari 15.000
orang tumplek di jalan yang menghubungkan Ciawi-Jakarta itu
untuk membuktikan siapa yang paling cepat dalam lomba
Proklamaton ke-6, menempuh jarak 45 km.
Hanya sekitar 1.000 pelari yang bertekad membuktikan diri mampu
menjelajah jarak itu tanpa bantuan mesin. Sedangkan selebihnya
bertarung menaklukkan jarak 8 dan 17 km, angka-angka yang
dikaitkan dengan tanggal dan bulan proklamasi. Ini untuk kedua
kalinya lomba daya tahan manusia itu diadakan di Jagorawi. Empat
kali lomba serupa sebelumnya, dilaksanakan di sepanjang Jalan
Thamrin, Sudirman membelok ke Gatot Subroto. Terus ke Pluit
untuk kemudian --kembali ke garis finish di Monumen Nasional.
Wakil Presiden Umar Wirahadikusumah, kelihatan agak kaget,
setelah melepaskan pelari dari garis start lewat satu tembakan
pistol, pukul 06.45. Ribuan pelari tiba-tiba bergerak liar.
Pelari-pelari yang mau mendahului lawannya, tiba-tiba menyimpang
keluar jalur Ciawi-Jakarta dan memenuhi jalur sebaliknya yang
menghubungkan Jakarta-Ciawi yang sengaja tidak ditutup untuk
memberi kesempatan bagi lalu-lintas kendaraan.
Dua buah helikopter kepolisian menyambar-nyambar rendah sekali
untuk menghalau ribuan pelari itu supaya masuk kembali ke jalur
perlombaan. Debu jalan beterbangan. Membuat para pelari menutup
mata sambil lari menundukkan kepala. Namun pelari-pelari yang
membandel tetap bertahan di bawah tiupan baling-baling pesawat.
Akhirnya pesawat itu menyerahkan terbang mondar-mandir saja
sambil mengintai arus lalu-lintas kendaraan dari atas.
Baru ketika memasuki daerah Cibubur, tempat pemutaran bagi
peserta 8 dan 17 km, suasana saling serobot itu berubah dengan
sendirinya. Dari sini pertarungan untuk jarak 45 km mulai
berlangsung dengan tenang. Matahari mulai menyengat. Penduduk
sekitar jalan cukai itu keluar meninggalkan sarapan pagi mereka.
Membiarkan ternak-ternak mereka masih terkurung di kandang,
untuk menyaksikan kerepotan yang sedang berlangsung.
Lomba ini memberikan kesempatan buat mereka untuk mendobrak
larangan berdiri di pinggir aspal yang licin itu. Anak-anak
bahkan membawa es dan menawarkannya kepada pelari yang ditimpa
terik matahari. Beberapa pelari terlihat mampir membeli papaya,
yang mereka perhitungkan bisa menjadi "minyak cadangan" untuk
bertahan sampai finish di pintu gerbang Taman Mini.
Kalau selama ini pelari-pelari asing selalu tersisih dalam tiap
lomba yang diadakan, sekali ini mereka muncul merajai jalanan.
Karena yang tampil sekarang adalah pelari tulen. Seperti Mike
Pinocci, 28 tahun, dari Amerika Serikat. Waktu terbaik yang
pernah diciptakannya adalah 2 jam 13 menit 36 detik. Dia
menempati urutan ke-23 dari sekitar 150 pelari maraton Amerika
yang punya catatan waktu kurang dari 2 jam 20 menit.
Udo Engelbrecht, 33 tahun, dengan semangat seorang penakluk
melompat ke depan dan memimpin terus sampai di putaran yang
terletak di Cibinong. Tetapi menjelang kilometer 25, Udo yang
kekar itu mulai teler. Mike Pinocci yang berhidung bengkok itu
berlayar dengan mantap dan melinatas di bahu pelan Jerman Barat
yang masuk ranking ke-6 di negerinya.
Di belakang orang Amerika yang bekerja sebagai pembagi kartu
black jack di sebuah casino di kota wisata Lake Tahoe, itu
menguntit pelari yang dibesarkan di Pasar Minggu, Solichin.
Langkahnya mantap. Masih bisa mengepalkan tinjunya ke udara
untuk menyambut salam dari beberapa pelari yang berpapasan
dengannya.
Ketika rute membelok ke kiri, meninggalkan jalan Jagorawi, dan
masuk ke daerah Cilangkap, sekitar 10 km menjelang finish
Pinocci tak punya lawan-lawan lagi. Kecuali dirinya sendiri, dan
Solichin, pegawai Bank Bumi Daya yang mengikuti jejaknya sekitar
2 km di belakang. Hanya seekor anjing yang tiba-tiba muncul dan
semak-semak yang membuat dia ketakutan. Tapi anjing itu kemudian
ternyata mengurungkan niat jahatnya untuk menggigit kaki
Pinocci. Orang-orang di pinggir jalan tertawa dibuatnya.
Pinocci yang memakai topi pet putih untuk melawan terik matahari
itu melewati garis finish maraton (42,195 km) dalam 2 jam 30
menit 58 detik. Dia disambut pekik sorak penonton yang memadati
garis finish 45 km. Dengan kedua tangan teracung tinggi-tinggi
ke udara, Mike Pinocci melintasi garis finish proklamaton
dalam 2 jam 42 menit 58 detik. Baru sekali inilah dia mengikuti
lomba yang memiliki 2 finish. Dan menjadi juara ganda untuk
maraton dan proklamaton.
Di belakangnya menyusul pemuda hitam legam, Solichin, dengan
catatan 2 jam 36 menit 33 detik untuk maraton dan 2 jam 48 menit
14 detik untuk jarak 45 km. Sedangkan juara tahun kemarin, Ali
Sofyan Siregar, keteter di nomor 5. Solichin yang untuk pertama
kali turut dalam lomba ini memperbaiki rekor Ali sekitar 7
menit. Sementara di bagian putri, Dorothy Brown (Australia)
muncul sebagai juara untuk jarak 45 km dengan catatan waktu 3
jam 24 menit 40 detik. Kedua Siu Chen (Indonesia) dengan 3 jam
52 menit 42 detik.
Dan yang menarik, dalam lomba yang bisa diikuti oleh segala umur
itu tercatat seorang murid SD dari Teluk Betung, Lampung. Sitti
Aisyah 14 tahun, anak itu, berhasil mencapai finish 45 km dalam
waktu 5 jam.
Dengan peserta yang meluap sampai sampai menandingi jumlah
peserta maraton di berbagai kota besar di dunia, Proklamaton
bukanlah Boston Marathon atau New York, di mana ratusan ribu
penonton menolong pelari dengan minuman dan meneriakkan waktu
tempuh seseorang.
Di Jagorawi ini, pelari dianggap seorang jago yang pantas
diplonco. Mereka terkadang terkecoh dengan jawaban penonton yang
menyebutkan finish tinggal satu kilometer lagi. Sebab setelah
berlari-lari menyeberangi bukit, ternyata jalan masih terentang
berkilo-kilo meter lagi. Putus asa dengan keterangan
menyesatkan itu, ditambah sengatan aspal yang membikin tulang
mendidih, banyak pelari menyerah dan menumpang truk panitia
mencapai garis finish. Pelari-pelari yang membawa bekal seperti
cokelat, permen, ataupun onde-onde membagi-bagikannya kepada
teman sesama pelari yang "tewas". Dan perjalanan di atas truk
itu tak kalah menyenangkan.
Dibandingkan tahun lalu, air untuk minum dan menyiram tubuh yang
kepanasan, kelihatannya membanjir. Sampai-sampai air minum Aqua
dijadikan penyiram. Membuat pelari yang tak gampang patah
semangat mampu bertahan 6 jam untuk mencapai finish dari lomba
yang diperhitungkan menelan biaya Rp 20 juta plus kerugian
sekitar Rp 10 juta akibat ditutupnya separuh jalan cukai itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini