Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan motor Royal Enfield yang disita dari Ridwan Kamil tidak terdaftar di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kendaraan motor tersebut merupakan salah satu barang bukti pada kasus dugaan korupsi dana iklan di Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten atau Bank BJB.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Ya, jadi motor yang di rupbasan Cawang itu tidak masuk di dalam LHKPN saudara RK (Ridwan Kamil). Belum atau tidak masuk," kata Tessa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Jumat, 25 April 2025.
Dia mengatakan kendaraan tersebut tidak tercantum berdasarkan LHKPN mantan Gubernur Jawa Barat itu per 2023. Adapun motor Royal Enfield milik Ridwan Kamil yang terdaftar di LHKPN, yakni tipe Classic 500 2017 berwarna hijau. Sementara, yang berada di rumah penyimpanan benda sitaan negara berwarna hitam.
"Jadi kalau ditanya atau tidak untuk LHKPN saudara RK per pelaporan tahun 2023 itu tidak ada tercantum kendaraan yang saat ini sudah di rupbasan Cawang," ucap dia.
KPK menggeledah rumah Ridwan Kamil pada Senin, 10 Maret 2025. Penggeledahan itu berkaitan pada penyidikan kasus dugaan korupsi pada Bank BJB. Penyidik KPK menyita sejumlah dokumen, barang elektronik, hingga satu jenis motor Royal Enfield dalam penggeledahan itu.
KPK memperkirakan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi di Bank BJB tersebut mencapai Rp222 miliar.
Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo Wibowo mengatakan anggaran iklan BJB dalam periode 2021–2023 sebesar Rp409 miliar sebelum pajak dan setelah potong pajak sekitar Rp300 miliar. Kemudian dari jumlah tersebut hanya sekitar Rp100 miliar yang digunakan sesuai peruntukannya.
"Yang tidak riil ataupun fiktif itu sudah jelas nyata sebesar Rp222 miliar selama kurun waktu 2,5 tahun tersebut," ujar Budi pada Jumat, 14 Maret 2025.
Dalam perkara tersebut, penyidik KPK telah menetapkan lima tersangka yakni Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi (YR) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus Kepala Divisi Corsec Bank BJB, Widi Hartoto (WH).
Selain itu, pengendali agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri, Ikin Asikin Dulmanan (IAD), pengendali agensi BSC Advertising dan Wahana Semesta Bandung Ekspress, Suhendrik (S), dan pengendali Cipta Karya Sukses Bersama dan Cipta Karya Mandiri Bersama, Sophan Jaya Kusuma (SJK).
Keterangan awal yang didapat penyidik KPK, dana iklan yang diterima oleh enam agensi tersebut yakni PT Cipta Karya Mandiri Bersama menerima Rp41 miliar, PT Cipta Karya Sukses Bersama Rp105 miliar, PT Antedja Muliatama Rp99 miliar, PT Cakrawala Kreasi Mandiri Rp81 miliar, PT BSC Advertising Rp33 miliar, dan PT Wahana Semesta Bandung Ekspress Rp49 miliar.
Budi mengatakan, tersangka YR dan WH memang sengaja menyiapkan agensi-agensi tersebut untuk memenuhi kebutuhan dana non-budgeter. Penunjukan agensi tersebut juga tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku di internal BJB terkait dengan pengadaan barang dan jasa. YR dan WH juga diduga turut mengatur agensi yang memenangkan penempatan iklan tersebut.
Pilihan Editor: Pengacara Penggugat Ijazah Jokowi Ditetapkan jadi Tersangka