Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Irfan Satria Putra Lubis alias Ratu Thalisa alias Ratu Entok, 40 tahun, divonis 34 bulan penjara karena terbukti melakukan penistaan agama. Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan yang diketui Achmad Ukayat menyatakan perbuatan terdakwa melanggar Pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perbuatan selebgram yang tinggal di Marelan 1 Pasar 4 Barat, Kecamatan Medanlabuhan, Kota Medan, memenuhi unsur-unsur tindak pidana penistaan agama sebagaimana dakwaan alternatif pertama. Selain pidana penjara, terdakwa juga dihukum membayar denda sebesar Rp 100 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, diganti pidana kurungan selama tiga bulan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Hal yang memberatkan perbuatan terdakwa adalah meresahkan dan bisa merusak kehidupan beragama di masyarakat. Hal yang meringankan, terdakwa telah meminta maaf di media sosial, mengakui dan menyesali perbuatannya serta belum pernah dihukum. Terdakwa dan penuntut umum diberi waktu tujuh hari untuk menentukan banding atau menerima vonis ini," kata Achmad Ukayat sambil mengetuk palu, Senin, 10 Maret 2025.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Erning Kosasih dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara langsung menyatakan banding. Alasannya, dia menuntut terdakwa 4,5 tahun penjara, denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan.
“Terima kasih, majelis hakim. Kami menyatakan upaya hukum banding," kata Erning.
Jaksa dalam dakwaannya menyebut, penistaan agama yang dilakukan terdakwa terjadi pada 2 Oktober 2024. Terdakwa melakukan siaran langsung di media sosial TikTok pribadinya. Memperlihatkan foto Yesus yang merupakan Tuhan bagi umat Kristiani sambil menyuruhnya memotong rambut supaya tidak menyerupai perempuan.
"Postingan terdakwa membuat kegaduhan. Masyarakat beragama Kristen merasa terdakwa menyebarkan rasa benci yang bersifat permusuhan atau penodaan terhadap suatu agama. Dua hari setelah postingan, masyarakat beragama Kristen membuat laporan ke Polda Sumut," kata Erning.