Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Saidi di sungai Singali-Ngali

Ketua dpc ppp kab. tapanuli dituduh menyuruh anggotanya membunuh saidi sihombing komisaris pedesaan golkar. (hk)

5 Januari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUANG pengadilan di Sibolga, Sumatera Utara, sepi-sepi saja. Yang hadir hanya majelis hakim, panitera, jaksa, terdakwa, pembela, saksi ditamhah dua orang wartawan. Semuanya cuma 13 orang! Orang Sibolga seperti lupa, bahwa acara awal bulan lalu, adalah sidang pengadilan dari suatu peristiwa yang pernah menghebohkan Zainal Abidin Tanjung, Kedua DPC PPP (Cabang Partai Persatuan Pembangunan) Kabupaten Tapanuli Tengah, dituntut 6 tahun penjara karena dituduh mengerahkan anggotanya membunuh Saidi Sihombing, Mei menjelang Pemilu 1977. Jaksa D. Lase mengungkapkan peristiwanya -- begini. Dalam suatu rapat DPC PPP, menjelang Pemilu 1977, Zainal Abidin Tanjung (60 tahun) berpendapat ada lawan politik yang dianggapnya menghalang-halangi perkembangan partai. Orang yang dimaksudnya ialah Saidi Sihombing, Komisaris Pedesaan Golkar Desa Masundung, yang mengungkakan adanya kasus "suara palsu" di kalangan warga PPP Kecamatan Lumut. Untuk itu, kata Jaksa Lase, sekitar April atau Maret 1977, terdakwa memerintahkan 5 orang anggotanya untuk membunuh Saidi Sihombing dengan imbalan uang. Dikatakan kepada Abdul Rahim Panggabean (43 tahun), misalnya, tokoh PPP tersebut menjanjikan uang jasa Rp 300 ribu ditambah kedudukan sebagai anggota DPRD II di Tapanuli Tengah. Cuka Getah Bagaimana orang-orang PPP tersebut "menghabiskan" Saidi Sihombing diceritakan jaksa dalam perkara yang terpisah -- di mana 5 orang anggota PPP sebagai tertuduh -- seperti berikut. Dipimpin Abdul Rahim Panggabean, Wakil Kepala Biro Hukum DPC PPP Tapanuli Tengah, anggota yang terdiri dari para petani Jaga Sitompul (43 tahun) dari Desa Pinang Sori dan Marataon Pasaribu (26), Jotak Panggabean (29) serta Mara Usin Hutagalung (23) masing-masing dari Desa Simansor, berembuk menentukan cara-cara melenyapkan Saidi Sihombing. Malam menjelang pemilihan umum, 1 Mei 1977, mereka menyusup ke pondok aktivitas Golkar di Masundung itu Jotak dan Marataon naik ke loteng. Mudah saja mereka menyergap Saidi yang sedang tidur. Jotak menduduki perut korbannya sambil menuangkan cairan cuka getah. Kawannya ikut memegangi kedua belah lengan dan menekankan kepala korbannya di antara kedua lutut. Selanjutnya Jotak menggorok leher Saidi dengan pisau lipat sampai kerongkongan korbannya putus. Marataon kemudian mengambil pisau dari tangan kawannya dan menambahkan sebuah tusukan ke perut Saidi. Dari loteng tubuh Saidi dilempar ke bawah -- entah sudah tewas atau hanya pingsan saja. Diterima oleh Rahim, Jaga dan Mara Usin yang kemudian menyeretnya ke bawah pohon di halaman pondok. Di situ, sebelum sosok Saidi dilempar ke Sungai Singali-ngali yang tak jauh dari pondok, Jaga masih sempat "menyunat" kemaluan Saidi. Tuduhan demikian, mula-mula diungkapkan Jaksa PS Hutasoit SH untuk menyeret ke 5 orang anggota PPP ke pengadilan. Tapi satu persatu tuduhan jaksa dibantah. Tentang pisau lipat misalnya, yang dibawa jaksa sebagai bukti alat pembunuhan, tak mereka akui -- melihat pun mereka tak pernah, katanya. Lalu soal komplotan. Jangankan berkomplot, kata mereka, mereka saling kenal baru di kantor polisi -- setelah sama-sama menjadi tahanan. Lalu pengakuan mereka dalam pemeriksaan pendahuluan yang dilakukan polisi? Ternyata ada yang tak beres. Para tertuduh mengungkapkannya ada pemaksaan, ancaman dan penganiayaan dilakukan polisi untuk memperoleh pengakuan mereka. Seperti cerita Rahim: "Mula-mula saya disuruh menanggalkan peci, membuka baju dan celana, yang tinggal hanya kolor saja. Kepala saya kemudian dipukul dengan pentungan kayu oleh seorang polisi bermarga Siahaan. Kedua tangan ditarik kuat-kuat ke kiri dan kanan. Setelah jatuh tergolek, saya diinjak-injak, agar mau mengaku melaksanakan pembunuhan." Ditambah dengan keterangan saksi, yang semuanya tidak pernah menyaksikan para tertuduh menganiaya Saidi, pengadilan berpendapat tak ada bukti sah yang mendukung tuduhan dan tuntutan jaksa -- sebelumnya jaksa menuntut hukuman penjara 8 tahun. Tertuduh anggota-anggota PPP itupun 12 November lalu -- setelah ditahan lebih dua tahun, dibebaskan dari tuduhan dan tuntutan hukum. Dan sekarang sedang berlangsung perkara Zainal Abidin Tanjung. Angin baginya tampaknya baik juga: mula-mula ia dilepas dari tahanan karena yang berwenang menganggap tak ada alasan untuk menahannya lebih lama. Lalu para saksi -- yang sebelumnya dituduh pelaku pembunuhan atas perintahnya dan ternyata tak terbukti -- tentu saja tak banyak menopang tuduhan jaksa. Tunggu saja putusan pengadilan -- tak lama lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus