SEORANG pria menyodorkan sebuah cek yang sudah jatuh tempo. Dari
sikap wajar laki-laki tersebut dan keadaan lembaran cek yang
tampak sempurna, tak ada alasan untuk curiga. Pun ada KTP (Kartu
Tanda Penduduk) DKI Jakarta sebagai bukti diri.
Maka petugas Citibank di Jalan M.H. Thamrin 55 (Jakarta Pusat),
31 Mei lalu, tenang-tenang saja melepaskan sejumlah uang tunai,
Rp 127 juta lebih, dari dan: milik UNHCR (Badan Urusan Pengungsi
PBB) di sini yang ditarik orang itu.
Beberapa hari kemudian memang ada orang UNHCR yang
mempertanyakan perihal saldo mereka di Citibank. Tapi menurut
yang disampaikan ke TEMPO, tak tertangkap kesan keterkejutan
pihak NHCR mengenai sisa dana mereka. Biasa-biasa saja," kata
sumber itu.
Hampir 10 hari kemudian barulah badan di bawah PBB tersebut
membuat laporan ke polisi: sejumlah dana mereka di Citibank
ditarik orang tanpa sepengetahuan pejabat yang berwenang. Dengan
laporan tersebut Citibank tentu repot Pihak bank, kata mereka
yang tahu, merasa sudah bertindak benar: "Kertas cek dan
tandatangan asli Iserta dana cukup -- jadi tak ada alasan bagi
kami menahan penarikan uang kontan tersebut."
Pihak bank agaknya tak mau menuduh nasabahnya teledor. Tapi ia
juga nembantah kemungkinan ada pegawai banknya yang terlibat
--misalnya membiarkan penarikan uang berdasarkan sesuatu
tandatangan yang diketahui palsu.Citibank, katanya, menggaji
cukup karyawannya. Bahkan "tertinggi di antara bmk-bank lain."
Boleh jadi keteledoran ada di pihak UNHCR Buktinya, menurut
Pejabat Wakil Kepala Perwakilan UNHCR, Nona Catherine A. Walker
mereka kehilangan dua buah cek dari map simpanan sekretaris.
Namun baru salah sebuah di antaranya yang sempat dipergunakan
yaitu oleh orang yang tak berhak tadi.
Penarikan dana UNHCR itu memang terbukti melalui lembaran cek
asli. Hanya menurut Nona Walker, cek tersebut ditandatangani
oleh penariknya dengan memalsukan tandatangan pejabat yang
berwenang. Yaitu tandatangan AJF. Simmance. Dan pejabat ini,
yang sedang berada di kantor pusat di Jenewa ketika dihubungi
stafnya, tak pernah merasa menandatangani cek yang menghebohkan
tersebut.
Bahwa dua buh cek bisa begitu saja menghilang dari kantornya,
seperti kata Nona Walker, boleh jadi kesalahan salah seorang
atau oran-orang UNHCR sendiri. Tapi "ketidaktelitian" Citibank
sehingga cek yang,bertandatangan palsu tersebut bisa cair,
katanya, bukan tidak mungkin merupakan permainan pegawai bank
yang terlibat dalam kasus tersebut.
Siapa yang salah, masih dalam penelitian polisi, kata Perwira
Penerangan Kepolisian Jakarta (Kodak Metro Jaya) Letkol. Agha
Maryun. Yaitu melacak kejadian itu mulai dari fotokopi KTP si
penarik cek sebagai bukti diri.
Jika penjahatnya terlalu bodoh untuk meninggalkan tanda pengenal
yang sesungguhnya, tentu polisi tak begitu repot. Tapi jadi lain
bila ternyata yang dipergunakan untuk kejahatan tersebut adalah
KTP milik orang lain yang tak berdosa. Upaya polisi lain adalah
memeriksa -- secara laboratorium -- tandatangan "Simmance" yang
tertera pada cek.
Peristiwa serupa ini, menurut mereka yang mengetahuinya, bukan
pertama kali bagi Citibank. Kasusnya mirip -- penarikan cek
secara tak wajar -- pernah pula menjadi beberapa waktu yang lalu
sehingga Citibank dirugikan sekitar Rp 70 juta. Tapi itu memang
"risiko bank". Hampir semua perusahaan bank pernah kebobolan.
Hanya bila menyangkut sesuatu perusahaan, biasanya urusan tak
sampai tersiar. Tapi berurusan dengan lembaga non-bisnis seperti
UNHCR inilah, Citi Bank jadi lebih repot.
Pengamanan di Citibank, seperti di bank lain sebenarnya cukup
dilakukan -- untuk tingkat leJahatan perbankan di Indonesia
yang belum "hebat". Pengamanan secara fisik lebih mudah tinggal
menempatkan petugas dan alat-alat tanda bahaya di beberapa
tempat. Ada pula 12 orang veteran ABRI bersenjata yang
dipekerjakan sebagai petugas keamanan di situ.
Perampokan, misalnya, barangkali dapat dicegah dengan
petugas-petugas berseragam dan bersenjata. Tapi bentuk kejahatan
lain, yang mempergunakan "segi administrasi" lebih mengancam.
Kebanyakan bank di Indonesia itu, masih mengandalkan kejelian
mata petugasnya untuk meneliti lembaran cek dan tandatangan di
atasnya. Alat pemeriksa keaslian tandatangan belum dipunyai.
"Selain alatnya mahal," kata mereka vang telah berpengalaman
dalam dunia perbankan, "prosesnya tak membantu kecepatan
pelayanan terhadap nasabah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini