Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Serbuk Putih di Buku Jemani

Bekas pejabat BUMN tertangkap membawa lima kilogram kokain di Phuket, Thailand. Terancam hukuman mati.

4 Mei 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan panjang Jemani Ikhsan berakhir di pintu keluar Bandar Udara Internasional Phuket, Thailand, Senin dua pekan lalu. Kala itu, sekitar pukul 19.30, dia baru turun dari pesawat Silk Air yang bertolak dari Singapura. Dua hari sebelumnya, Jemani terbang dari Bogota, Kolombia.

Pria 63 tahun itu berencana mengunjungi Khao Lak, Provinsi Phang Nga. Khao Lak terkenal sebagai pusat wisata pantai yang berjarak sekitar 80 kilometer dari Phuket. Seorang pria yang dikenali Jemani lewat jaringan Internet berjanji menjemputnya.

Menyeret dua koper, Jemani melewati mesin pemindai sinar-X. Sesaat setelah Jemani melewati pintu pemeriksaan, petugas Bea dan Cukai Bandar Udara Phuket menghentikan langkahnya. Jemani pun diminta mengikuti petugas ke ruangan khusus. "Petugas bea-cukai mencurigai buku-buku dalam koper dia," kata Montira Cherdchoo, Direktur Bea dan Cukai Phuket, dalam konferensi pers, Kamis dua pekan lalu, seperti dikutip situs Phuket Gazzette.

Di ruang pemeriksaan, koper Jemani dibongkar. Petugas bea-cukai mengambil buku besar dan tebal dari dalam koper. Buku itu bersampul plastik. Ketika dibuka, di dalamnya ada sebuah bungkusan berlapis aluminium. Bungkusan itu terletak di bagian tengah buku yang dilubangi. Bungkusan itu berisi serbuk putih kokain.

Petugas bea-cukai menemukan kokain di dua buku besar lainnya dalam koper Jemani. Kokain juga ditemukan pada enam gulungan kertas berlapis aluminium di dalam koper. Total kokain yang dibawa Jemani sebanyak 5,2 kilogram atau seharga Rp 6 miliar. Di dalam tas Jemani, petugas juga menemukan beraneka ragam mata uang asing, yakni US$ 1.080, 14.050 peso Kolombia, dan Rp 1,15 juta.

Pada hari Jemani ditangkap, petugas Bea dan Cukai Thailand memberi tahu Kedutaan Besar Republik Indonesia di Bangkok. "Informasi ditindaklanjuti pegawai kedutaan di Songkhla, yang lebih dekat dengan Phuket," ujar Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Lalu Muhammad Iqbal, Kamis pekan lalu.

Menurut data perjalanan yang diperoleh Kementerian Luar Negeri, Jemani berangkat dari Bogota menuju Phuket. Penerbangan yang ditempuh Jemani lumayan panjang dan berganti-ganti pesawat.

Dari Bogota, Jemani berangkat pada 18 April 2015 dan transit di Kota Panama. Pesawat kemudian menuju Sao Paulo, Brasil, lalu berlanjut ke Doha, Qatar, pada 19 April. Dari Doha, penerbangan berlanjut ke Singapura dan tiba di Phuket pada 20 April. "Karena Phuket jadi tujuan akhir, pemeriksaan bagasi dilakukan petugas bea-cukai di sana," kata Iqbal.

Menurut Atase Kepolisian Kedutaan Besar RI di Bangkok, Komisaris Besar Priyo Waseso, ketika diperiksa, Jemani mengaku tak tahu kopernya berisi kokain. Dia hanya mengaku mendapatkan buku dan berkas kertas berlapis aluminium itu dari seseorang di Bogota. Orang itu ia kenal lewat e-mail dan Facebook. "Orang itu berjanji memberikan hibah untuk kegiatan sosial," ujar Priyo, mengulang keterangan Jemani, kepada Tempo, Rabu pekan lalu.

Orang yang ditemui Jemani di Bogota memberikan berbagai berkas dokumen yang harus dilegalisasi di Bangkok. "Setelah proses legalisasi selesai, Jemani akan diberi uang," kata Priyo.

Jemani juga mengaku telah bepergian untuk urusan yang sama pada akhir tahun lalu. "Alasannya proses legalisasi belum selesai," ucap Priyo. "Jadi dia diminta menempuh perjalanan lagi." Kepada Priyo, Jemani mengaku belum mendapatkan uang yang dijanjikan.

Kepolisian Thailand masih menyelidiki jaringan narkotik internasional yang mempekerjakan Jemani. "Masih ditelusuri pula sejauh mana keterlibatan dia," kata Priyo. Kini Jemani ditahan di rumah tahanan di Phuket.

Jemani adalah pensiunan PT Aneka Tambang Tbk. Di perusahaan milik negara itu, ia bekerja selama 34 tahun dengan jabatan terakhir manajer senior sumber daya manusia. Pada April 2007, Jemani menjadi direktur sumber daya manusia dan general affair di anak usaha PT Antam, PT Indonesia Chemical Alumina.

Menurut Sekretaris Perusahaan Antam Tri Hartono, keahlian Jemani memang di bidang pengembangan sumber daya manusia. Tri mengenal Jemani sebagai seorang profesional. "Sebelumnya, tak ada catatan kriminal," ujar Tri.

Pensiun dari Antam, sejak 2010 hingga Juni 2014, Jemani bekerja sebagai anggota staf paruh waktu Dewan Komisaris PT Semen Indonesia Tbk. "Membantu Dewan Komisaris di Komite Nominasi dan Renumerasi," kata juru bicara PT Semen Indonesia Tbk, Agung Wiharto.

Istri jemani, Eli, sungguh kaget ketika mendengar kabar penahanan suaminya. Dia berkeyakinan bahwa suaminya dijebak sindikat perdagangan narkotik.

Setahun lalu, Eli bercerita, Jemani berkomunikasi dengan orang asing yang mengajaknya pergi ke Thailand. Namun ia enggan berbicara mengenai detail komunikasi antara Jemani dan orang asing itu. "Saya serahkan kepada penyidik," ujar Eli ketika ditemui Tempo di rumahnya di Srengseng Sawah, Jakarta Selatan.

Eli pernah mengingatkan sang suami agar berhati-hati. "Saya takut dia menjadi korban ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah)," kata Eli.

Sebelum berangkat, Jemani berusaha meyakinkan Eli bahwa orang yang menghubunginya tak bermasalah. "Dia bilang sudah mengecek orang yang menghubunginya," ujar Eli.

Menurut juru bicara Badan Narkotika Nasional, Slamet Pribadi, perjalanan yang ditempuh Jemani memang mencurigakan. Kolombia terkenal sebagai daerah penghasil kokain yang biasanya didistribusikan ke Amerika Latin dan Asia.

Adapun Thailand masih bagian dari Segitiga Emas wilayah persebaran narkotik, bersama Laos dan Myanmar. "Di Indonesia, sangat minim konsumsi kokain. Jadi ada kemungkinan untuk didistribusikan di Thailand," kata Slamet.

Pemerintah Indonesia, menurut Iqbal, telah menyediakan jasa penerjemah dan pengacara untuk Jemani. "Kami memastikan hak-hak dasarnya terpenuhi," ucap Iqbal. Dituduh hendak memasarkan narkotik di wilayah Thailand, Jemani terancam hukuman mati.

Yuliawati


Vonis Mati di Negeri Seberang

Sebanyak 227 warga negara Indonesia terancam hukuman mati di sejumlah negara. Dari jumlah itu, mayoritas terlibat kasus narkotik, yakni 57,7 persen atau 131 kasus. Berikut ini beberapa kasus yang menimpa warga Indonesia di negara lain.

  • Ani Hidayah, tertangkap membawa 589 gram heroin di Kota Haiku, Hainan, Cina, pada 2010.
  • Tuti Tursilawati, tertangkap membawa 649 gram narkotik di Bandar Udara Shenzhen, Cina, pada 2011.
  • Ajeng Yulia, 21 tahun, divonishukuman mati oleh pengadilan Malaysia pada Februari 2015. Ia dinyatakan bersalah menyelundupkan methamphetamine seberat 3 kilogram.
  • Sutrisno, 43 tahun, asal Riau, divonis hukuman mati di Malaysia karena memiliki sabu-sabu seberat 3 kilogram. Dia ditangkap pada 10 September 2013 dalam penggeledahan di hotel di Johor Bahru.

    Terbanyak di Malaysia

  • Malaysia | 112
  • Cina1 | 5
  • Singapura | 1
  • Laos | 2
  • Vietnam | 1
  • Total | 131

    Sumber: Direktorat Perlindungan WNI, Kementerian Luar Negeri.

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus