Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Garis Tipis Ipe Ma'roef

Ipe ma'roef bersama soemartono mengadakan pameran gambar di balai budaya. ia lebih cocok dijuluki penggambar dari pada pelukis dan memakai garis tipis sehingga gambarnya menjadi abstrak.

7 Juni 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BALAI Budaya, di Jalan Gereja Theresia, Jakarta punya warna yang lebih meriah dalam urusan pameran seni rupa -- ketimbang Taman Ismail Marzuki. Sebetulnya aneh, karena pameran di Balai Budaya tanpa rapat dan konsep: tak ada dewan kesenian seperti di TIM. Pameran gambar Ipe Ma'roef di Balai Budaya baru-baru ini adalah bukti. Tanggal 28 Mei -- 2 Juni ia muncul dengan seorang pelukis, Soemartono, adik pelukis dan pengarang almarhum Trisno Soemardjo. Memang tidak gambar saja yang dipamerkan Ipe -- ia juga menampilkan lukisan. Tapi Ipe lebih pas dijuluki penggambar. Selain gambar adalah media utama ekspresinya, ia juga bekerja sebagai ilustrator di berbagai majalah. Julukan penggambar bagi Ipe mestinya kita tulis dalam huruf besar, dalam arti tidak lebih rendah daripada pelukis Maklum orang masih suka memandang mutu cuma pada lukisan. Padahal seni rupa bukah cuma seni lukis -- yang karena usianya yang paling tua, sudah hampir kehabisan kemungkinan. Ipe rupanya tak dapat kesukaran dengan medianya, walaupun sayang ia agak goyang. Enth karena dipengaruhi pendapat umum, ia ragu menampilkan gambar-gambarnya: konon ia masih beranggapan prestasinya sebagai "seniman" mesti tampil dalam lukisan. Padahal ia nyata-nyata sudah punya prestasi sebagai senirupawan, dan unggul. Bahwa ia tak diminta berpameran di Taman Ismail Marzuki, tak dapat dijadikan patokan. Jiwa Gambar Juga Ipe tak menemukan apa-apa dalam lukisannya. Ia kehilangan garis daIam pemandangan alam, yang dibuatnya dengan teknik cat minyak. Terang saja menyapukan kuas memaksanya mewarnai lebih banyak daripada menarik garis. Dan yang didapatnya cuma penyederhanaan bentuk untuk mengeluarkan sebuah komposisi warna--sebuah konsep yang terlalu biasa dan terlalu sering. Untung tak banyak lukisan yang ditampilkan Ipe. Kalau jiwa seni lukis bisa dikatakan sapuan kuas, jiwa gambar adalah garis. nan garis-garis Ipe termasuk luar biasa. Ia senantiasa kembali pada 'garis tipis yang punya ketebalan antara 0,1 - 0,4 mm. Seperti jarum seismograf, pena yang digunakannya mencatat kesan penglihatannya. arena itu Ipe tidak menekankan gambarnya pada pengamatan analitis, umpamanya jatuhnya cahaya dan perhitungan volume. Ia menggambar obyek yang dilihat -- umumnya sosok dan pemandangan -- lewat intuisinya yang meraba-raba. Karena itu gambar Ipe jauh dari potret. Sosok yang digambarkan --umpamanya -- sama sekali tidak mengikuti struktur tubuh manusia atau ketentuan anatomis lain. Tapi dari gambar semacam ini kondisi jiwa manu sia yang digambar jadi kelihatan. Gambarnya hadir dengan bagus. 'Garis tipis' sebagai media gambar, yang bisa sangat efektif, termasuk sulit dikuasai. Garis ini bisa jadi jejak seismografik sebuah kesan, tapi juga bisa hadir sebagai bentuk yang menarik. Ketipisan bisa menghindarkan sebuah gambar dari tumpukan garis yang keruh. Seperti juga titik, garis tipis yang ditumpuk bisa menghadirkan nuansa hitam-putih bila dikuasai. Tak banyak penggambar yang berani menggunakan garls-garls tipis Ini. Selain Ipe barangkali cuma S. Prinka ang kawin dengan garis-garis 0,1 mm. Didasari ini bahkan Ipe meriemukan teknik baru. Ia mengubah teknik dry point (gambar ujung paku) yang sudah umum. Dry point model Ipe adalah tumpukan warna dengan pastel lilin hingga terdapat lapisan warna yang rata. Di atasnya ditorehkan paku, dan terjadilah garis-garis "belahan" yang putih dan peka di tengah warna-warna yang bercampur. Bagus sekali. Dari sini Ipe memperbaiki konsep melukisnya. Gambar pastelnya menghadirkan penyederhanaan bentuk yang patut disebut 'abstraksi'. Ipe menggambar rumpun bambu, rumput dan pohonpohon lebat, dengan gambar, garis dan warna bercampur menjadi semacam lukisan abstrak. Toh keabstrakan ini tidak membuat kita bertanya-tanya, karena ada proses yang seolah wajar. Begitulah, kalau Ipe Ma'roef sudah unggul sebagai penggambar, barangkali tak ada gunanya ia mencari "kedudukan" di dunia seni lukis. Sudah dekat waktunya seni gambar muncul dan diperhatikan. Sudah sewajarnya juga kreativitas dipertanyakan dalam seni rupa kita. Atau tidak? JAL

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus