Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Sejumlah Catatan Direktur LBH Bali Kritisi Penegakan Hukum 100 Hari Kerja Prabowo-Gibran

Direktur YLBHI-LBH Bali mengkritisi 100 hari kerja Prabowo-Gibran soal penegakan hukum yang masih gagal ditangani secara tepat. Begini katanya.

3 Februari 2025 | 09.36 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Presiden Prabowo Subianto bersama Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menghadiri acara Pengucapan Sumpah dan Janji Pimpinan KPK periode 2024-2029 di Istana Negara, Jakarta, Senin 16 Desember 2024. TEMPO/Subekti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah mencapai 100 hari masa kerja sejak dilantik pada 20 Oktober 2024. Merepons hal tersebut, Direktur Yayasan Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) LBH Bali Rezky Pratiwi, mengatakan 100 hari kerja hari rezim Prabowo-Gibran berjalan dalam situasi hukum yang berlangsung di rezim Jokowi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurutnya, masa ini menjadi sangat penting bagi masyarakat dalam memantau arah kebijakan Prabowo melalui beragam keputusan pemerintah, khususnya terkait penegakan hukum di masa depan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur LBH Bali menuturkan kondisi hukum di Indonesia dalam seratus hari masa kerja Prabowo-Gibran masih diselimuti persoalan serupa dengan kabinet sebelumnya. Selain itu, menurut dia, sejumlah fenomena hukum mendesak yang semestinya disikapi dengan sigap oleh pemerintahan justru diabaikan dan gagal ditangani secara tepat. Pertama, dia mencontohkan kasus kekerasan aparat yang banyak terjadi.

“Meski banyak kasus kekerasan oleh polisi disoroti publik, dan tingginya aduan pelanggaran HAM terhadap Polri, tidak lantas membuat evaluasi lembaga ini jadi prioritas,” kata Rezky kepada Tempo pada Kamis, 30 Januari 2025.

Kendati demikian, dia mengatakan, Polri justru menempati posisi kedua penerima anggaran jumbo APBN 2025 sebesar Rp126,62 triliun, setelah Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dengan anggaran Rp166,26 triliun. Kemudian, dia menyoroti perampasan ruang hidup dalam sejumlah proyek serta penempatan orang-orang berlatar belakang militer dan pemberian tugas strategis yang berhubungan dengan sipil.

Kata dia, pemerintah secara terang-terangan menunjukkan lemahnya sikap pada koruptor melalui pernyataan Presiden Prabowo dan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra, soal pengampunan koruptor. Pesimisme  terhadap penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu juga dibuktikan dengan pernyataan Yusril yang menyebut tragedi 1998 bukan pelanggaran HAM berat. 

Lebih lanjut, Rezky kemudian merinci sejumlah kendala dalam menegakan hukum di Tanah Air. “Korupsi dan mafia di lembaga penegak hukum, sejumlah kasus suap dan praktik korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum semakin menguatkan ketidakpercayaan publik pada lembaga-lembaga ini,” kata dia.

Selain itu, dia menilai, lemahnya kapasitas dan profesionalisme aparat penegak hukum serta langgengnya impunitas turut berkontribusi dalam pelemahan penegakan hukum di Indonesia.

Melihat situasi hukum yang terjadi saat ini, Rezky mengatakan harapannya bertumpu pada pengawasan masyarakat sipit terhadap jalannya pemerintahan saat ini. “Dalam rezim yang banyak catatan pelanggaran HAM, harapan justru ada di gerakan masyarakat sipil untuk mengawasi jalannya pemerintahan khususnya dalam penegakan hukum dan HAM,” ujar dia. 

Sementara itu, untuk diketahui, di Bali sendiri menurut Catatan Tahunan (CATAHU) LBH Bali 2023-2024 terdapat sejumlah laporan kasus hukum yang mendominasi, di antaranya pelanggaran hak dalam isu perburuhan yakni hak untuk bekerja dan hak untuk mendapatkan kondisi kerja yang adil sejumlah 47 kasus. 

Adapun, LBH Bali juga mencatat tingginya pelanggaran hak kelompok rentan dengan kasus kekerasan berbasis gender, kekerasan terhadap anak, dan diskriminasi minoritas sebanyak 51 kasus. “Kondisi ini diperburuk dengan ketiadaan aturan perlindungan di lembaga-lembaga publik, lemahnya kapasitas aparat penegak hukum dan implementasi UU TPKS, serta kultur yang masih menyalahkan korban,” kata dia. 

Pada isu ruang sipil, LBH Bali mencatat adanya sejumlah upaya pembungkaman suara kritis warga, termasuk dengan cara-cara kekerasan, ancaman kekerasan, maupun intimidasi dan stigmatisasi yang dilekatkan pada pejuang HAM. Di antaranya pada peristiwa pembubaran dan serangan pada pembela HAM di The People’s Water Forum, hingga penghalangan dan represi aksi terkait Papua oleh polisi dan ormas. 

Lebih jauh, dalam laporan isu agraria dan lingkungan, LBH Bali menemukan industri pariwisata yang dibalut sejumlah konflik agraria dan proyek yang merusak lingkungan. “Kemudahan perizinan berusaha yang sentralistik melalui UU Ciptaker kian mempercepat alih fungsi lahan untuk ekspansi industri pariwisata di Bali,” ujarnya. 

Di sisi lain, Rezky menyayangkan, perlindungan ruang hidup masyarakat, akses pada sumber daya alam dan layanan hak dasar seperti air dan transportasi publik justru memprihatinkan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus