TERNYATA, bukan cuma Monalisa yang memonopoli senyum "sejuta~ makna". Senyum pria dan wanita modern tak kalah misteriusnya. Wajar bila banyak istilah muncul tentang ekspresi wajah yang satu itu. Misalnya senyum sinis, senyum beracun, senyum menggoda, atau senyum bangga. Tapi itu tak jadi soal, asalkan Anda tak doyan melontarkan senyum palsu. Sebab, para psikolog sudah berhasil menemukan metode ampuh untuk menyingkap kepalsuan itu. "Senyum dibuat-buat berbeda dengan senyum spontan," kata Paul Ekman, psikolog dari Laboratorium Interaksi Manusia Universitas California di San Francisco. Bagaimana membacanya? Cukup dengan mengamati pola gerak jaringan otot di wajah pelaku, yang oleh Ekman disebut "anatomi senyum". Menurut Ekman, yang melakukan penelitian -- bersama psikolog Wallace Friesen dan Maureen O'Sullivan -- di setiap wajah manusia normal, terdapat lebih dari seratus otot yang terlibat dalam setiap perubahan ekspresi. Nah, lewat penghafalan pola gerak jaringannya, seorang dapat menebak dengan tepat, senyuman macam apa yang dilontarkan oleh lawan bicaranya. Ini dimungkinkan oleh kadar emosional yang ikut terlontar bersama senyuman. Dari hasil eksperimen ketiga psikolog itu, ada empat pola pokok yang bisa langsung menunjukkan jenis seulas senyuman. Keempat pola itu ialah: gerakan otot di kedua pipi,kerutan di sudut mata, bentuk bibir, dan gerak jaringan kulit di sekitar mata. Dalam senyuman yang lahir secara spontan, kedua pipi bergerak ke atas, dan jaringan otot di sekitar mata mengkerut sehingga membentuk keriput-keriput seperti cakar ayam. Jika senyuman itu lebih riang, jaringan kulit di sekitar kelopak mata akan lebih mengkerut, hingga menyempitkan pandangan. Sebaliknya, senyum palsu tak akan mampu mencetak keriput cakar ayam, kecuali senyum itu dibuat benar-benar lebar. Demikian pula dengan penyempitan kulit di sekitar kelopak mata. Menurut Ekman, di balik senyuman seperti itu senantiasa tersimpan perasaan tak bahagia di hati pelakunya. Apalagi kalau disertai ujung bibir yang tertekan ke bawah, oleh dua lekukan segitiga di atasnya. Bisa jadi, sang pelaku baru kena musibah bencana alam atau putus den~gan pacarnya. Senyuman yang mengandung perasaan jijik juga gampang dideteksi. Ekspresi di wajah praktis tak beda dengan senyum sedih. Hanya saja, bibir atas tertarik ke atas, hingga sederet gigi depan terlihat, kendati belum sempat berteriak, "Hiii . . .. Menurut Ekman, total ada 17 jenis senyuman. Di antaranya ada yang biasa dipakai untuk mengatur arus percakapan. Misalnya senyum palsu yang dllontarkan saat mendengar kisah serius. Melihat ini pembicara otomatis akan berpikir apakah ceritanya dilanjutkan atau tidak. Karena metode Ekman~ terbukti ampuh, kini para dokter, psikolog, dan psikiater di negara maju mulai serius mempelajarinya. Dengan menguasai metode mutakhir itu, mereka berharap bisa menghindar dari tipuan para pasien. Soalnya, diagnosa mereka sering meleset, karena pasien menyembunyikan kesakitannya di balik senyum. Misalnya, seorang eksekutif yang mengalami stres tentu tak akan langsung mengekspresikan penderitaannya. Orang jenis itu cenderung mempertahankan senyum ramahnya, demi menjaga gengsi. Satu hal lagi yang menarik adalah keberhasilan Ekman mengukur kemampuan profesional seseorang lewat analisa senyum. Ini dibuktikan lewat salah satu eksperimennya terhadap sejumlah siswa sekolah perawat. Mereka diminta menonton film jenis hiburan dan horor -- tepatnya tentang ke~akaran dan amputasi. Setelah menonton, mereka diamati, sekadar untuk mengetahui siapa yang melontarkan senyum asli atau palsu. Hasilnya, mereka yang tersenyum sesuai dengan isi hatinya adalah yang mampu mengembangkan keyakinan diri. P~rg.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini