NAMANYA menyeramkan: Rambler Satan Complex (RSC). Inilah gang anak muda di Tebet, Jakarta Selatan. Para anggota "Setan Pengembara" memang gemar bertualang dan menyrempet bahaya. Mereka antara lain suka mencongkel mobil atau mencuri kecil-kecilan. Gang ini kini terancam bubar, setelah beberapa anggota gang, suatu malam, kepergok membongkar tape mobil di tempat parkir pasar swalayan Gelael, Tebet. Dari situ penangkapan berlanjut. Total ada 40 remaja yang pekan lalu diambil polisi dari rumah orangtua masing-masing. Termasuk Dayat (bukan nama asli), 16, pimpinan gang yang biasa dipanggil boss. Ulah kumpulan remaja belasan tahun ini memang menimbulkan masalah. Bukan karena barang yang dicuri, yang harganya mungkin tak seberapa. Tapi sepak terjang mereka menimbulkan perasaan tidak aman di hati banyak orang. Itu makanya Minggu malam pekan lampau, Kapolda Jakarta, Mayjen Poedy Sjamsoedin, menyempatkan menengok para tersangka di Polsek Tebet. Poedy agaknya tertarik pada nama gang yang begitu angker. Ia juga khawatir bila gang seperti RSC berkembang tak terkendali. "Malam itu Pak Poedy memberi nasihat agar mereka tak mengulangi perbuatannya. Yah, seperti orangtua menasihati anaknya," kata seorang petugas. Para remaja itu agaknya memang jarang memperoleh nasihat dari orangtua. Dayat itu, misalnya, yang hanya tamat SD dan bekerja sebagai tukang cat dan ketok di sebuah bengkel. Ia acap kali tak pulang ke rumah. Ia sering tidur di mobil, keluyuran sampai malam, main gaple, merokok, dan terkadang menenggak minuman keras. Kalaupun pulang, ia bingung bila hendak tidur. Rumah orangtuanya, seorang buruh bangunan, begitu sempit. Selain Dayat (anak ketiga), di situ ada enam anak lain. Gang-nya, menurut Dayat, terbentuk Januari lampau. Mulanya ini klub sepak bola. RSC, pada mulanya singkatan dari Remaja Stones Complex -- remaja teler, begitulah. Tapi salah seorang anggota, setelah membolak-balik kamus, mengusulkan agar namanya diganti menjadi Rambler Satan Complex. Nama ini terasa lebih keren, dan karena singkatannya tetap RSC, penggantian nama diterima. Tapi tak sekadar penggantian nama, rupanya. Klub sepak bola ini kemudian melenceng. "Karena kami iseng," kata Dayat. Penghasilan sebagai tukang ketok dan cat sekitar Rp 3.000 seminggu, bagi Dayat, rupanya kelewat sedikit. Apalagi karena ia juga harus menyumbang orangtuanya. Maka, ia pun mulai belajar membongkar pintu mobil. Tak sulit ia lakukan, tentu, mengingat setiap hari dia 'kan bersentuhan dengan berbagai mobil di bengkel kecil tempatnya bekerja. Berdasar pengalamannya, begitulah ceritanya kepada TEMPO, pintu mobil bisa dibuka dengan sebuah kunci palsu dan sebuah obeng kembang. Dan teknologi "tepat guna" ini rupanya gampang dialihkan kepada anggota yang lain. Secara berkala, mereka kemudian beroperasi, dengan pasangan yang berbeda. Satu atau dua orang bertugas mencongkel pintu mobil dan menggerataki barang yang ada di dalam. Lainnya, tiga sampai empat orang, bertugas mengawasi. Sebuah tape mobil hasil congkelan lalu mereka jual seharga Rp 10.000. Dayat mendapat bagian Rp 3.000. Lainnya, terutama yang turun langsung, mendapat Rp 500-Rp 1.000. Itulah yang membuat Dayat ketagihan. "Penghasilan kecil. Lalu, kalau mencuri dapat duit gede. Jadinya, ya, keterusan," ucap Dayat, yang sebelum membentuk RSC mengaku sudah beberapa kali mencuri. Seperti halnya Dayat, para "Setan Pengembara" yang lain berasal dari keluarga kelas bawah. Orangtua salah seorang anggota, misalnya, bekerja sebagai sopir. Yang lain lagi, ayahnya tak lain pemilik bengkel kecil, tempat Dayat bekerja. Banyak di antara mereka yang masih bersekolah, di SMP terutama. Anak pemilik bengkel itu, misalnya, kini baru kelas satu SMA. Konon, ia pandai melukis dan meniup seruling. "Harus diakui, selama ini kami lalai," tutur ayah Dayat. Ia mengaku tak punya waktu memperhatikan anak-anaknya. Sepanjang hari boleh dikatakan ia tak berada di rumah. Komunikasi dengan mereka hampir tak pernah dilakukan. Itu sebabnya, meski yang bersalah tetap harus dihukum, polisi kali ini bersikap longgar. Ke-40 anggota RSC yang ditangkap, kini, telah dilepas kembali. Hanya secara berkala mereka disuruh datang ke Polsek Tebet. Bukan sekadar untuk melapor. Mereka diberi bimbingan. Malah, seorang ustad dipanggil untuk memberi ceramah agama, dan mengajar mereka bersembahyang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini