SELANGKAH demi selangkah, jalan tim Pertamina menuju harta karun, simpanan Haji Thahir sebesar US$ 78 juta di Bank Sumitomo Singapura, mulai terkuak. Pada sidang Kamis pekan lalu, Hakim Pengadilan Tinggi Singapura Lai Kew Chai, melalui sebuah putusan sela, menerima hasil perhitungan kuasa hukum Pertamina, tentang jumlah transfer dari dua perusahaan (Siemens dan Klockner) ke rekening bersama Thahir -- Kartika di Bank Sumitomo sebesar 513% dari nilai proyek Krakatau Steel. Bagi Pertamina, keputusan itu sangat penting dari sengketa yang sudah berlangsung lebih dari 12 tahun itu. Karena selama itu pula, tim Pertamina yang diketuai L.B. Murdani bersusah payah mencari bukti-bukti jumlah uang komisi yang diterima Haji Thahir. Tak hanya itu kemenangan Pertamina pekan lalu. Tanpa diduga, Hakim Lai juga menerima reamandemen Pertamina yang menyatakan bahwa hukum Indonesia menganut pula hubungan fiduciar seperti hukum negara Anglo Saxon. Artinya, seorang bawahan wajib menyerahkan pemberian tak sah yang diterimanya dari pihak lain kepada majikannya. Padahal sebelumnya pihak Kartika, terutama pengacara Bernard Eder Q.C, dengan gaya khasnya -- sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya -- menyebut dalam hukum Indonesia tak dikenal peraturan tentang komisi perusahaan (fiduciary relation dan constructive trust). Bahkan tudingan Hunt bahwa perbuatan Thahir menerima komisikomisi itu merupakan perbuatan kriminal (melanggar KUHP) dianggap Eder sudah tak relevan lagi dipersoalkan karena sudah kedaluwarsa. Toh Hakim Lai tidak sependapat dengan Eder. "Satu babak telah berakhir dengan kemenangan kami," ujar Albert Hasibuan, koordinator tim pengacara Pertamina, tersenyum. Tapi sesungguhnya pertarungan yang menyangkut pokok perkara masih panjang. Meski angka persentase diterima hakim, siapa yang berhak atas uang peninggalan itu akan tetap menjadi perdebatan. Dalam re-amandemennya, pekan lalu, Pertamina telah mencoba meyakinkan hakim tentang kecurangan-kecurangan Thahir selama menjadi tangan kanan Ibnu Sutowo di Pertamina dari 1967 sampai meninggal 23 Juli 1977. David Hunt juga menuding Kartika terlibat dalam persekongkolan menerima pembayaran tak sah yang merugikan Pertamina. Sebab, dalam berbagai negosiasi dengan kontraktor Jerman itu, Kartika terlibat langsung mendampingi Thahir dalam perundingan-perundingan tersebut. Hunt menganggap deposito itu tak layak dimiliki Kartika dan Thahir sebagai pegawai Pertamina. "Dengan gaji sekitar US$ 9 ribu per tahun, mana mungkin Thahir bisa memiliki simpanan lebih dari 50 juta DM?" ujar David Hunt, meyakinkan hakim. Persoalannya kini, bisakah Pertamina membuktikan bahwa simpanan Kartika dan Haji Thahir itu benar-benar uang komisi. Selama persidangan, Pertamina sudah menyerahkan lebih dari 700 halaman, terdiri 369 dokumen pembayaran dan 377 dokumen pribadi (personal document), sebagian besar berupa bukti-bukti transfer uang komisi dari Siemens, Klockner, dan Ferosthal ke rekening Thahir di Sumitomo. Yang terpenting adalah bukti transfer sebesar DM 23 juta dari Simens ke Sumitomo pada Agustus 1974 dan Januari 1975. Kedua bukti itu, sesudah dibandingkan tim Pertamina dengan pembayaran Pertamina kepada Siemens, membuktikan bahwa komisi itu mencapai angka 13% dari transaksi Pertamina. Bukti-bukti itulah yang diragukan Pengacara Kartika, Bernard Eder. Di sidang, Jumat pekan lalu, Eder mempertanyakan keabsahan barang bukti dokumen yang dibawa Pertamina. Dokumen-dokumen itu, kata Eder, masih harus diselidiki kebenarannya karena hanya fotokopi. David Hunt mengakui dokumen pihaknya hanya berupa fotokopi yang sebagian besar berasal dari Bank Sumitomo. Kendati begitu, demikian Hunt, dokumen-dokumen itu sama sekali tidak palsu. "Kalau dokumen-dokumen itu palsu, saya dan klien saya akan kena sanksi," kata Hunt. Hakim Lai menyudahi perdebatan itu, untuk sementara, dengan menganjurkan pihak Pertamina membuat pernyataan resmi ke pengadilan, yang isinya menyatakan bahwa isi dokumen yang diajukan -- kendati fotokopi -- adalah benar. Sebab di Pengadilan Singapura, biasanya, bukti-bukti dokumen baru dianggap sah bila pihak yang mengajukan bisa menunjukkan orsinilnya. Menurut rencana, hakim akan memutuskan diterima atau tidaknya bukti Pertamina tersebut pada sidang pekan ini. Kemungkinan terburuk, jika hakim menolak dokumen fotokopi itu, persidangan akan bertambah panjang dan sangat merepotkan Pertamina. Sebab untuk membuktikan asli tidaknya dokumen itu, Pertamina harus menghadapkan saksi-saksi yang mengetahui keaslian dokumen tersebut. Sebaliknya, jika bukti fotokopi itu diterima, persidangan diperkirakan akan berlangsung lebih cepat. Apa pun keputusan hakim, Pertamina tetap harus membuktikan kebenaran dalilnya, baik dari segi hukum Indonesia maupun dari segi kesalahan Thahir. Untuk membuktikan kesalahan Thahir, Pertamina pekan ini akan menghadapkan saksi-saksi pentingnya, antara lain, bekas pejabat keuangan Pertamina, Drs. Nur Usman, bekas Direktur Krakatau Steel, Martalegawa, dan bukan tak mungkin bekas Direktur Utama Ibnu Sutowo. Di segi pembuktikan, kesaksian Ibnu Sutowo bisa dibilang yang terpenting. Sebab, selain bekas atasan Thahir, Ibnu sendiri juga ketahuan kebagian uang komisi itu sebesar US$ 8 juta di Bank Sumitomo Singapura -- nomor rekeningnya berurutan dengan nomor rekening Thahir dan Kartika. Hanya saja, menurut sebuah sumber, Ibnu Sutowo menyerahkan kembali simpanan itu kepada pemerintah setelah didesak tim Pertamina. Tapi, sampai pekan lalu, Pertamina belum memastikan memanggil Ibnu Sutowo menjadi saksi. Konon belum ada lampu hijau dari atas. Selain itu, Pertamina rupanya ngeri juga menghadapkan Ibnu. Sebab pihak Kartika bisa saja menuding, kalau perbuatan Ibnu juga dianggap salah, kenapa Ibnu tak diadili di pengadilan Indonesia. Karni Ilyas, Aris Margono, dan Nunik Iswardhani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini