SEJAK perundingan Mesir-lsrael mengenai soal otonomi Palestina
terhenti Mei lalu, 9 negara Eropa (MEE) membuat inisiatif baru.
Amerika Serikat yang selama ini memimpin proses mencari
perdamaian di Timur Tengah merasa dijegal karena inisiatif MEE
itu.
Kesembilan pemimpin negara MEE, yang bertemu di Venice dua pekan
lalu membenarkan hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat
Palestina dan menyatakan bahwa PLO perlu "dihubungkan" dengan
setiap perundingan. Presiden Jimmy Carter serta-merta menolak
pernyataan MEE itu. "Kami tidak akan berunding dengan PLO. Kami
tidak akan mengakui PLO sebelum PLO mengakui kedaulatan Israel,"
kata Carter pada sejumlah wartawan asal Yahudi di Gedung Putih .
Carter tampaknya ingin supaya proses persetujuan Camp David
diteruskan. Tapi Carter sedang terjerat oleh kampanye pemilihan
kembali presiden. Karena kampanye itu, dia menjaga reaksi
golongan Amerika yang pro-lsrael.
Pernyataan MEE itu menekankan agar Israel menghentikan
pendudukan atas wilayah yang diperolehnya dalam perang 1967,
seperti yang sudah dilakukannya di semenanjung Sinai. Pendudukan
Israel itu masih berlanjut di bagian lain tanah Arab.
Para pemimpin Eropa itu bahkan menilai pemukiman Israel atas
wilayah Arab, seperti terjadi di Tepi Barat, suatu hambatan
serius terhadap perundingan perdamaian. Pernyataan MEE juga
menolak setiap tindakan sepihak Israel yang hendak mengubah
status kota Jerusalem.
Senator Henry Jackson juga mengecarn politik pemukiman Yahudi di
wilayah Tepi Barat. Jackson yang dikenal sebagai pembela gigih
kepentingan Israel, menyatakan bahwa sikap "ngotot" Israel itu
secara politis tidak wajar. Bahkan Senator Adlai Stevenson
menyerukan agar bantuan ekonomi kepada Israel dipotong sebagai
sarlksi bila negara itu tetap bersikeras. Pekan lalu usul
Stevenson ditolak dalam pungutan suara di Senat AS.
Sebagai reaksi aas pernyataan MEE, PM Israel Menachern Begin
mengecamnya sebagai "Munich kedua". Ia membandingkannya dengan
persetujuan antara PM Inggris Neville Chamberlain dan pihak Nazi
Jerman di Munich tahun 1938, yang menyerahkan sebagian dari
Cekoslowakia kepada pihak Nazi. Begin sudah sering menyamakan
PLO dengan pasukan SS Nazi.
PLO sendiri -- setelah perundingan semalam suntuk di Damaskus
--ternyata menolak pernyataan MEE itu. Dianggapnya itu sebagai
kapitulasi negara MEE terhadap tekanan AS. PLO menilai
pernyataan itu senada dengan rencana perdamaian Camp David dan
mengecamnya karena tidak mengakui PLO sebagai wakil sah dan
satu-satunya dari bangsa l'alestina. Yasir Arafat mengungkapkan
bahwa organisasinya tidak membutuhkan "sepotong tulang" dari
pihak negara MEE untuk memperoleh haknya atas kedaulatan .
Suria bernada serupa. Juga Jordania menyesalkan bahwa pernyataan
MEE gagal dalam tujuan mulanya.
Tak Terlalu Berkhayal
Tapi Menteri Negara Mesir, Butros Ghali yang bertanggungjawab
atas masalah luar negeri, menyatakan pernyataan MEE sangat
bermanfaat. Ghali yang sedang berkunjung ke Negeri Belanda pekan
lalu gembira bahwa negara Eropa mengakui kehadiran Palestina
suatu syarat mutlak bagi keberhasilan penyelesaian di Timur
Tengah.
Pembicaraan direncanakan lagi di Washington awal Juli antara AS,
Mesir dan Israel. Tampaknya AS bermaksud mengimbangi pernyataan
MEE. Tapi menurut Presiden Anwar Sadat, Carter tak akan mungkin
melepaskan diri dari cengkeraman pemilihan presiden dengan
mengambil inisiatif baru dalam perundingan perdamaian di Timur
Tengah.
Sadat menghadapi banyak problem dalam negeri sendiri -- antara
lain meningkatnya permusuhan Libia. Maka penundaan perundingan
dengan Israel dinilainya mungkin ada baiknya sementara menunggu
pemerintahan Begin jatuh dan digantikan oleh pemerintahan yang
lebih moderat.
Harapannya tidak terlalu berkhayal. Begin memang menghadapi
tantangan berat untuk mempertahankan pemerintahan koalisinya.
Sejak awal Mei Menteri Pertahanan Ezer Weizman mengundurkan
diri, kemelut dalam kabinetnya belum selesai.
Sementara itu golongan ekstrim Israel meneror penduduk Arab
untuk mempertahankan pemukiman di wilayah Tepi Barat. Begin
tidak mencegahnya.
Pada waktu Sadat mulai lebih kritis terhadap Begin, sikapnya
terhadap Arab Saudi mulai mendekat. Misalnya Sadat memerintahkan
agar pers Mesir mengurangi kritik tentang Arab Saudi. Ia juga
melarang dan mengecam film Death of a Princess, yang sangat
merisaukan pihak Saudi. Meskipun disanggah keras, menurut sumber
diplomatik, hubungan tidak resmi sudah mulai diadakan antara
kedua pemerintah itu. Hubungan keduanya terputus setelah Mesir
menandatangani perjanjian Camp David 2 tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini